| 34 Views
Kekayaan Raja Ampat Dirusak, Rakyat Papua Kian Merana

Oleh : Fitra Asril
Aktivis Muslimah Tamansari, Bogor
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menerjunkan tim untuk mengecek persoalan eksploitasi tambang nikel di Raja Ampat. Sebab, persoalan tersebut memicu kekhawatiran, merusak ekosistem lingkungan, termasuk kelautan. Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Sakti Wahyu Trenggono mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan lintas Kementerian, seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, serta Kementerian Lingkungan Hidup (Detikfinance, 5 Juni 2025).
Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana menekankan pentingnya keseimbangan antara ekonomi dan ekologi khususnya pada sektor Pariwisata, "Kita ingin pembangunan apapun, termasuk kepariwisataan, harus menjaga keseimbangan antara ekologi teritori sosial dan skala ekonomi", ujarnya dalam keterangan Pers, Kamis 5 Juni 2025. Kementerian Pariwisata (Kemenpar) mengambil beberapa langkah strategis untuk mengatasi isu tambang nikel di Raja Ampat, salah satunya adalah menggelar rapat koordinasi dengan Dewan Ekonomi Nasional (DEN) pada 5 Juni 2025 untuk memperkuat langkah perlindungan jangka panjang terhadap Raja Ampat. Salah satu inisiatif utama yang sedang dikaji, yaitu mendorong Raja Ampat menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Kawasan ini akan berfokus pada quality tourism, dengan mengedepankan sustainable tourism, serta investasi hijau yang berpihak kepada masyarakat dan lingkungan (Tempo.co)
Sebelumnya, Organisasi Non Pemerintah yang berfokus pada isu lingkungan Greenpeace Indonesia bersama empat pemuda Papua melakukan aksi protes saat dihelatnya Indonesia Critical Minerals Conference and Expo, Selasa 3 Juni 2025. Pada aksi itu, mereka membentangkan spanduk yang memuat tulisan "Nickel mines destroy live" dan "Save Raja Ampat from nickel mining". Aksi protes ini dilakukan sebagai bentuk keprihatinan atas reaktivasi dan diterbitkannya IUP (Izin Usaha Tambang) nikel oleh Pemerintah di lokasi tersebut.
Meskipun Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia mengatakan jarak tambang nikel di Pulau Gag dengan kawasan Pariwisata Raja Ampat mencapai 30 km, akan tetapi jarak tambang nikel di Pulau lainnya, seperti Pulau Kawe dan Manuran tergolong dekat, yang artinya sangat berdampak kepada ekosistem laut , mengancam keanekaragaman hayati, dan masa depan masyarakat Papua. Sudah semestinya, izin tambang yang sudah terbit sejak tahun 2017 di Era Jokowi ini menjadi isu serius yang harus segera ditindaklanjuti oleh Pemerintah. Jangan hanya atas dasar pengelolaan sumber daya alam, kesepakatan dengan pemilik modal (Oligarki) tanpa melihat bahaya yang mengintai, akhirnya merusak alam secara keseluruhan.
Sementara Islam punya mekanisme dalam pengelolaan sumber daya alam, yakni tegak atas dasar keimanan, termasuk dalam pengelolaan tambang. Rasulullah SAW telah memberi contoh tata cara mengelola harta tambang, contoh tersebut merupakan hukum Syari'at yang wajib diambil oleh Negara. Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: "Ada 3 hal yang tidak boleh dilarang (orang lain dihalangi untuk memanfaatkannya), rerumputan, air, dan api. (HR. Ibnu Majjah)".
Barang tambang yang jumlahnya melimpah haram dimiliki oleh individu, karena harta tersebut milik umum. Dengan panduan Syari'at, pengelolaan tambang dilakukan secara mandiri tanpa campur tangan individu maupun swasta. Hasilnya akan dikembalikan kepada umat. Distribusinya diberikan secara langsung dalam bentuk subsidi energi dan sejenisnya, atau secara tidak langsung dalam bentuk jaminan gratis kebutuhan publik yang dibiayai oleh pos kepemilikan umum Baitul Mal.
Wallahu a'lam bi showab