| 954 Views
Pencitraan Pemerintah Lewat Subsidi LPG
Oleh : Ros Rodiyah
Komisi VII DPR RI mengusulkan adanya perubahan sistem skema pemberian liquefied petroleum gas (LPG) dari yang saat ini berlaku subsidi pada produk, diubah menjadi subsidi langsung berupa uang tunai kepada warga yang berhak.
Masyarakat indonesia termasuk dalam kategori penerima subsidi LPG 3 kg nantinya bisa menerima bantuan berupa nominal uang hingga Rp 100.000,- perbulan.
Hal ini diungkapkan oleh wakil ketua komisi VII DPR RI Eddy Soeparno. Eddy memperkirakan usulan itu bisa berjalan pada tahun 2026 mendatang dibarengi dengan penyelesaian Data Terpadu Indonesia Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Eddy mengatakan, persaat ini, pihaknya memperhitungkan bahwa setiap rumah tangga akan mendapatkan “jatah”subsidi setara 3-4 tabung perbulannya.
Adapum, skema pemberian nominal uang sebagai subsidi LPG kepada masyarakat tersebut akan diberikan melalui transfer kepada masing-masing rekening masyarakat yabg terdata dalam DTKS.
Sementara, kata Eddy, masyarakat yang tidak memiliki rekening untuk bisa ditransfer uang oleh pemerintah maka akan diberikan secara tunai oleh petugas yang ditugaskan.
Eddy menyadari, untuk bisa mengaplikasikan skema baru yang diusulkan tersebut membutuhkan waktu untuk bisa diterapkan. Alasanya, pemerintah harus menyempurnakan data siapa yang paling berhak menerima bantuan dana tunai tersebut.
Saat ini, harga jual LPG 3 kg yang beredar khususnya di wilayah jakarta dan sekitarnya berkisar antara Rp 19.000 - Rp 22.000 per tabung. Namun nyatanya harga keekonomian dari LPG di indonesia telah mencapai Rp 53.000,- per tabung.
Eddy mengungkapkan subsidi yang diberikan pemerintah pada LPG 3 kg telah mencapai Rp 33.000,- per tabung. (Cnbc indonesia).
Kenapa pemerintah tengan mewacanakan peralihan subsidi LPG pada BLT(Bantuan Langsung Tunai)? Alasannya selain karena dianggap tidak tepat sasaran, subsidi LPG ini pun semakin membebani APBN. Kebijakan ini sejalan dengan target pemerintah dalam upayanya memangkas subsidi dan kompensasi energi hingga Rp 672 triliun pada 2025.
Jelas, mencabut subsidi migas bukan solusi. Bagaimana pun juga efek kenaikan harganya akan cepat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat karena LPG berkaitan dengan produktivitas perekonomian. Selain itu, pencabutan subsidi LPG juga menyebabkan harga barang-barang naik dan jika terus menerus terjadi akan menyebabkan inflasi.
Selanjutnya akan berdampak pada penurunan daya beli dan menurunnya kesejahteraan masyarakat. Contohnya adalah para pelaku usaha makanan/kuliner, dengan adanya pencabutan subsidi, otomatis akan membebani ongkos produksinya. Dan untuk menutupi ongkos produksi tersebut, para pelaku usaha akan menaikan harga jualnya kepada konsumen. Ini akan menambah penderitaan rakyat kecil.
Dalam hal migas pengelolaan sumber daya alam ala liberal kapitalisme, ini menampakkan subsidi memang suatu yang diharamkan. Ini merupakan upaya pemerintah memuluskan penghapusan subsidi secara bertahap. Kalau secara langsung dicabut subsidi itu sebdiri, maka akan banyak ditentang oleh masyarakat karena menganggap itu adalah kewajiban pemerintah yang memang tugasnya untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Dibuatlah sebuah alasan bahwa subsidi akan tetap diberikan tetapi harus tepat sasaran. Sedangkan BLT yang digelontorkan kepada rakyat jelas tidak sebanding dengan biaya kebutuhan hidup yang terus meningkat. Untuk itu, makin nyata bahwa BLT hanyalah politik pencitraan pemerintah.
Dalam sistem islam, terkait pengelolaan LPG itu bukan subsidi, melainkan milik umum yang wajib dikelola oleh negara sebagai wakil dari rakyat dan tidak boleh dikelola oleh swasta ataupun asing. Harga gas harus terjangkau oleh rakyat karena tidak lain merupakan kebutuhan pokok untuk semua lapisan masyarakat. Bahkan, gas yang gratis sangat mungkin bisa terwujud. Negara akan membagikan hasil dari pengelolaan migas dalam bentuk barang ataupun pembangunan sejumlah fasilitas umum seperti sekolah, rumah sakit, gedung pemerintahan dll. Dan juga dalam pengelolaan migas itu sendiri hasilnya bisa menggratiskan biaya sekolah, biaya kesehatan, membebaskan pajak bagi warga yang tidak mampu.
Subsidi LPG ini merupakan paradigma yang betul-betul kapitalistik. Menganggap hubungan antara rakyat dengan penguasa itu seolah-olah hubungan dagang. Penguasa sebagai pedagang, rakyat sebagai pembelinya.
Oleh karena itu, paradigma pengelolaan SDA ala kapitalisme ininharus dihentikan dan diganti dengan paradigma islam sehingga rakyat tidak selalu dianggap beban.
Jadi, tugas penguasa itu mengurus rakyat dan memberikan jaminan agar rakyat bisa hidup sejahtera. Dengan mengelola SDA menggunakan paradigma islam.
Hadits Rasulullah SAW “Kaum muslimin berserikat dalam 3 perkara yaitu padang rumput, air dan api.” (HR Abu dawud dan Ahmad).
Wallahu a’lam