| 121 Views
Pengelolaan Listrik dalam Sistem Kapitalis

Oleh : Isromiyah SH
Pemerhati Generasi
Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara: padang rumput, air, dan api. - HR Abu Dawud dan Ahmad
Sebaran listrik yang merata adalah kebutuhan dasar bagi setiap warga, namun masih ada wilayah-wilayah yang belum teraliri listrik secara memadai. Sampai triwulan I 2024 masih ada 112 desa/kelurahan yang belum dialiri listrik(tirto.id).
Menurut Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jisman P Hutajulu, pada 2023 terdapat 185.662 rumah dari 140 desa/kelurahan di Papua belum mendapat aliran listrik. Tepatnya di beberapa daerah di pegunungan Papua, seperti Kabupaten Intan Jaya, Puncak Jaya, dan Pegunungan Bintang. Selain Papua, kawasan yang belum sepenuhnya teraliri listrik secara memadai:
- Maluku
Pulau-pulau kecil di Kepulauan Maluku seperti Pulau Wetar, Eti, dan Babat masih dalam proses elektrifikasi penuh. - Kalimantan Selatan
Kabupaten Tabalong, tepatnya di beberapa desa Dambung Raya, Desa Hegarmanah di Kecamatan Bintang Ara. - Sulawesi Barat
Beberapa desa di Kabupaten Mamuju dan Mamasa belum dialiri listrik secara memadai.
Mengapa di zaman serba digital ini listrik masih belum merata? Padahal kalau dilihat dari sejarahnya sejak 1927 di masa pemerintah Belanda sudah terbentuk perusahaan listrik negara di beberapa daerah. Pemerintah beralasan kondisi geografis seperti dataran rendah hingga pegunungan yang terpencil sulit terjangkau infrastruktur listrik konvensional. Belum lagi faktor cuaca dan biaya yang tinggi untuk membangun jaringan listrik di daerah terpencil dianggap menjadi kendala tambahan. Realitanya, listrik yang menjadi hajat hidup orang banyak sudah ditangani swasta, tepatnya sejak tahun 2000-an. Dengan terbitnya UU no 30 tahun 2009 badan swasta atau asing tetap bisa berperan sebagai pihak penyedia energi listrik. Negara lepas tangan dari tanggung jawab menyediakan pelayanan listrik kepada warga dan memberikan kebebasan kepada swasta untuk mengelola atau berinvestasi di bidang ini. Maka tak heran swasta tidak tertarik untuk membangun pembangkit listrik di wilayah pelosok atau terpencil karena dianggap tidak menguntungkan.
Keberadaan perusahaan listrik swasta membuat harga listrik makin mahal. Biaya produksi PLN untuk PLTU sebesar RP 653 per kWh. Sedangkan biaya produksi swasta sebesar Rp1015 kWh. Swasta tidak peduli merusak harga pasar. Maka memang solusi hanya satu, ketenagalistrikan harus dikuasai oleh negara agar segala kendala kelistrikan tidak menjadi masalah dari tahun ke tahun.
Pengelolaan listrik dalam sistem Islam
Listrik wajib dikelola oleh negara. Untuk memenuhi kebutuhan listrik negara menempuh beberapa kebijakan : membangun sarana dan fasilitas pembangkit listrik yan memadai, melakukan eksplorasi bahan bakar listrik secara mandiri, mendistribusikan pasokan listrik ke rakyat dengan harga murah, mengambil keuntungan pengelolaan sumber energi listrik untuk memenuhi kebutuhan rakyat.
WallahuAlam.