| 1007 Views

Ruang Hidup Rakyat dalam Cengkeraman Kapitalisme

Oleh : Ima Husni / Serang Banten

Alam semesta ini  Diciptakan Allah SWT untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Apa yang ada di dunia ini bisa dikelola oleh manusia sebagai makhluk Allah yang paling sempurna. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 29. "Dialah yang menciptakan segala yang ada di bumi untukmu". Namun , Ketika dunia masih di bawah tatanan kapitalisme, banyak kerusakan di muka bumi dan terjadi krisis global di berbagai sisi.

  1. Konflik memperebutkan wilayah , baik konflik domestic ataupun peperangan antar negara seperti adanya penyerangan AS ke Irak, penyerangan Israel ke negeri Palestina, dan lain sebagainya.
  2. Terjadi  kemiskinan sistemik, yang mengakibatkan kelaparan dan krisis pangan di berbagai negri. Wa bil khusus di negeri Indonesia tercinta ini. Telah meningkat angka stunting di berbagai kota dan kabupaten. Yang disebabkan Krisis pangan  dan alih fungsi lahan sebabkan krisis pangan dan kemiskinan dan  kelaparan serta kurangnya asupan dan gizi yang buruk untuk masyarakat. Padahal negeri ini sangat dikenal dengan nama gemah ripah loh jinawi.
  3. Pandemi Kesehatan mental terutama pada  kalangan remaja. Menurut laporan, terdapat satu dari tiga generasi di Indonesia memiliki masalah kesehatan mental. Angka itu setara 15,5 juta jiwa dan satu dari 20 generasi di Indonesia mengalami mental health disorder atau sebanyak 2,45 juta jiwa. "Survei tersebut mengungkapkan bahwa gangguan paling tinggi, sebesar 15 persen pada kecemasan ialah melihat masa depan yang tidak pasti," ucap Yanuar yang merupakan Koordinator Tim Ahli Sekretariat Nasional SDGs.
  4. Obat terlarang - exploitasi dan perdagangan orang. Dan perdagangan manusia masih terus terjadi di Indonesia. Menurut data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dari tahun 2017 hingga Oktober 2022, terdapat 2.356 laporan korban tindak pidana perdagangan manusia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 50,97% merupakan anak-anak, 46,14% adalah korban perempuan, dan 2,89% adalah laki-laki. Sementara untuk obat terlarang, Badan Narkotika Nasional (BNN)  memasukkan 22 narkotika jenis baru ke dalam daftar lampiran obat-obatan terlarang menurut Undang- Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika .Setidaknya ada 251 narkotika jenis baru di dunia hasil pengembangan para mafia narkotika Internasional.
  5. Krisis ekonomi . Dikarnakan hutang negara yang berlebihan,  laju inflasi tinggi ( inflasi adl peristiwa dimana hrg BRG dan jasa mengalami kenaikan. Dimana krisis ekonomi akan memberikan dampak yang sangat besar bagi negara dan tentunya dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah hingga masyarakat.
  6. Krisis moralitas - kemanusiaan. Indonesia pada saat ini dihadapkan pada permasalahan krisis moralitas. Krisis moralitas ini terlihat dari kurangnya kesadaran para remaja tentang arti nilai moral itu sendiri. Padahal Masa remaja merupakan masa dimana usia mereka menjadi tonggak awal sejauh mana mereka mampu mengontrol sikap dan perilaku dalam lingkungan masyarakatt. Banyak remaja saat ini tidak lagi malu untuk mengumbar kebebasan pergaulan contohnya saja berpelukan saat berboncengan sehingga pemandangan seperti inilah yang memicu terjadinya pornografi dan pornoaksi. Bukan hanya itu, remaja saat ini tidak lepas dari pelaku tawuran yang sudah menjadi slogan bagi pelajar di negeri ini. Padahal sebagai siswa, mereka memiliki tanggung jawab sebagai seorang pelajar untuk menuntut ilmu disekolah yang diharapkan mampu membawa kemajuan bagi bangsa kita. Dan masih banyak lagi krisis moral lainnya.
  7. Migrasi - Pengungsi. Dengan diterapkannya ekonomi kapitalisme, banyak warga yang tidak dapat hidup nyaman dan mengungsi ke tempat tempat yang dirasa bisa membuat kenyamanan dan keamanan.
  8. Perubahan iklim dan bencana alam terjadi dimana mana , akibat kerusakan yang disebabkan ulah tangan tangan manusia yang memiliki pemikiran kapitalisme dan berbuat kerusakan di muka bumi tanpa memikirkan efek negatif yang akan di rasakan oleh warga sekitar.

