| 12 Views

Makan Bergizi Gratis dan Kontroversinya

Oleh : Elly Waluyo
Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam

Segala aturan buatan manusia selalu menimbulkan masalah. Hal ini dikarenakan aturan tersebut lahir dari makhluk lemah, terbatas, dan selalu membutuhkan yang lain. Buah pikirannya pun senantiasa disertai hawa nafsu. Mudah diubah, dipelintir, bahkan dihapus sekehendak hati, menuruti pesanan individu, maupun segelintir orang yang berkuasa.

Sebagaimana segala polemik  dalam sistem kapitalisme yang dijalankan negeri ini Sistem tersebut merupakan buatan manusia yang menitikberatkan pada keuntungan materi untuk para kapital. Solusi yang disajikan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya tak pernah mampu menyelesaikan masalah.

Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dijalankan pemerintah untuk mengatasi masalah malnutrisi dan stunting pada anak usia sekolah seolah menjadi boomerang, karena terus menimbulkan masalah fatal bagi penerimanya. 

Sebanyak 135 siswa dari 380 siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 3 Berbah, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta beserta 2 gurunya mengalami gejala keracunan setelah mengkonsumsi MBG yang saat itu berisi nasi kuning, potongan telur dadar, abon, kering tempe, dan buah jeruk. Siti Rochmah Nurwati yang bertindak sebagai Kepala SMPN 3 Berbah segera mendatangkan tenaga medis dari Puskesmas Berbah untuk menangani gejala keracunan tersebut. Setelah menenggak obat, sebagian siswa dapat kembali melanjutkan pelajaran di kelas. Namun, 29 siswa lainnya masih mengalami gejala yang berat.

Menurut Khamidah Yuliati selaku Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungn (P2PL) Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman menyampaikan bahwa korban mengalami gejala diare sehingga sebanyak 66 orang dirawat di Puskesmas Berbah, satu orang berobat jalan di RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah) Prambanan, dan dua orang berobat jalan di Puskesmas Berbah. Untuk memastikan penyebab keracunan tersebut, sekolah menunggu hasil pemeriksaan laboratorium.

Kasus keracunan tersebut memantik reaksi orang tua siswa untuk mengevaluasi program MBG. Salah satu orang tua siswa yakni Bagio (50) berharap program MBG yang sudah terlanjur diputuskan pemerintah untuk lebih waspada dalam menyajikan MBG dan mengusulkan untuk diganti uang saku. (https://tirto.id : 27 Agustus 2025)

Program MBG merupakan  realisasi janji presiden saat kampanye dalam menangani kasus mal nutrisi dan stunting yang dialami oleh anak-anak juga ibu hamil. Selain itu program tersebut juga bertujuan untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal. Namun, pada kenyataannya program tersebut berjalan tanpa adanya standar operasional pelayanan (SOP) dan pengawasan dari pihak SPPG satuan pemenuhan pelayanan gizi (SPPG) yang berakibat fatal pada nyawa siswa.

Kasus tersebut menunjukkan bahwa negara bersistem kapitalisme tak benar-benar serius memperhatikan rakyat dan hanya berkutat pada raupan keuntungan yang besar saja. Sehingga program berjalan asal-asalan dan tak pernah menyentuh akar permasalahan.

Berbeda halnya dengan sistem Islam yang memposisikan negara sebagai ra’in yakni pelayan dan perisai umat. Negara bertanggung jawab penuh terhadap kesejahteraan rakyatnya sesuai dengan syariat, termasuk dalam hal pangan. Hal ini dilakukan dengan memastikan setiap laki-laki dewasa memiliki pekerjaan, kebutuhan pokok mudah diakses, dan murah karena negara memegang kendali atas distribusi dan harga pasar.  Pelayanan kesehatan dan pendidikan dapat dengan mudah digapai bahkan gratis dengan kualitas yang layak.

Sumber pendapatan yang besar diatur dan dikelola sesuai syariat dalam mekanisme baitul mal membuat negara mampu membiayai semua kebutuhan rakyatnya. Demikianlah sistem Islam mampu mewujudkan baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur.


Share this article via

4 Shares

0 Comment