| 15 Views

Hari Santri di Sumedang: Antara Seremonial dan Perjuangan Hakiki

Oleh : Siti Martiana 

Ratusan santri, kiai, dan tokoh masyarakat berkumpul dalam suasana khidmat sekaligus hangat. Nuansa putih dan hijau mendominasi ruangan—warna yang lekat dengan dunia pesantren dan semangat keislaman.

Di sinilah Pemerintah Kabupaten Sumedang secara resmi menandai dimulainya rangkaian Peringatan Hari Santri Tahun 2025 melalui kegiatan Kick Off Hari Santri yang juga dirangkaikan dengan pelantikan Pengurus Cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Kabupaten Sumedang Masa Khidmat 2025–2029 oleh Pimpinan Wilayah ISNU Jawa Barat.

Bupati Sumedang Dony Ahmad Munir hadir langsung membuka acara tersebut. Dalam sambutannya, ia menyebut momentum ini sebagai hari yang bersejarah dan penuh makna bagi Sumedang.

“Hari ini adalah hari istimewa, hari yang bersejarah dimulainya peringatan Hari Santri. Kick off ini ibarat tendangan pertama agar seluruh stakeholder bisa menjiwai dan menumbuhkan suasana bahwa sekarang adalah Hari Santri. Gaungnya harus terasa ke seluruh penjuru Sumedang,” ujar Bupati Dony di hadapan peserta.

Menurut Dony, semangat Hari Santri bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan panggilan untuk menghidupkan kembali nilai-nilai perjuangan, keikhlasan, dan pengabdian yang diwariskan para santri dan ulama.

“Para santri dan kiai sejak dulu berjuang menjaga dan mempertahankan NKRI dengan iman, ilmu, doa, pengabdian, dan perjuangan. Mari nyalakan kembali semangat itu, agar generasi muda tidak lupa sejarah dan terus meneladani ketulusan mereka,” katanya.

Lebih jauh, Bupati Dony menegaskan bahwa keberadaan para kiai, ustaz, dan santri selama ini telah menjadi benteng moral masyarakat. Mereka tidak hanya menjaga nilai-nilai agama, tetapi juga menegakkan ketenteraman sosial di tengah perubahan zaman yang serba cepat.

Seiring peringatan Hari Santri Nasional yang kembali digelar di berbagai daerah, termasuk di Kabupaten Sumedang, kita patut bersyukur atas penghargaan negara terhadap peran besar para santri dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Namun, sudah semestinya Hari Santri tidak hanya menjadi seremoni tahunan yang penuh simbol, tetapi menjadi momentum untuk mengevaluasi peran santri dalam kebangkitan umat dan pembangunan bangsa, khususnya dari perspektif Islam yang sejati.

Di Sumedang sendiri, peringatan Hari Santri 2025 berlangsung cukup meriah dengan berbagai kegiatan seperti kirab santri, lomba-lomba islami, hingga doa bersama. Namun pertanyaannya: apakah kegiatan ini cukup untuk mewujudkan peran santri dalam menjawab tantangan zaman—seperti kemiskinan, kerusakan moral, dan ketimpangan hukum?

Jika kita mengacu pada pemikiran Syekh Taqiyuddin An-Nabhani,  seorang mujtahid abad ke-20, santri atau pelajar Islam seharusnya menjadi bagian dari upaya serius untuk menegakkan kembali kehidupan Islam secara kaffah. Menurut beliau, kemuliaan umat Islam hanya akan terwujud dengan tegaknya syariat Islam secara menyeluruh di bawah naungan Khilafah Islamiyah. Dalam bukunya Nidzam al-Islam dan Muqaddimah ad-Dustur, beliau menegaskan bahwa perjuangan sejati bukan sekadar simbolik, melainkan perjuangan ideologis yang menyeluruh dalam mengubah realitas umat menuju penerapan Islam yang sempurna dalam seluruh aspek kehidupan: politik, ekonomi, sosial, hukum, dan pendidikan.

Hari Santri semestinya menjadi momen untuk menegaskan kembali identitas santri sebagai pejuang perubahan, bukan hanya penjaga tradisi. Santri harus menjadi pelopor dakwah ideologis yang menyeru pada tegaknya syariah Islam, bukan malah larut dalam nasionalisme sempit yang justru membatasi peran Islam dalam politik dan kenegaraan.

Adapun solusi dalam Islam terhadap fenomena Hari Santri yang cenderung seremonial adalah:

Pertama Menanamkan kesadaran politik Islam di kalangan santri, agar mereka memahami bahwa Islam memiliki sistem kenegaraan yang khas dan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan publik.

Yang kedua Mengkaji pemikiran Islam mendalam, sebagaimana dilakukan para ulama mujtahid, agar santri tidak hanya menghafal kitab, tetapi juga mampu memberikan solusi atas problematika umat dengan metode Islam.

Mengubah arah perjuangan santri, dari sekadar simbolik menjadi perjuangan ideologis untuk menerapkan Islam secara menyeluruh dalam kehidupan nyata.

Dengan demikian, semangat Hari Santri bukan hanya untuk mengenang masa lalu, tetapi menjadi dorongan kuat untuk mencetak generasi santri yang siap memimpin umat dalam mewujudkan perubahan hakiki—yakni tegaknya kembali sistem Islam yang diridhai Allah.


Share this article via

0 Shares

0 Comment