| 15 Views

Rakyat Disuruh Pintar Tapi Susah Mendapatkan Akses Belajar?

Oleh : Siti Aisyah
Aktivis Dakwah Islam

Faktor utama penyebab ketimpangan pendidikan berawal dari permasalahan yang mendasar yakni: Pertama, keterbatasan akses dan infrastruktur pendidikan memadai. Kedua, kondisi geografis antara pulau satu dengan pulau lainnya memiliki jarak tempuh yang lama, sering kali akses jalan yang ditempuh hanya dapat menggunakan jalur laut untuk sampai ke sekolah. Ketiga, hambatan sosial dan budaya seperti konstruksi sosial yang menganggap pendidikan bukan menjadi hal yang penting dan sebagainya. Keempat, keterbatasan guru. Kondisi ini, sering kali menjadikan tiga Mata Pelajaran (Mapel) yang berbeda diampu oleh guru yang sama dikarenakan jumlah guru dalam lingkungan sekolah tersebut tidak mencukupi. Kelima, guru dengan kualitas rendah. Fenomena guru yang pilah-pilih tempat mengajar acapkali dilakukan. Mayoritas guru kebanyakan mengajar di daerah perkotaan sementara sangat sedikit guru dengan sukarela mengajar di daerah terpencil. Hal ini menjadikan sumber daya guru yang cakap sering kali ditemukan di kota besar (Maulido et al, 2024; Rahmadi, 2020).

Akibat Kapitalisasi Pendidikan?

Sulitnya akses terhadap pendidikan tinggi disebabkan oleh kapitalisasi pendidikan yang menjadikan pendidikan sebagai komoditas ekonomi sehingga menjadi mahal. Penyelenggaraan pendidikan tinggi diposisikan sebagai bisnis yang bertujuan untuk meraih keuntungan, bukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan.

Mirisnya, kapitalisasi pendidikan tidak hanya terjadi di kampus swasta, melainkan juga di kampus negeri. Apalagi pada jurusan-jurusan tertentu yang terkategori elite, seperti kedokteran, biaya yang harus dikeluarkan makin besar lagi.

Sebagai contoh, survei yang dilakukan terhadap 1.024 responden menunjukkan bahwa 97% mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) keberatan dengan angka UKT saat ini. (CNN Indonesia, 14-1-2023).

Pemerintah juga bukan tidak tahu dengan kondisi ini, bahkan sudah membuat kebijakan sebagai solusi. Namun, alih-alih menyolusi, kebijakan pemerintah justru melanggengkan praktik pendidikan mahal ini. Aturan UKT yang memberatkan, tidak dihapuskan, tetapi hanya ditambal sulam, yaitu dengan opsi banding dan mencicil. Nyatanya, meski mencicil, tetap saja UKT harus dibayar utuh. Proses pengajuan kelonggaran UKT pun tidak mudah dan tidak banyak yang dikabulkan sehingga UKT tetap saja mahal.

Bagaimana Solusi dalam Islam ? 

Khilafah menyediakan pendidikan secara gratis bagi rakyat, termasuk pendidikan tinggi. Hal ini tertuang dalam Muqaddimah Dustur pasal 173 (Syekh Taqiyuddin an-Nabhani), “Negara wajib menyelenggarakan pendidikan berdasarkan apa yang dibutuhkan manusia di dalam kancah kehidupan bagi setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan dalam dua jenjang pendidikan, yakni pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Negara wajib menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh warga negara secara cuma-cuma. Mereka diberi kesempatan seluas-luasnya untuk melanjutkan pendidikan tinggi secara cuma-cuma.”

Negara akan menyediakan gedung kampus berikut perpustakaan, laboratorium, aula, klinik, serta sarana dan prasarana pendidikan lainnya. Negara juga akan merekrut dan menggaji dosen dan tenaga administrasi.

Negara juga membiayai berbagai penelitian yang dilakukan oleh kampus, hasil penelitian tersebut bisa ditindaklanjuti untuk kemaslahatan rakyat. Untuk mewujudkan jaminan pendidikan tinggi yang gratis ini, Khilafah membiayainya dari baitulmal, yaitu dengan mengoptimalkan pos-pos pemasukannya, terutama dari pengelolaan sumber daya alam.

Dalam Khilafah, pendidikan adalah hak setiap warga, miskin ataupun kaya. Negara wajib menyediakannya secara gratis dan merata untuk membentuk manusia berilmu dan bertakwa dan berketrampilan tinggi. Khilafah memiliki sumber dana yang mumpuni untuk mewujudkannya. Dana pendidikan diambil dari Baitul Mal, khususnya pos fai', kharaj, dan kepemilikan umum. Negara mengelola langsung pendidikan tanpa campur tangan swasta.

Wallahu a'lam Bissawab.


Share this article via

8 Shares

0 Comment