Semua point point di atas adalah kerusakan-kerusakan dan krisis global yang disebabkan tatanan kehidupan yang diatur dengan sistem kapitalisme. Namun yang akan kita bahas di sini adalah tentang ruang hidup yang dicengkeram kuat oleh tangan tangan para kapitalis. Dimana para kapitalis ini lebih memfokuskan pada sistem ekonomi kapitalisme yang akan membuat diri mereka semakin kaya, meskipun dengan mengeruk kekayaan sebanyak banyaknya. Pandangan ekonomi kapitalis, adalah pertumbuhan ekonomi dengan kebebasan kepemilikan dan investasi di atas  segala segalanya. Ditambah dengan adanya  dukungan VISI INDONESIA EMAS RPJMN 2020-2024 yang diprogramkan oleh pemerintah. Dimana visi Indonesia Emas RPJMN 2020-2024 adalah meningkatkan pembangunan infrastruktur, pembangunan SDM, mendorong investasi,  reformasi birokrasi dan penggunaan APBN.

Berbicara tentang pembangunan infrastruktur dalam negri, tidaklah kita pungkiri, kita semua menikmati kemegahan dan kenyamanan dari bertumbuhnya infrastruktur di sekitar kita. Namun, tahukah kawan, bahwa di balik megahnya  dan kokohnya gedung serta banyaknya pembangunan di berbagai wilayah, ada kisah duka yang menyertainya. Dalam hal ini adalah konflik agraria dan kepemilikan lahan. Seperti adanya Konflik agraria yang terjadi di Pulau Rempang pada 8 September 2023 lalu. Hal itu bermula sejak hadirnya Badan Pengusaha Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) sebagai Otorita Batam. Otorita itu memiliki hak pengelolaan atas seluruh tanah di wilayah tersebut. Pulau Rempang menjadi salah satu pulau yang dikelola BP Batam. Pulau Rempang hendak dikosongkan untuk membuat proyek Rempang Eco City. Pulau itu sendiri dianggap sebagai kawasan hutan meskipun dihuni oleh sekira 7.500 penduduk. Puluhan warga batam luapkan kesedihan dan amarah mereka. Namun permintaan mereka tak didengarkan, mereka hanya sebagian ratusan bahkan dari ribuan warga rempang yang menolak direlokasi imbas pembangunan proyeksi strategis nasional rempang eco city. Warga hanya meminta 10 % saja lahan untuk dijadikan lahan baru di Rempang warga menolak di relokasi di pulau galang menyulitkan pekerjaan mereka sebagai nelayan lantaran arus pulau galang besar dan tidak ada ikan.Banyak masyarakat yang sudah menyatakan keberatan, namun pemerintah seakan tak mendengar kegelisahan dan keluhan dari masyarakat yang terdampak pembangunan Rempang Eco City itu. Karena penguasa lebih memihak kepada pengusaha dan menjadi pelayan elit kapitalis. Sebagaimana pernyataan Presiden CATAHU KPA 2021 : “Jika bapak ibu sekalian ada yang memerlukan lahan dengan jumlah yang sangat besar silahkan sampaikan kepada saya, akan saya carikan, akan saya siapkan, berapa? Sepuluh ribu hektar, bukan meter persegi, hektar, lima puluh ribu hektar? Tapi dengan sebuah hitung-hitungan proposal yang visible, artinya ada feasibility study (study kelayakan)yang jelas akan digunakan apa lahan itu…. Akan saya berikan… karena saya punya lahan… “ - Demikian Pernyataan Presiden  Jokowi dalam Kongres Ekonomi Umat 2 MUI saat merespon isu ketimpangan penguasaan tanah di Indonesia yang disampaikan Buya Anwar Abbas. Belum lagi adanya pernyataan beliau yang semakin menambahkan keyakinan bahwa penguasa adalah pelayan elit kapitalis : Pernyataan Presiden kepada para Kapolda di seluruh provinsi :“Kalau ada yang ganggu-ganggu di daerah urusan investasi, kawal dan dampingi agar setiap investasi  betul-betul direalisasikan.” kominfo.go.id, 2021.

Dari pernyataan Presiden di atas, jelaslah bahwa pembangunan infrastuktur yang dibangun oleh pemerintah saat ini, berdiri di atas penderitaan rakyat.

