| 22 Views

Korupsi Tak Terbendung, Bukti Kegagalan Sistem Demokrasi

Oleh : Sihatun 

Presiden RI Prabowo Subianto menyebut tingkat korupsi di Indonesia sudah mengkhawatirkan. Ia pun menegaskan akan membasmi koruptor yang merugikan negara. Hal ini disampaikan di Forum internasional World Government Summit 2025 di Dubai, Uni Emirat Arab, yang dihadiri secara virtual pada Kamis (13/2/2025) kompas.com.

Presiden bertekad akan menggunakan seluruh energi dan wewenang yang dimiliki untuk mencoba mengatasi korupsi yang dinilainya sebagai penyakit.

Presiden Prabowo menilai tata pemerintahan yang baik adalah kunci membasmi korupsi, ia membeberkan penghematan anggaran sebesar 20 miliar dolar AS di 100 hari pemerintahanya bekerja, meski begitu Prabowo mengakui mengalami tantangan dalam menghadapi masalah korupsi ini, akan tetapi dia tidak akan segan untuk memberantas korupsi. Tapi sayangnya semua tidak sejalan dengan kenyataan di lapangan. 

Sangat mudah dipahami bahwa akar masalah dari tindak korupsi bukan terletak pada amoralnya individu pejabat tetapi pada sistem yang diterapkan .

Realitasnya negara menerapkan sistem kapitalisme yang orientasi kepemimpinannya meraih keuntungan materi sebanyak banyaknya. Konsep kepemimpinan seperti ini membuka peluang terjadinya korupsi secara sistematik, baik diberbagai bidang, jabatan, serta para pemilik modal.

Kapitalisme mengadopsi sistem demokrasi yang secara konsepnya kedaulatan hukum ada ditangan manusia sehingga para pejabat bisa mengotak Atik hukum yang di buat sesuai kepentingan.

Secara praktek sistem demokrasi adalah sistem yang mahal sehingga disinilah letak peluang korupsi itu, karena membuka peluang para oligarki memodali pemilihan wakil rakyat dan pejabat.

Sehingga siapapun yang menjadi pemimpin pasti akan tunduk pada pemilik modal. Akhirnya negara lemah dihadapan oligarki, semua kebijakan negara dibuat untuk menguntungkan pemilik modal, sementara pejabat negara memanfaatkan kekuasaannya untuk mengembalikan modal dengan cara cara yang culas seperti korupsi alhasil lagi lagi rakyat yang menjadi korban. 

Berbeda ketika negara menerapkan sistem Islam. Melalui Institusi negara Daulah Khilafah Islam mampu menutup rapat rapat celah korupsi bahkan memungkinkan korupsi menjadi nol.

Diawali dengan mekanisme sistem politik Islam yang tidak mahal dan sangat sederhana. Kekosongan posisi Kholifah maksimal 3 hari 3 malam , sehingga dalam rentang waktu tersebut kaum muslimin harus melakukan pemilihan dan pembai'atan Kholifah.

Kepemimpinan Islam bersifat tunggal , pengangkatan dan pencopotan pejabat negara menjadi kewenangan Kholifah. Konsep politik seperti ini tidak akan memunculkan persekongkolan mengembalikan modal. Inilah yang mencegah adanya praktek korupsi.

Kemudian kualifikasi rekrutmen pegawai negara wajib berdasarkan profesionalitas, dan integritas bukan berdasarkan konekvitas, nepositas atau praktek balas Budi. Para pegawai wajib memiliki kifayah (kapabilitas) dan berkepribadian Islam.

Khilafah menerapkan sistem pendidikan Islam sehingga generasi akan menjauhkan diri dari sifat tidak amanah dalam jabatan bahkan korupsi. Khilafah wajib memberikan gaji dan fasilitas yang layak bagi para pegawai. Khilafah juga menetapkan haram bagi pegawai yang menerima suap. Khilafah akan melakukan perhitungan kekayaan bagi para pegawai negara di awal dan di akhir jabatannya, melakukan pembuktian jika ditemukan penambah harta yang tidak wajar.

Jika masih ada yang korupsi, khilafah akan memberikan sanksi (uqubat) untuk memberantas korupsi, bentuknya yang paling ringan , seperti nasihat atau teguran sampai yang paling tegas yaitu hukuman mati. 

Harta korupsi akan diambil negara dan dimasukkan ke dalam pos kepemilikan negara di Baitul mal. Selain itu harus ditambah adanya kontrol di masyarakat yang senantiasa melakukan amar makruf nahi mungkar maka tidak akan ada sedikit celah keculasan atau korupsi. Seperti inilah solusi syar'i yang seharusnya dilakukan penguasa untuk memberantas korupsi.


Share this article via

25 Shares

0 Comment