| 18 Views

Memberantas Korupsi Di Sistem Kapitalisme Demokrasi, Mungkinkah?

Oleh : Ummu Alvin
Aktivis Muslimah

Presiden RI Prabowo Subianto, mengakui tingkat korupsi di Indonesia sudah mengkhawatirkan dan telah menjadi masalah dasar bagi penurunan kinerja di semua sektor, hal ini disampaikannya dalam forum dunia World Government Summit 2025, Kamis (13/2/2025) secara virtual.

Dalam sambutannya pada forum itu, kepala negara berkomitmen teguh untuk memberantas korupsi dan maladministrasi, menurut Prabowo dibutuhkan keberanian untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih serta mengakui bahwa korupsi tersebut sebagai kelemahan dan kekurangan di negara ini. Prabowo pun mengungkapkan bahwa segala bentuk korupsi seperti penyalahgunaan dana pemerintah, penggelapan, pajak rendah yang hanya berpihak pada pengusaha telah dirasakan dampaknya oleh masyarakat karenanya Prabowo pun mengungkapkan alasannya untuk melakukan efisiensi di Kementerian/lembaga hingga 20 miliar dolar AS, dan mengalokasikan dana tersebut dalam berbagai proyek strategis dan berkelanjutan. Menurutnya tidak ada satupun individu yang dapat kebal hukum.

Korupsi adalah akar dari semua kemunduran di sektor-sektor adapun sektor yang terdampak korupsi mulai dari pendidikan hingga penelitian dan pengembangan. Prabowo yakin dengan komitmennya memberantas korupsi mendapat dukungan banyak pihak. Dan setelah 100 hari kepemimpinannya, Prabowo merasa mayoritas rakyat Indonesia mendukungnya, mereka menderita setiap hari akibat korupsi ini, ujarnya. Prabowo juga menilai, tata pemerintahan yang baik adalah kunci untuk membasmi korupsi.

Semua yang disampaikan presiden dalam pidatonya tersebut memang benar dan seolah-olah memang itulah yang dibutuhkan rakyat saat ini, kita butuh pemerintahan yang baik dan juga kita tidak butuh adanya individu yang kebal hukum, tapi pada prakteknya, penerapan sistem kapitalisme sekulerisme inilah yang telah membuka celah terjadinya korupsi secara sistemik, pada berbagai bidang dan level jabatan serta para pemilik modal yang mendapat proyek dari negara.

Sistem demokrasi membuka peluang bagi para oligarki memodali pemilihan Wakil rakyat dan pejabat, sehingga siapapun yang jadi pemimpin pasti akan tunduk pada pemilik modal, jadi jelas di sini para pemilik modal ini pastinya akan kebal hukum, mustahil jika dikatakan ada individu yang tidak kebal hukum, karena hukum di negeri ini justru dibuat oleh para pemimpin, pejabat dan wakil rakyat demi menguntungkan pemilik modal. Jadi sangat jelas bahwa pemilik modal di negeri ini kebal hukum.

Keadaan ini akhirnya menjadikan negara lemah di hadapan oligarki, rakyat terus menjadi korban, ditambah lagi hukum yang diterapkan di negeri ini tidak memberikan efek yang jera bagi para pelaku korupsi, hukuman yang diberikan tidak setimpal dengan kerugian yang ditimbulkannya bagi negara, bahkan hakim justru memihak kepada para penjahat berdasi ini alias koruptor. Keadilan di negeri ini "Bak pisau dapur tajam ke bawah tumpul ke atas", apabila rakyat kecil yang terjerat kasus maka hukumannya bisa sangat berat, tapi apabila pejabat ataupun orang-orang berduit yang menjadi pelakunya, maka hukumannya bisa menjadi seminimal mungkin atau bahkan bisa diampuni karena pelaku sopan dan berkelakuan baik. Hampir semua pemimpin yang terpilih sejak orde lama secara terus-menerus dan terbuka menyatakan niatnya untuk memberantas korupsi namun seiring pernyataan yang dikeluarkan tidak ada aksi nyata di lapangan yang maksimal untuk membasmi korupsi, bagaimana mungkin membasmi korupsi bila kapitalisme demokrasi adalah akar penyebabnya?

Berbeda dengan sistem Islam di mana Islam menutup rapat-rapat celah korupsi, bahkan kemungkinan korupsi menjadi nol, Hal ini dapat terwujud karena penerapan sistem yang tegas dan menjerakan. Dalam agama Islam korupsi merupakan perbuatan zina yang dihukum dengan berat seperti potong tangan hingga menimbulkan efek jera. Hal ini akan menyadarkan bahwa korupsi merupakan perbuatan yang perlu tindakan tegas dan keras.

Korupsi dalam Syariah Islam disebut dengan perbuatan khianat, orangnya disebut khaa`in, termasuk di dalamnya adalah penggelapan uang yang diamanatkan atau dipercayakan kepada seseorang. Tindakan khaa`in ini tidak termasuk definisi mencuri (sariqah) dalam Syariah Islam, sebab definisi mencuri (sariqah) adalah mengambil harta orang lain secara diam-diam (akhdzul maal ‘ala wajhil ikhtifaa` wal istitar). Sedang khianat ini bukan tindakan seseorang mengambil harta orang lain, tapi tindakan pengkhianatan yang dilakukan seseorang, yaitu menggelapkan harta yang memang diamanatkan kepada seseorang itu. (Lihat Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul Uqubat, hlm. 31).

Karena itu, sanksi (uqubat) untuk khaa`in (pelaku khianat) bukanlah hukum potong tangan bagi pencuri (qath’ul yad) sebagaimana diamanatkan dalam QS Al Ma`idah : 38, melainkan sanksi ta’zir, yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim.

Dalam sebuah hadis dari Jabir bin Abdullah, Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda :
“Laysa ‘ala khaa`in wa laa ‘ala muntahib wa laa ‘ala mukhtalis qath’un.” (Tidak diterapkan hukum potong tangan bagi orang yang melakukan pengkhianatan [termasuk koruptor], orang yang merampas harta orang lain, dan penjambret).” (HR Abu Dawud).  (Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul Uqubat, hlm. 31).

Lalu kepada koruptor diterapkan sanksi apa? Sanksinya disebut ta’zir, yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim. Bentuk sanksinya bisa mulai dari yang paling ringan, seperti sekedar nasehat atau teguran dari hakim, bisa berupa penjara, pengenaan denda (gharamah), pengumuman pelaku di hadapan publik atau media massa (tasyhir), hukuman cambuk, hingga sanksi yang paling tegas, yaitu hukuman mati. Teknisnya bisa digantung atau dipancung. Berat ringannya hukuman ta’zir ini disesuaikan dengan berat ringannya kejahatan yang dilakukan. (Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul Uqubat, hlm. 78-89).

Negara Islam juga memiliki sistem pendidikan yang bertujuan untuk membentuk generasi yang bersyaksiyah islamiyah, yang jauh dari kemaksiatan, dengan adanya kontrol masyarakat dan penerapan Islam secara kaffah oleh negara, maka budaya korupsi yang diciptakan oleh kapitalisme demokrasi akan dapat diberantas dengan tuntas.

Wallahu a'lam bish showwab.


Share this article via

15 Shares

0 Comment