| 18 Views

Realita Antara Perpecahan Persatuan Umat dan Ibadah Haji

Oleh : Ummi Mirza

Jutaan umat muslim dari berbagai negara didunia berbondong-bondong melaksanakan ibadah haji untuk menunaikan rukun Islam yang kelima. Tak ada perbedaan antara negara, ras, suku, warna kulit, maupun status sosial yang ada hanya lautan manusia dengan satu tujuan melaksanakan ibadah, tak heran jika momen ini menggambarkan persatuan umat Islam.

Senada dengan itu dalam menentukan hilal Indonesia mengutamakan rukyat lokal melalui Sidang Isbat, dengan Aceh sebagai penentu utama pada 2025 karena posisi hilal yang optimal. Pengamatan pada 27 Mei 2025 memenuhi kriteria MABIMS, mendukung penetapan 6 Juni. Malaysia juga menggunakan rukyat, tetapi lebih konservatif, menggenapkan Zulkadah jika hilal tidak terlihat, seperti pada 2025. Meskipun Malaysia kadang fleksibel dengan hisab, keputusan mereka untuk Iduladha 2025 menunjukkan ketergantungan pada rukyat lokal yang ketat, menyebabkan perbedaan satu hari.

Perbedaan ini bukan fenomena baru. Pada 1443 H/2022, Indonesia merayakan Iduladha pada 10 Juli, sedangkan Malaysia pada 9 Juli. Pada 1444 H/2023, Indonesia menetapkan 29 Juni dan Malaysia 28 Juni. Pola berulang ini menantang klaim MABIMS sebagai alat pemersatu, menunjukkan bahwa organisasi ini kesulitan menjembatani perbedaan nasional.

Sekat nasionalisme menjadi batu sandungan untuk umat dalam menyerentakan hari raya idul adha bersamaan dengan ibadah haji di Mekah. Ini menjadi bukti lemahnya umat Islam karna tidak ada persatuan. Persatuan umat merupakan kebutuhan yang sangat mendesak, kita bisa melihat genosida di Palestina yang dilakukan zionis yahudi. Tak terhitung nyawa saudara kita telah syahid, bumi Palestina dihancurkan dengan keji namun pemimpin muslim masih tetap diam terhalang sekat nasionalisme.

Amalan haji merupakan kewajiban ibadah berdimensi sosial bahkan politik yang paling besar dalam persatuan umat islam yang dapat merubah nasib baik individu maupun negara serta mengusir setan hawa nafsu dari dalam diri dan setan besar (musuh-musuh Islam) dari negara.

Jutaan muslim dari berbagai bangsa berkumpul di Tanah Suci untuk berhaji, menunjukkan persatuan yang melampaui sekat bangsa, ras, dan bahasa.

Persatuan umat Islam tidak didasari kesamaan budaya atau etnis, melainkan disatukan oleh aqidah Islam yang menghapus segala perbedaan duniawi. 

Umat Islam yang berjumlah hampir 2 miliar akan menjadi kekuatan dunia yang disegani jika bersatu, bukan tercerai karena sekat nasionalisme dan golongan.

Persatuan saat Idul Adha seringkali hanya sesaat, selepas itu umat kembali tercerai dan bahkan saling bermusuhan, melupakan penderitaan saudara seiman di berbagai penjuru dunia.
Persatuan sejati hanya dapat terwujud dalam institusi politik Islam global (Khilafah), yang menyatukan umat dalam satu tubuh dan tujuan.

Idul Adha mengajarkan ketaatan mutlak kepada Allah, dan seharusnya mendorong umat untuk patuh sepenuhnya pada syariat Islam, bukan hanya pada aspek ritual, tapi juga dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.


Share this article via

9 Shares

0 Comment