Ada berbagai penderitaan yang dialami oleh perempuan dan generasi dikarenakan adanya perampasan ruang dan konflik agraria :

  1. Ancaman keamanan, trauma dan ketakutan karena konflik.
  2. Hilangnya sumber penghidupan yang mengakibatkan kemiskinan hingga kelaparan, seperti kasus Rempang, Papua, Pulau Sangiang, Pulau Tunda, dan lain lain.
  3. Relokasi dan penggusuran yang  menghilangkan ruang sosial dan tumbuh kembang anak-anak,
  4. Ancaman hilangnya kesempatan pendidikan.
  5. Bentang alam berubah, dari hutan menjadi perkebunan dan
  6. Bekas tambang mengakibatkan bencana alam berulang dari banjir hingga karhutla, sehingga ada perubahan tata ruang wilayah perkotaan yang  mengakibatkan banjir dan hilangnya ruang hidup  (pemukiman warga, kegiatan sosial dan ekonomi).

Intinya, perempuan dan generasi akan kehilangan tempat tinggal, dan lingkungan yang nyaman. Sebaliknya menghadapi bahaya intimidasi,kekerasan  dan bencana.

Atas nama pembangunan, perampasan hak tanah dan lahan rakyat menjadi dalih pembenaran bagi penguasa untuk mengakomodasi kepentingan para investor. Penguasa lebih memihak kepentingan para investor dibandingkan dengan kewajiban memenuhi kebutuhan rakyatnya.  Tidak sedikit perempuan yang terpaksa menjadi tulang punggung keluarga hingga mencari nafkah ke luar negeri, berakibat tanggung jawab mendidik anak-anaknya tidak tertangani.

Akibat perampasan lahan dan tambang, bentang alam pun berubah dari hutan menjadi perkebunan, menyebabkan bencana alam berupa banjir dan karhutla terus berulang. Berubahnya hutan menjadi lahan sawit telah mengurangi fungsi hutan sehingga berkontribusi pada peningkatan suhu bumi, memperparah perubahan iklim, serta berdampak pada bencana ekologis.

Dampak karhutla juga sangat memengaruhi kesehatan anak. Anak mudah sakit, tumbuh kembangnya terhambat, akhirnya mereka menjadi generasi lemah. Hal ini tentu akan menjadi beban perawatan bagi para ibu, di samping beban kemiskinan akibat bencana berulang.

Akibat perampasan ruang hidup yang berdalih pembangunan kota, terjadi perubahan tata ruang wilayah perkotaan yang berujung pada tidak terkendalinya banjir dan hilangnya ruang hidup berupa pemukiman warga, serta kegiatan sosial dan ekonomi.

Ini baru sekelumit penderitaan perempuan dan anak akibat konflik agraria yang merampas ruang hidup mereka. Penderitaan yang sesungguhnya tentu jauh lebih banyak dari yang disajikan.

Sekularisme Kapitalisme adalah Penyebab Perampasan Ruang Hidup

Sederet konflik tersebut mengindikasikan bahwa negara tidak ubahnya sebagai penyedia karpet merah bagi investor ‘para kapitalis’, baik asing maupun lokal. Atas nama pembangunan, perampasan hak tanah dan lahan rakyat menjadi dalih pembenaran bagi penguasa untuk mengakomodasi kepentingan para investor. Penguasa lebih memihak kepentingan para investor dibandingkan dengan kewajiban memenuhi kebutuhan rakyatnya. Sedangkan investasi asing sebenarnya adalah imperialisme gaya baru untuk menguatkan cengkeraman dan kerakusan mereka dalam menguasai kekayaan negeri kita.

Perencanaan dan pengembangan perekonomian hanyalah kedok di balik tujuan sesungguhnya dari investasi asing. Investasi asing sejatinya merupakan propaganda kamuflase untuk membuka jalan bagi masuknya modal asing untuk menggantikan posisi tentara dan kekuatan militer dalam memaksakan dominasi atas negeri ini. Atas nama pembangunan untuk pertumbuhan ekonomi, investasi asing diutamakan, sedangkan nasib rakyat tidak diperhatikan, bahkan pendidikan generasi pun menjadi tumbal.

Pasal 33 (ayat 3) UUD 1945 pun sekadar bahasa formal yang tidak pernah ada realisasinya dalam kehidupan. Begitu pula dengan UU Minerba (UU 3/2020) yang tidak memiliki keberpihakan pada masyarakat terdampak tambang. Sentralisasi kewenangan dalam UU Minerba menjauhkan akses masyarakat daerah dari layanan publik dan pengaduan terkait pertambangan.

