| 215 Views

Magang, Keterampilan dan Eksploitasi

Oleh : Diana Nofalia, S.P.
Pemerhati Masalah Pendidikan

Polda Sulawesi Selatan mengungkap kasus perdagangan manusia yang melibatkan 77 mahasiswa di Kota Makassar, Jumat (22/11/2024). Para korban diduga dijerat melalui program kerja musim liburan atau yang dikenal sebagai Ferienjob di Jerman.

Dari keterangan Direktorat Kriminal Umum (Ditkrimum) Polda Sulawesi Selatan, para mahasiswa dijanjikan untuk dipekerjakan sesuai dengan program bidang studinya di Jerman. Namun, setelah tiba di sana mereka malah diperkerjakan sebagai pekerja kasar. Kasus ini berawal dari empat laporan polisi yang diterima Polda Sulawesi Selatan.

Direktur Kriminal Umum Polda Sulawesi Selatan Kombes Pol Jamaluddin Farti mengatakan, program Ferienjob digunakan sebagai kedok untuk mengirim mahasiswa ke Jerman. (https://www.beritasatu.com/sulsel/2856558/77-mahasiswa-di-makassar-jadi-korban-perdagangan-manusia-dijerat-dengan-program-ferienjob-di-jerman)

Sistem pendidikan kapitalis membuka peluang terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) berkedok magang. Hal ini berkaitan dengan orientasi negara dalam menyiapkan tenaga kerja. Orientasi materialisme yang diusung sistem pendidikan kapitalisme-sekularisme mengakibatkan generasi saat ini "gila kerja", parahnya ini tidak mempertimbangkan keamanan atau lainnya.

Adanya link-link ke perusahaan membuat kegiatan magang menjadi salah satu pilihan untuk mengasah kecerdasan dan ketrampilan bekerjanya. Kondisi ini dapat memberi peluang perusahaan memanfaatkan situasi ini untuk mendapatkan tenaga kerja murah.

Semua ini dapat terjadi akibat lemahnya perlindungan dan pengawasan negara terhadap kerja sama kampus dan perusahaan.
Jadilah magang dalam pendidikan sekuler menjadi cara pembajakan potensi mahasiswa. Mahasiswa yang punya harapan cepat kerja, terkadang tanpa memperhitungkan apapun mudah terjebak dengan kondisi-kondisi yang sesungguhnya sangat merugikan bahkan membahayakan keamanan mereka.

Islam menjunjung tinggi tujuan pendidikan. Sehingga berproses membentuk kepribadian berbagai pihak, seperti generasi ahli agama dan kehidupan untuk ikut andil membantu negara menerapkan Islam kafah. Tampak dalam hal ini, orientasi dalam sistem pendidikan Islam tidak terpusat pada materi semata tapi bagaimana membentuk karakter berkepribadian Islam pada individu.

Pemimpin dalam sistem pemerintahan Islam adalah penanggung jawab utama tercapainya tujuan pendidikan Islam tersebut, baik dari segi sarana, prasarana, dan kurikulum. Gaji guru sebagai pendidik juga sangat diperhatikan oleh negara. Sehingga, para guru lebih fokus mendidik generasi karena sudah mendapatkan penghidupannya yang layak dan sejahtera dari negara.

Sejarah telah mencatat pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, guru diberika gaji sebesar 15 Dinar ( 1 Dinar = 4,25 gram emas). Jika dikalkulasikan ke rupiah, dengan harga mas 1 gram nya itu sudah mencapai satu juta rupiah, maka gaji guru sekitar Rp 60.000.000. Tentunya ini tidak memandang status guru tersebut PNS atau pun honorer. Apalagi bersertifikasi atau tidak.

Di masa kepemimpinan Harun Ar-Rasyid lebih dahsyat lagi. Pernah diberlakukan aturan untuk kitab-kitab karya ulama. Bayarannya ditimbang berat kitab itu dengan emas.

Disisi lain, sistem ekonomi Islam akan mendukung pendidikan gratis yang berkualitas. Pendidikan gratis seperti magang disediakan pemimpin negara tanpa harus bergantung pada perusahaan swasta atau asing. Kalau harus ke perusahaan tertentu, negara mengawasi dan melindungi agar tidak terjadi eksploitasi. Akhirnya, potensi generasi benar-benar diarahkan untuk membangun peradaban mulia.

Wallahu a'lam.


Share this article via

74 Shares

0 Comment