| 14 Views

Krisis Tenaga Kerja Global

Oleh: Ummu Hurairah       

Masalah pengangguran belakangan ini menjadi masalah besar hingga mencapai kelas global. Beberapa negara seperti Inggris, Prancis , Amerika Serikat, Cina juga Indonesia mengalami krisis tenaga kerja. Fenomena ini kemudian melahirkan praktek “pura-pura bekerja” atau kerja tanpa upah, sekedar untuk diakui sebagai bagian dari pasar kerja.    

Di Cina, sebagian anak muda yang ingin hidup santai tanpa tekanan namun tetap ingin dianggap produktif, berpura-pura bekerja dengan fasilitas sebagaimana layaknya kantor. Mereka rela membayar perusahan jasa tersebut sebesar 30 yuan (sekitar 68.000) per hari demi sebuah pengakuan semata(CNBC Indonesia).      

Data BPS Februari 2025 menunjukkan  tingkat pengangguran terbuka (TPT) anak muda Indonesia  mencapai 16,16 %.  bahkan menurut IMF, dalam World Economic Outlook april 2025 tingkat pengagguran di Indonesia  mencapai 5 %  pada 2025, menjadikan Indonesia berada diperingkat ke 2 untuk Asia dan tingkat pertama untuk Asia Tenggara dengan pengangguran teringgi (Tempo.co).      

Tingginya angka pengangguran yang menimpa berbagai negara tersebut menunjukkan gagalnya sistem ekonomi yang sedang diusung oleh negara-negara di dunia saat ini. Sistem ekonomi kapitalis  menghapus peran negara dalam memenuhi kebutuhan hidup rakyatnya. Negara memilih meprioritaskan tenaga teknologi otomatis, tak heran angka pengangguran meningkat. Job fair hanya tameng untuk menutupi kekurangan menyelenggarakan lapangan kerja. Sekolah-sekolah vokasi yang digadang-gadang memberikan memberikan tenaga kerja tepat sasaran ternyata ikut menyumbang jumlah pengangguran karena perusahaan yang ada tidak dapat menyerap banyak lulusan yang membludak. Dominasi  korpotokrasi nyata membuat kekayaan negara dikuasai segelintir orang. Para pemodal kecil dan yang tidak memiliki modal tak memiliki banyak kesempatan.

Penerapan liberalisasi ekonomi melibas pula kekayaan alam. Hingga hari ini praktek jual beli kekayaan alam baik legal maupun ilegal dilakukan oleh para kapitalis. Tak jarang negara ikut andil dengan memberikan payung hukum, mengakibatkan rakyat kecil terpinggirkan. Yang tak memiliki modal besar dan keterampilan hidup mandiri dengan segala keterbatasannya. Akibat lepas tangannya negara mengurus rakyat, ketimpangan nampak nyata antara si kaya dan si miskin.
 
Sistem ekonomi Islam      

Dengan berbasis Syariah, sistem ini tidak akan menyerahkan pengelolaan alam pada swasta, namun negata akan mengelolanya semaksimal mungkin  dan hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak.

Masalah lapangan pekerjaan tentu saja diurus oleh negara. Berbagai sektor industri yang dikelola negara sudah pasti membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya.

Penerapan  sistem zakat yang didistribusikan oleh negara secara merata yang ditujukan untuk mengurangi ketimpangan sosial dan membuka peluang kerja yang lebih luas bagi masyarakat serta memastikan rakyatnya dapat hidup sejahtera dengan lapangan pekerjaan yang disiapkan. Semua itu hanya akan dapat terwujud dalam sebuah negara yang menerapkan sistem Islam secara kaffah.

Wallahu’alam Bishowab


Share this article via

4 Shares

0 Comment