| 244 Views

Ormas Mengelola Tambang; Yakin Bisa?

Oleh : Alfiah, S.Si

Jagat perormasan dihebohkan dengan kebijakan pemerintah yang akan memberikan izin pengelolaan tambang untuk organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan. PBNU menyambut positif kebijakan ini. Bahkan PBNU menyatakan kesiapannya untuk mengajukan izin dalam pengelolaan tambang. Tetapi ternyata sikap PBNU bertolak belakang dengan Tokoh Muda Nahdatul Ulama dan kalangan grassroot Nahdliyyin yang menolak pemberian  konsesi tambang.

Sementara PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) memiliki sikap menolak. Lewat Sekretaris Umum PGI Pendeta Jacky Manuputty, ia menyatakan bahwa PGI terpanggil untuk melakukan pelayanan sosial ekologis. Menurutnya mengambil bagian sebagai pelaku usaha pertambangan justru membuat PGI terjebak untuk melawan mandat dan panggilan ber-gereja-nya. Sikap kritis yang sama juga ditunjukkan oleh Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). HKBP bahkan menegaskan untuk tidak akan terlibat dalam kegiatan pertambangan. Demikian juga seruan penolakan datang dari para petinggi Muhammadiyah.

Perlu diketahui peluang ormas keagamaan mendapatkan izin tambang ini tertuang dalam Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 96/2021 tentang Pelaksanaan usaha pertambangan mineral dan batubara (minetba) yang diperbaharui menjadi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25/2024. Dalam beleid ini, antara lain mengatur soal ormas keagamaan untuk mendapatkan prioritas izin tambang.

Berbagai penolakan terhadap pengelolaan tambang oleh ormas tidak lain karena dampak dari eksploitasi sumberdaya alam cenderung membawa dampak kerusakan lingkungan. Kerusakan alam yang luar biasa serta pencemaran lingkungan seperti lubang-lubang raksasa di Aceh, Sidoarjo, Kalimantan,  Papua dan daerah-daerah lain adalah karena eksploitasi alam yang berlebihan. Sudah jamak diketahui bahwa pengelolaan pertambangan selama ini telah menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan mengabaikan hak asasi manusia (HAM), misalnya konflik dengan masyarakat adat terkait penggusuran ruang hidup dan adanya deforestasi.

Patut diduga bahwa pemberian izin usaha pertambangan kepada ormas adalah taktik pemerintah menjadikan ormas keagamaan sebagai tameng rezim. Rezim oligarki selama ini telah didukung para pengusaha sektor ekstraktif untuk mengamankan proyeknya. Apalagi nantinya tambang tidak akan dikelola langsung oleh ormas keagamaan melainkan oleh perusahaan ekstraktif. Lagi-lagi,, oligarki dan korporatokrasi yang akan diuntungkan dalam hal ini karena ormas akan menjadi perisai yang akan menutupi setiap kebobrokan rezim.

Padahal ormas keagamaan adalah representasi dari jamaah yang mempunyai tugas atau peran yaitu mengajak kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang Munkar. Sebagaimana Firman Allah SWT dalam QS. Ali Imran: 104 yang artinya, "Hendaklah ada segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh berbuat yang ma'ruf dan mencegah dari yang Munkar dan mereka itulah orang-orang yang beruntung,"

Berarti jika jamaah dakwah (ormas) melakukan aktivitas yang justru bertentangan dengan perintah Allah di atas membuktikan ormas tersebut telah menyimpang dari amanat yang seharusnya ia lakukan, yaitu menyeru kepada kebaikan dan melakukan amar ma'ruf dan bagi munkar.

Ormas seharusnya melakukan kritik, koreksi dan nasehat kepada penguasa. Aktivitas ini merupakan sikap politik yang paling agung yang diperintahkan oleh Allah agar ormas tidak kehilangan vitalitasnya. Pemberian konsesi tambang kepada ormas merupakan keharaman karena tambang adalah kepemilikan umum anggota harusnya dikelola oleh negara dan hasilnya diserahkan kepada rakyat.

Jadi negara tidak boleh menyerahkan pengelolaan tambang kepada ormas atau swasta. Jika ada pihak swasta atau ormas yang terlibat dalam pengelolaan tambang maka status mereka adalah sebagai ajir (pekerja) yang digaji oleh negara.

 Jadi jelas bahwa Peraturan Pemerintah ini sangat membahayakan karena ormas akan dimanfaatkan oleh pihak lain (investor atau perusahaan ekstraktif). Akibatnya tidak menutup kemungkinan para kapitalis akan memberikan persyaratan yang akan merugikan ormas dan masyarakat. Bahaya selanjutnya ormas akan berubah arah perjuangan dan peranannya dalam masyarakat karena sudah disibukkan dengan pengurusan tambang. Wallahu a'lam bi ash shawab


Share this article via

66 Shares

0 Comment