| 285 Views

LPG Langka Dampak Dari Kebijakan Kapitalistik Hanya Menambah Penderitaan Rakyat

Oleh : Sumarni Ummu Suci

Kebijakan larangan pengecer menjual LPG 3 kg yang di berlakukan kementrian ESDM pada 1 februari 2025 lalu, menuai polemik di tengah masyarakat.(dikutip : www.tempo.com).

Menurut pemerintah kebijakan tersebut bertujuan untuk memastikan distribusi LPG lebih tertata dan tepat sasaran.(Dikutip : www.nasional.kompas.com).

Namun efeknya justru memicu kepanikan di tengah masyarakat.Hingga membuat mereka mengantri panjang berjam - jam di pangkalan resmi.Demi mendapatkan LPG 3 kg.(Dikutip : www.antaranews.com).

Kondisi ini nyatanya membawa duka setelah seorang ibu yang memiliki usaha menjual nasi uduk di temukan meninggal dunia usai antri membeli gas 3 kg selama 2 jam di bawah terik matahari.Peristiwa ini terjadi di Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan.(Dikutip :www.detik.com).

Memang benar bahwa kebijakan larangan penjualan gas LPJ 3 kg secara eceran ini tidak hanya menyusahkan konsumen, tetapi juga mematikan pengusaha kecil bahkan pedagang eceran ikut menjerit akibat tidak lagi bisa menjual gas melon (LPJ 3 kg).

Mereka di haruskan memiliki izin sebagai pangkalan, jika ingin tetap menjual gas LPG 3 kg.

Sementara biaya yang di perlukan menjadi pangkalan cukup besar.Sesuatu yang sulit di penuhi oleh pedagang kecil.

Setelah mendapat protes dari masyarakat terkait sulitnya mendapat gas LPJ 3 kg, DPR dan Pemerintah akhirnya memutuskan untuk mengaktifkan kembali pengecer LPJ 3 kg per selasa 4 februari 2025.(Dikutip : www.tempo.com).

Meski demikian kelangkaan gas masih terus berlangsung.

Perubahan sistem distribusi LPG yang mewajibkan pengecer beralih menjadi pangkalan resmi untuk bisa mendapatkan stok gas melon adalah keniscayaan dalam sistem kapitalisme.

Kebijakan ini bukan hanya terkait pergantian mentri dan pejabat, tetapi sebuah konsekuensi atas sistem ekonomi kapitalisme yang di pilih negeri ini sebagai landasan berekonomi.

Pasalnya salah satu sifat sistem ini adalah memudahkan para pemilik modal besar untuk menguasai pasar, dari bahan baku hingga bahan jadi.

Sistem ini juga meniscayakan adanya liberalisasi ( migas) memberi jalan bagi korporasi mengelola SDM berlimpah yang sejatinya milik rakyat.

Meski negeri ini memiliki kekayaan minyak dan gas bumi yang luar biasa besar, namun akibat tata kelola kapitalisme rakyat tidak bisa menikmati pemanfaatannya dengan murah bahkan gratis.

Sebab negara harus melegalkan pengelolaannya dari aspek prosuksi hingga distribusi dengan orientasi bisnis.

Oleh karena itu perubahan kebijakan apa pun yang di tempuh pemerintah pada ujungnya tidak akan memudahkan rakyat memperoleh haknya terhadap migas yang hakikatnya merupakan harta milik rakyat.

Mirisnya pada saat yang sama kepemimpinan sekuler yang di adopsi negri ini telah menjadikan negara lepas tanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan asasi rakyatnya.

Kepemimpinan ini juga telah menghilangkan fungsi negara sebagai pengurus umat (raa'in).

Sebaliknya penguasa hanya bertindak sebagai pembuat regulasi untuk memenuhi kepentingan kelompok tertentu atau pemilik modal, meski rakyat harus di korbankan.

Berbeda dengan pengelolaan migas sebagai sumber energi di bawah penerapan sistem islam kaffah khilafah islamiyah.

Islam menerapkan migas termasuk dalam kepemilikan umum (harta milik rakyat).Sebab demikianlah faktanya.

Rasulullah saw. bersabda : 
" Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara     yaitu padang rumput, air dan api"
(HR.Abu Dawud dan Ahmad).

Perserikatan di sini bermakna perserikatan dalam pemanfaatan,artinya semua rakyat boleh memanfaatkannya.

Dan pada saat yang sama harta - harta yang termasuk ketiganya tidak boleh di kuasai oleh seseorang atau korporasi, sementara sebagian yang lain di halangi / dilarang.

Artinya dalam hadis tersebut ada izin Asy  - Syar'i Allah SWT kepada semua orang secara berserikat untuk memanfaatkan jenis harta itu.

Minyak dan gas bumi merupakan jenis harta yang masuk kategori api sebagai sumber energi yang di butuhkan oleh semua orang.

Karena itu negara tidak boleh menyerahkan pengelolaan migas ini kepada perorangan / perusahaan sebagaimana dalam sistem ekonomi kapitalisme.

Islam juga telah mewajibkan negara sebagai wakil umat untuk mengelola sumber daya migas tersebut, di mana hasilnya harus di kembalikan di distribusikan untuk kepentingan rakyat.

Terlebih negara dalam islam di posisikan sebagai raa'in (pengurus rakyat).Siapa pun penguasa (khalifah) yang menjabat, maka hukum islam inilah yang di terapkan bukan yang lain.

Sehingga kebijakan - kebijakan ekonominya justru memudahkan rakyat mengakses berbagai kebutuhannya termasuk migas.

Dalam hal pendistribusian, khalifah berhak membagikan minyak dan gas bumi kepada yang memerlukannya untuk di gunakan secara khusus di rumah - rumah mereka dan pasar - pasar secara gratis.

Boleh juga khalifah menjual harta milik umum ini kepada rakyat dengan harga yang semurah - murahnya atau dengan harga pasar.

Negara tidak melarang pengecer yang ikut untuk mendistribusikan migas ini ke masyarakat.Justru negara sangat terbantu menjamin pendistribusiannya hingga ke wilayah pelosok.

Sungguh hanya pengelolaan migas dalam khilafah yang mampu memudahkan seluruh rakyat dalam mengaksesnya.

Wallahua'lam bissawab.


Share this article via

95 Shares

0 Comment