| 97 Views
Anggaran Pendidikan Dipangkas, Masa Depan Dirampas

Oleh : Dian Harisah
Kami tidak ingin ada anak-anak yang kelaparan, begitulah penggalan pidato Presiden Prabowo Subiyanto yang sekaligus menjabat sebagai Ketua Umum partai Gerindra saat acara perayaan ulang tahun ke-17 partai tersebut. (Kompas.com, 16/2/25) Inilah kiranya yang memunculkan gagasan pemangkasan anggaran yang kini tengah dijalankan pemerintahan Prabowo-Gibran.
Berdasar pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 pemerintah menjalankan kebijakan pemangkasan anggaran yang berfokus pada efisiensi belanja dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di tahun anggaran 2025.
Di antara kementrian dan lembaga yang terdampak efisiensi anggaran antara lain: Kementrian Pertahanan, Badan Pemeriksaan Keuangan, Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Polri, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangungan, Badan Gizi Nasional, Komisi Pemberantasan Korupsi, Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. (Tempo.co, 15/2/25)
Meski tidak masuk dalam daftar kementrian yang dikenai pemotongan, Kementrian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dan Kementrian Pendidikan Sain dan Teknologi (Kemendiksaintek) juga terkena imbas efisiensi anggaran. Kemendikdasmen memiliki anggaran tambahan dari APBN semula Rp 33,5 trilliun hanya menerima Rp 25 trilliun. Begitu pula dengan Kemendiksaintek yang semula total pagu anggaran pada tahun 2025 Rp 56,6 triliun, terkena pemotongan anggaran sebesar 14,3 triliun. (Kompas.com, 13/2/25) Menurut Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi lembaganya juga dipangkas 47 % atau senilai Rp 160 miliar. Namun, dia tetap menjanjikan program pangan murah masih berlanjut. (Tempo.co, 15/2/25)
Pemangkasan Anggaran, Salah Kaprah Pengelolaan Anggaran
Efisiensi anggaran ini nyatanya telah banyak menyasar alokasi anggaran yang sejatinya untuk rakyat. Di antaranya yang menyangkut kebutuhan komunal rakyat missal layanan umum, pendidikan dan pangan. Demi ambisi proyek-proyek populis yang masuk program prioritas pemerintah seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), pemerintah harus mengatur ulang anggarannya karena pemasukan dari pajak tidak sesuai harapan.
Efisiensi anggaran ini nampak tanpa pemikiran yang matang, yang justru akan mengorbankan masa depan rakyat. Beberapa perguruan tinggipun telah berancang-ancang untuk menaikkan Uang Kuliah Tunggal (UKT) sebagai dampak pemangsakan anggaran pendidikan. Bukan hanya memangkas tapi juga merampas masa depan generasi dalam mengakses pendidikan. Hal ini juga akan berpengaruh pada kinerja para aparatur negara belum lagi sektor vital seperti pendidikan dan kesehatan yang juga ikut terimbas. Alhasil, kebijakan pemangkasan anggaran justru memunculkan masalah baru bahkan tak hanya itu, kebijakan ini justru memperlebar peluang masuknya dana asing.
Sebenarnya, Indonesia kaya akan Sumber Daya Alam (SDA) hanya saja politik anggaran yang diterapkan negeri ini rusak dan merusak. Semua itu karena negeri ini menerapkan sistem ekonomi kapitalisme yang pro kepentingan pemilik modal. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Nidzamul Islam bab Qiyadah Fikriyah fil Islam menjelaskan bahwa sistem ekonomi kapitalisme melegalkan kepemilikan, akhirnya SDA yang seharusnya dikelola negara untuk kepentingan rakyat justru dikuasai pemilik modal.
Keuntungan yang seharusnya bisa digunakan untuk membiayai kebutuhan rakyat justru masuk ke kantong pribadi korporat sehingga negara tidak memiliki sumber anggaran yang kokoh. Negara kapitalis hanya menjadi regulator kebijakan untuk pemiliki modal. Negara kapitalis bersikap populis otoritarian kepada rakyat untuk memoles wajah aslinya agar terlihat peduli kepada rakyat.
