| 127 Views

Kriminalisasi Guru, dimana Kekuatan Hukum Perlindungan Guru?

Oleh : Isromiyah SH
Pemerhati Generasi

Seorang pelajar tidak pernah mendapatkan ilmu jika tidak memuliakan ilmu, orang yang berilmu, dan guru-gurunya- Imam Burhanuddin az-Zarnuji

Seorang guru kadang harus mengambil tindakan tegas untuk mendisiplinkan anak didiknya. Namun tindakan itu kerap tidak dipahami oleh orang tua siswa. Mereka mempermasalahkannya hingga ke ranah hukum sehingga niat baik guru untuk mendisiplinkan siswa justru berujung malapetaka bagi guru itu sendiri. 

Wibowo Hasyim, orang tua murid yang berstatus polisi dengan pangkat ajun inspektur dua, melaporkan Supriyani ke Polsek Baito, Konawe Selatan. Aipda Wibowo menuduh Supriyani, guru honorer di SD Negeri 4 Baito, memukul paha anaknya dengan sapu ijuk pada 24 April lalu. Wibowi menuduh Akibat pukulan itu, anaknya mengalami luka. Tuduhan tersebut telah berulang kali dibantah Supriyani dan para guru di sekolah itu kepada majelis hakim maupun pers(bbc.com). 

Apakah guru yang melakukan tindakan pendisiplinan terhadap anak didik dapat dipidana?

Payung hukum 

Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru menyatakan bahwa:

Guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis ataupun tidak tertulis yang ditetapkan guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya. 

Sanksi sebagaimana yang dimaksudkan pada ayat (1) dapat berupa teguran dan/atau peringatan, baik lisan maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan. 

Selain itu, seorang guru berhak memperoleh rasa aman dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini diatur dalam Pasal 40 PP Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru yang menegaskan bahwa: 

Guru berhak mendapat perlindungan dalam melaksanakan tugas dalam bentuk rasa aman dan jaminan keselamatan dari pemerintah, pemerintah daerah, satuan pendidikan, organisasi profesi guru, dan/atau masyarakat sesuai dengan kewenangan masing-masing.

Rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) diperoleh guru melalui perlindungan dalam bentuk hukum, profesi, dan keselamatan serta kesehatan kerja.

Pasal 41 ayat (1) PP Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru juga menambahkan bahwa: “Guru berhak mendapatkan perlindungan hukum dari tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain”.

Perlindungan terhadap guru ini juga didukung oleh yurisprudensi Mahkamah Agung (MA) yang dapat ditemukan dalam Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, Putusan Nomor 1554 K/PID/2013, yang menyebutkan bahwa guru tidak bisa dipidana saat menjalankan profesinya dan melakukan tindakan pendisiplinan terhadap siswa.

Dengan adanya sederet peraturan ini,  guru yang memberikan hukuman untuk menertibkan peserta didik tidak dapat dipidana begitu saja sepanjang guru tersebut mematuhi ketentuan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan.

Kontradiksi

Keberadaan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun2002 tentang perlindungan anak, yang mengatur bahwa anak wajib mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan kekerasan fisik yang dilakukan oleh pendidik dan tenaga pendidikan, membuat tugas guru dalam mendisiplinkan anak didik tidak dapat terlaksana sepenuhnya. Ketika guru sedang melaksanakan tupoksinya mendisiplinkan siswa yang melanggar tata tertib sekolah malah terbentur pasal 54 tentang perlindungan anak dilingkungan sekolah. Profesi guru menjadi tidak dihargai siswa dan diremehkan oleh orang tua. Undang-undang perlindungan terhadap guru menjadi lemah manakala dihadapkan pada hukum. Meskipun masyarakat banyak yang melek hukum, payung hukum bagi guru seolah tak terlihat dan lebih mengedepankan ego ketika merasa anak telah teraniaya oleh guru. 

Di masa hukum bisa dibuat oleh manusia, marwah seorang pendidik semakin menurun seiring semakin banyak aturan-aturan yang dibuat  untuk menjaga kepentingan individu, tanpa peduli arti seorang pendidik bagi siswa di masa depan.

 Islam Memuliakan Guru

Bicara tentang guru dalam Islam. Tidak bisa dipisahkan dari sosok yang beriman dan berilmu, yang berjasa mengantarkan manusia kepada kebaikan. Guru adalah lentera bagi manusia, pilar kokoh suatu bangsa.

Dalam hal menghormati guru, Sayidina Ali bin Thalib r.a., pernah mengatakan, “Aku siap menjadi pelayan bagi orang-orang yang pernah mengajarkan ilmu kepadaku.” 

Ketika selesai penaklukan Konstantinopel, Muhammad Al Fatih bertanya kepada gurunya, “Mengapa engkau memukul aku, pada satu kasus aku tidak layak dipukul keras?” 
Syaikh Aaq Syamsuddin menjawab, “Aku ingin mengajarkan padamu, bagaimana sakitnya dizalimi orang dan aku juga ingin mengajarkan kepadamu, bagaimana kezaliman itu menyesatkan. Sesuatu yang tidak nyaman." Syaikh lalu balik bertanya,  "Wahai Muhammad, tahukah kamu rasanya setelah menaklukkan Konstantinopel?”

Al Fatih menjawab, “Syaikh, aku baru merasakan, apa yang setiap pagi engkau lakukan pada diriku, mengajakku ke tepian pantai”. 
Syaikh Aaq Syamsuddin setiap pagi selalu mengajak Muhammad Al-Fatih ke tepian pantai di selat Bosporus. Sambil menatap Konstantinopel, sebuah benteng Bizantium yang berabad-abad menjadi kota besar bangsa Romawi. Sang Guru selalu mengutip perkataan Rasulullah,  “Sungguh! Konstantinopel akan ditaklukkan. Sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin (yang menaklukkan)-nya dan sebaik-baik tentara adalah tentaranya, dan aku ingin, engkaulah orang itu wahai Muhammad”. 

Pada akhirnya kalimat itu  mampu mengubah pangeran kecil yang manja keras kepala menjadi sosok penakluk yang hingga kini belum ada yang bisa menandinginya. Semua karena upaya seorang guru  yang luar biasa.

“Aku merasakan setiap pagi di tepian pantai yang kau katakan itu menjadi tummuhat (ambisi yang besar),” kenang Muhammad Al Fatih.

WallahuAlam.


Share this article via

104 Shares

0 Comment