| 17 Views
Kebijakan MBG Menuai Beragam Masalah , Sudah Seriuskah Negara Mengurus Generasi?

Oleh : Sulis Setiawati
Aktivis Muslimah
Masalah MBG yang terjadi salah satunya adalah kurangnya anggaran negara. Dilansir melalui laman www.brilio.net disampaikan bahwa anggaran untuk program makan bergizi gratis mencapai Rp.71 triliun. Dadan Hindayana selaku Kepala Badan Gizi Nasional menyebutkan bahwa setidaknya dibutuhkan Rp.100 triliun agar 82,9 juta penerima manfaat dapat menikmati makan bergizi gratis.
Semestinya alokasi anggaran untuk program MBG ini sudah matang digodok, Namun realitasnya,,masih setengah matang. Jangankan berbicara tentang penerima manfaat yang belum merata, dilansir melalui laman (Kompas.com, 20/01/2025) terdapat 40 murid keracunan usai santap MBG. Inikah yang dinamakan peduli pada generasi? Sudah seriuskan negara mengurus generasi? Akankah terwujud generasi Indonesia emas yang diimpikan jika MBG justru membahayakan keselamatan generasi? Atauuu generasi hanya dijadikan kelinci percobaan!!.
Dalam hal ini, Dadan Hindayana selaku Kepala Badan Gizi Nasional menerangkan pihaknya memiliki standar tertentu ketika melaksanakan MBG. Sejumlah standar itu antara lain pemenuhan kalori dalam MBG serta menghitung higienisnya makanan. Dia pun menjami dapur MBG memenuhi kedua standar itu.
Terkait dengan kurangnya anggaran MBG, sebenarnya negara telah melakukan efisiensi anggaran untuk menutup kebutuhan anggaran beberapa program MBG. Namun sayangnya, MBG masih banyak menuai masalah, sehingga tujuan efisiensi berpotensi tidak menyelesaikan masalah.
Penyebab utama masalah MBG
Kepemimpinan berasaskan sekulerisme menjadi penyebab utama, kepemimpinan yang membebaskan manusia untuk mengatur kehidupan berdasarkan akal dan hawa nafsunya saja. Sehingga kedzoliman dan ketidakadilan tak terhindarkan. Rakyat dipaksa membayar berbagai macam pajak, namun rakyat tidak mendapatkan kesejahteraan hidup.
Kebijakan MBG yang bertujuan memperbaiki masalah gizi generasi, ternyata tidak terealisasi dengan berbagai alasan. Dalam Islam, Penguasa adalah raa’in yang berperan sebagai pengurus rakyat yaitu mewujudkan kesejahteraan dan memenuhi kebutuhan pokok. Bukan sebagai regulator dan fasilitator yang makin nyata yang diurus adalah pihak-pihak yang punya kepentingan bahkan makin menguatkan korporatokrasi.
Solusi tuntas masalah gizi generasi dalam Islam
Dalam Islam, prinsip kedaulatanpun di tangan syara’ yang menjadikan Penguasa tunduk dan taat pada hukum syara’, bukan kepada pihak yang ingin mendapatkan keuntungan semata.
Salah satu visi politik negara Islam Kaffah sebagaimana tuntunan syariat adalah dengan menjamin pemenuhan kebutuhan asasyah seluruh rakyatnya termasuk kebutuhan pangan baik kuantitas maupun kualitas.
Adapun mekanisme yang dilakukan adalah dengan menyediakan lapangan pekerjaan secara luas kepada para laki-laki. Sebab dalam Islam, sumber daya alam berupa air, Padang rumput,dan api adalah kepemilikan umum. Pengelolaan sumber daya alam yang dikelola langsung oleh negara akan terbukanya lapangan-lapangan industri dalam jumlah yang besar untuk rakyat bisa mendapat pekerjaan.
Kewajiban negara berikutnya adalah membangun kedaulatan pangan di bawah departemen kemaslahatan umum. Inilah tugas departemen yang akan menjaga kualitas pangan dan mengoptimalkan produksi pangan dalam negeri dengan mengaktifkan pertanian, perikanan maupun perkebunan dan sebagainya.
Negara juga wajib membangun infrastruktur yang memadai agar rakyat mudah menekuni pekerjaannya dan terus termotivasi demi terwujudnya kedaulatan pangan. Di samping itu, Islam juga menetapkan pelayanan pendidikan, kesehatan dan keamanan yang dijamin oleh negara. Negara akan melibatkan para ahli dalam membuat kebijakan terkait pemenuhan gizi dan pencegahan stunting, maupun mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan.
Adapun dana yang akan digunakan oleh negara bersumber dari Baitulmaal agar dapat mewujudkan semua kebijakan pengurusan urusan rakyat. Selaras dengan hal ini, prinsip kedaulatanpun di tangan syara’ yang menjadikan Penguasa tunduk dan taat pada hukum syara’, bukan kepada pihak yang ingin mendapatkan keuntungan semata.
Jabatan yang diemban oleh tiap individu dalam kepemimpinan Islam Kaffah adalah sebagai amanah yang akan dipertanggung jawabkan bukan hanya di dunia, melainkan di akhirat kelak. Sehingga alokasi dana yang telah disiapkan akan dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab dan disertai dengan perencanaan yang matang.
Akhirnya hanya kepemimpinan Islam yang mampu menjamin kebutuhan gizi generasi dengan mekanisme sesuai syariat Islam sekaligus yang akan melahirkan generasi pembangun peradaban mulia.
Wallahu'alam bishawab.