Lebih parah lagi, terlihat dari bunyi Pasal 162 UU Minerba bahwa masyarakat yang mencoba mengganggu aktivitas pertambangan dalam bentuk apa pun, bisa dilaporkan balik oleh perusahaan dan dijatuhi pidana, bahkan denda hingga sebesar Rp100 juta.

Kondisi ini wajar terjadi dalam sistem sekuler kapitalisme. Sistem ini mengakomodasi kerakusan para oligarki dan pemilik modal. Tersebab ulah oligarki yang menyatu dengan sistem politik demokrasi, terciptalah berbagai kebijakan yang membawa penderitaan bagi rakyat.

“Perselingkuhan” oligarki-demokrasi sebenarnya sebuah keniscayaan dalam sistem demokrasi sekuler kapitalisme. Oligarki bisa berkuasa membutuhkan demokrasi, sedangkan demokrasi akan tetap eksis dengan peran oligarki. Oligarki dan demokrasi keduanya akhirnya bersimbiosis mutualisme.

Wajar juga jika dari sistem ini muncul berbagai kezaliman yang dilegitimasi kekuasaan formal. Demokrasi menghasilkan kezaliman kepada rakyat, termasuk perampasan ruang hidup rakyat. Akibatnya, perempuan dan anak serta seluruh penghuni alam semesta ini tidak mendapatkan haknya yang seharusnya. Mirisnya, negara dan penguasanya, justru berposisi sebagai agen bagi para oligarki. Kebijakan-kebijakan negara malah berpihak untuk memenuhi kepentingan para oligarki.

Selain itu, akar masalah konflik agraria adalah sengketa kepemilikan tanah dan lahan. Tatanan sekuler saat ini yang mengambil sistem ekonomi kapitalisme telah memberikan kebebasan bagi individu-individu untuk memiliki tanah yang sangat luas.

UU dan peraturan yang dibuat pemerintah membuka jalan bagi investasi di berbagai sektor, baik perkebunan, pertambangan, infrastruktur, maupun pembangunan pulau-pulau kecil. Investasi mengakibatkan penguasaan tanah oleh perusahaan swasta. Pemerintah pemilik kekuasaan, menjadi pelayan bagi para pemodal yang akan berinvestasi. Tidak heran jika dalam setiap konflik agraria, posisi pemerintah selalu bersama investor (pemilik modal), dan sebaliknya, diakui ataupun tidak, zalim kepada rakyat.

Sudah seharusnya kita tidak membiarkan ini terus-menerus terjadi jika kita ingin menyelamatkan perempuan dan generasi.

--

Islam, Perisai bagi Perempuan dan Generasi

--

Berbeda dengan sistem kapitalisme neoliberal, sistem Islam benar-benar menutup celah pintu berbagai kezaliman, termasuk perampasan ruang hidup bagi perempuan dan anak. Dalam sistem Islam, negara wajib menempatkan kebijakan ekonominya untuk memenuhi kebutuhan dasar seluruh rakyat, termasuk kebutuhan tanah dan lahan.

Syariat Islam mengakui kepemilikan individu atas tanah sebagai hak milik, hak pakai, serta hak untuk mewariskan. Dengan tanah yang dimilikinya, individu akan mudah membangun rumah untuk tinggal sesuai tuntutan kehidupan keluarga muslim, sekaligus menjadi sumber ekonomi untuk mencari penghidupan (nafkah).

Syariat Islam juga menetapkan kepemilikan umum sebagai kepemilikan bersama, termasuk dalam hal ini adalah hutan, pulau, dan bahan tambang (deposit besar). Jadi, sebuah kesalahan jika lahan dan tambang dimiliki oleh individu demi mengembangkan suatu usaha.

Pembangunan di dalam Islam tidak melibatkan investasi asing yang justru akan membahayakan bagi negerinya. Pembangunan semata-mata diambil dari dana baitulmal. Dengan pengaturan yang sempurna ini, kesejahteraan bagi semua rakyat akan terjamin, termasuk perempuan dan anak. Pengaturan kepemilikan berbasis syariat Islam akan menjauhkan dari konflik horizontal (sesama rakyat) maupun konflik vertikal (rakyat dan penguasa).

Sudah saatnya umat Islam menerapkan syariat Islam secara kafah dan sempurna agar semua konflik agraria terselesaikan, perampasan ruang hidup tidak akan terjadi, perempuan dan anak pun bisa hidup aman dan sejahtera. Wallahualam bissawab.


Share this article via

968 Shares

0 Comment