| 292 Views

Legalisasi Aborsi pada Korban Kekerasan Seksual, Tepatkah?

Oleh : Nurul 
Penulis

Pemerintah membolehkan tenaga kesehatan dan tenaga medis untuk melakukan aborsi terhadap korban tindak pidana perkosaan atau korban tindak pidana kekerasan seksual yang menyebabkan kehamilan.

Hal itu diatur dalam aturan pelaksana Undang-Undang nomor 17 Tahun 2023 melalui Peraturan Pemerintah (PP) nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. (tirto, 30/07/24).

Miris sekali dengan kebijakan legalisasi aborsi bagi korban rudapaksa (pemerkosaan). Kebijakan tersebut bukanlah solusi yang tepat. Memang secara medis aborsi bisa legal dilakukan, tetapi bersyarat dan harus dengan prosedur yang tepat, yakni sesuai standar operasional prosedur (SOP) tenaga medis. 

Namun, kita juga harus sadar bahwa kita tidak boleh menggunakan aborsi sebagai jalan pintas untuk mengatasi trauma kehamilan akibat pemerkosaan.

Bagaimana Aborsi dalam Islam?

Hukum aborsi dalam fiqih Islam, menurut pendapat terkuat (rajih) adalah pendapat yang menyatakan, jika usia janin sudah berusia 40 hari, haram hukumnya melakukan aborsi pada janin tersebut. Demikianlah pendapat Imam Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya an-Nizham al-Ijtima’i fi al-Islam. (halaman 150).

Dalil syar’i yang menunjukkan bahwa aborsi haram bila usia janin 40 hari atau 40 malam adalah hadits Nabi Saw berikut, “Jika nutfah (zigote) telah lewat empat puluh dua malam (dalam riwayat lain empat puluh malam), maka Allah mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut, dia membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang belulangnya. Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah). Ya Tuhanku, apakah dia (akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan? Maka, Allah kemudian memberi keputusan apa saja yang Dia kehendaki."  (HR Muslim dari Ibnu Mas'ud RA). 

Hadits di atas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan janin dan penampakan anggota-anggota tubuhnya adalah setelah melewati 40 malam. Dengan demikian, penganiayaan terhadapnya adalah penganiayaan terhadap janin yang sudah mempunyai ciri-ciri sebagai manusia yang terpelihara darahnya (ma’shumud dam). Yakni, maksudnya haram untuk dibunuh. 

Maka tindak penganiayaan terhadap janin tersebut merupakan pembunuhan terhadapnya. Berdasarkan penjelasan  di atas, maka ibu si janin, bapaknya, ataupun dokter, diharamkan menggugurkan kandungan ibu tersebut bila kandungannya telah berumur 40 hari.

Dalam Islam, apabila terjadi pemerkosaan, negara akan menjamin kehidupan korban (perempuan) apabila ia hamil. Negara akan menghukum pelaku pemerkosaan dengan hukuman pelaku zina. Dalam Islam, pelaku zina akan mendapatkan hukuman rajam atau cambuk. 

Tentunya, ini  akan terealisasikan hanya dengan adanya negara Islam di bawah naungan Khilafah. Karena, hanya aturan Islam yang sempurna dan bisa memanusiakan manusia.

Wallaahu'alam bisshowab.


Share this article via

75 Shares

0 Comment