| 12 Views
Generasi Muda : Mengubah atau Diubah?

Oleh : Deby Lelyana
Jumlah remaja yang terlibat dalam kriminalitas di dunia terus meningkat. Pada tahun 2023, sebanyak 100 juta remaja terlibat dalam berbagai bentuk kriminalitas. Mulai dari tawuran, penyalahgunaan narkoba, perundungan, pencurian, hingga pembunuhan. (Indonesian Research Journal on Education, 17/9/2025)
Kasus yang sempat mengguncang tanah air adalah pemerkosaan dan pembunuhan secara brutal terhadap gadis 13 tahun di Palembang. Pelakunya adalah 4 anak. 3 anak dengan usia 13, 12, dan 12 sedangkan otak pelaku kriminalitas ini adalah remaja 16 tahun. Kejadian ini terjadi disinyalir karena para pelaku terpapar konten pornografi. Kasus berakhir dengan masing-masing vonis 10 tahun penjara untuk para pelaku. (BBC.com, 17/9/2025)
Sangat disayangkan masa pubertas seakan menjadi legitimasi atas kriminalitas yang dilakukan oleh sebagian remaja atau yang saat ini biasa disebut dengan Gen Z. Generation Z, di definisikan sebagai generasi yang lahir di pertengahan tahun 1996 hingga awal 2010. Jika menilik dari definisi tersebut maka disimpulkan, mereka yang saat ini berumur kisaran 15 hingga 30 tahun dikategorikan Gen Z. Seorang jurnalis bernama Bruce Horovitz, yang pertama kali mencetuskan istilah ini pada tahun 2012. Berawal dari istilah Gen X dan milenial lalu penamaan selanjutnya mengikuti urutan abjadnya.
Dalam Islam sendiri tidak ada pengeklasifikasian berdasarkan tahun kelahiran. Ketika seorang sudah baligh maka dianggap sudah dewasa dan mampu berfikir secara logis sehingga mampu dibebani syariat.
Dalam masyarakat terjadi dua sudut pandang mengenai para muda usia. Di satu sisi ada pemakluman bahwa usia muda memang cenderung labil dan temperamental. Namun, di sisi lain kenakalan remaja dianggap sebagai permasalahan sosial yang meresahkan. Cara pendang ini menjadi salah satu bibit gagalnya pendidikan untuk usia remaja.
Salah satu sumber cara pandang yang salah ini adalah pengklasifikasian karakteritistik generasi (Gen-Z ) berdasarkan ilmu psikologi barat. Segala pandangan diarahkan sesuai dengan mindset kapitalisme.
Riset dan penelitian barat yang menggunakan responden remaja Amerika dan jurnalnya dipaksakan menjadi acuan di negara-negara lain. Selain membentuk opini, mereka memang ingin mewujudkan kerusakan generasi muda dengan meracuni pikiran mereka dengan gaya hidup hedon, permisif dan valueless.
Pandangan yang salah tentang remaja ini tentunya memiliki imbas. Salah satunya adalah hilangnya kepercayaan orang tua terhadap potensi remaja. Sedangkan dari sisi remaja, adalah menurunnya optimisme remaja pada potensi dirinya.
Islam memiliki cerita kehebatan remaja di masa Rasulullah, diabadikan dalam Al–Quran dan sirah yang sangat menarik untuk ditadaburi kemudian diterapkan dalam pendidikan. Pemimpin-pemimpin hebat di masa tersebut, rata-rata berusia di bawah 30 tahun. Sebagian bahkan masih berusia belasan tahun.
Untuk mengulang kegemilangan tersebut perlu adanya sinergi antara orang tua, sekolah, lingkungan, dan pemerintah. Jika salah 1 elemen tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya maka akan menjadi hambatan. Jika Islam telah di terapkan secara kaffah dalam suatu negara maka bukan tidak mungkin generasi muda mampu mengulang kejayaan di masa Rasulullah.
Islam sangat menyadari potensi ini sehingga memberikan perhatian besar dalam hal pendidikan. Mulai dari kurikulum yang berlandaskan akidah Islam hingga tsaqofah Islam yang wajib diajarkan di semua tingkat pendidikan. Kesadaran politik akan terasah melalui proses ini, sehingga cara berfikir yang matang dan benar sesuai kaidah Islam akan terbentuk.
Terkait dengan kondisi negara yang carut-marut sehingga muncul berbagai persoalan sosial, generasi muda menempati posisi strategis untuk membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Sejatinya karaktersiktik manusia sejak awal penciptaan nya memiliki naluri baqa dalam menolak kezaliman. Dengan potensi yang dimiliki generasi muda, mulai dari fisik hingga pemikiran yang cemerlang maka hal ini lebih mudah tercapai, tentu saja dengan izin Allah.