Selama paradigma ekonomi masih kapitalis/ neoliberal, jangan berharap ada anggaran yang pro rakyat. Indikasinya bisa dilihat dari aspek penerimaan maupun pengeluaran anggaran. Dari sisi penerimaan, sumber utama RAPBN berasal dari pajak yang diambil dari rakyat yaitu sekitar 70 %. Sumber lainnya, hutang, sebesar 10 %. Padahal kekayaan alam negeri ini masih banyak seperti tambang emas, perak, minyak, gas dan lainnya. Kemana hasil kekayaan alam tersebut yang harusnya menjadi sumber utama APBN itu?
Adapun dari sisi pengeluaran, APBN selalu dibebani oleh anggaran pembayaran hutang luar negeri. Kalau dihitung dengan pokoknya, cicilan mencapai 25 % APBN; 50 % APBN lainnya digunakan untuk belanja pegawai dan para pejabat. Sementara, anggaran subsidi untuk kepentingan rakyat terus dikurangi. Kebijakan pemangkasan anggaranpun nampak serampangan dan banyak memangkas kebutuhan publik.
Mencari Sistem Alternatif
Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna. Islam tidak hanya mengatur permasalahan ibadah tetapi juga permasalahan kehidupan misal transaksi keuagan, ekonomi, pendidikan, kesehatan, politik dalam negeri politik luar negeri serta pemerintahan. Karena itu, Islam bukan hanya agama tetapi juga sebuah ideologi.
Sebagai sebuah ideologi, Islam memiliki sistem politik dan ekonomi yang khas untuk menjalankan peran negara sesuai dengan ketetapan Allah SWT. Dalam Politik Ekonomi Islam, negara Islam yakni Khilafah wajib memberikan jaminan atas pemenuhan seluruh kebutuhan pokok bagi tiap individu dan masyarakat serta menjamin kemungkinan pemenuhan berbagai kebutuhan sekunder dan tersier sesuai kadar kemampuan individu bersangkutan. Oleh karena itu, fokus APBN Syariah adalah untuk menjamin pemenuhan kebutuhan primer tiap warga negara maupun kebutuhan pokok masyarakat, yaitu pendidikan, kesehatan dan keamanan serta memberikan jaminan peluang pemenuhan kebutuhan sekunder bahkan tersier sesuai kemampuan masing-masing. Pendidikan mendapat perhatian yang serius oleh Islam. Bukan hanya masalah kurikulumnya akan tetapi juga pembiayaan pendidikan baik tingkat dasar, menengah ataupun tinggi.
Bagaimana seharusnya kebijakan alokasi anggaran yang benar-benar mensejahterakan rakyat?
Dalam Islam pengelolaan anggaran ditentukan berdasarkan aturan Allah SWT baik dari sisi pendapatan maupun pengeluaran. Islam telah menetapkan pendapatan negara dengan konsep Baitul Maal. Baitul Maal memiliki tiga pos pendapatan yakni: pos kepemilikan negara (harta fa’I, kharaj, jizyah, usyur, ghanimah dll); pos kepemilikan umum (hasil pengelolaan SDA); dan pos zakat.
Masing-masing pos ini memiliki pengeluaran masing-masing misal dari pos kepemilikan umum, Khilafah bisa mengalokasikan anggaran untuk membiayai pendidikan gratis, kesehatan gratis bahkan membiayai makan gratis. Dari pos kepemilikan negara, Khilafah bisa mengalokasikan anggaran untuk membiayai riset, menjaga keamanan negara, membiayai militer, gaji aparatur negara dll.
Melalui sumber-sumber pendapatan ini, negara akan mampu menjalankan fungsi sebagai raa’in (pengatur urusan umat). Demikianlah, sistem Islam dalam mengatur anggaran negara agar negara mampu mengurus rakyat dengan benar dan menjamin masa depan gemilang rakyatnya.
Wallahu’alam