| 106 Views

Judi Online Menyasar Anak, Kapitalisme Yang Jadi Penyebabnya

Oleh : Yeni Ummu Alvin
Aktivis Muslimah

Di era yang serba canggih dan modern seperti saat ini, begitu banyak kemudahan yang bisa didapatkan tidak hanya dalam berbelanja secara online tetapi aktivitas lainnya juga bisa dilakukan secara online dari rumah, namun sayang semua kemudahan itu disalahgunakan, dengan begitu banyak fasilitas dalam kecanggihan teknologi saat ini sehingga akhirnya aktivitas yang dilarang oleh agama dijadikan sebagai kebiasaan, seperti halnya aktivitas judi online yang saat ini tengah marak di tengah-tengah masyarakat. Yang lebih miris lagi judi online ini tidak hanya digandrungi oleh orang dewasa tapi juga menyasar anak-anak di bawah umur ikut melakukan transaksi judi online.

CNBC Indonesia Menurut temuan yang diungkapkan oleh PPATK dalam program Monitoring Berbasis Risiko (Promensisko), yang bertujuan untuk memperkuat kapasitas pemangku kepentingan dalam memahami pola, mendeteksi dini dan merespon secara efektif tindak pidana pencucian uang berbasis digital. Dari data yang dikumpulkan diketahui jumlah deposit yang dilakukan oleh pemain berusia 10-16 tahun lebih dari Rp 2,2 miliar, usia 17-19 tahun mencapai Rp 47,9 miliar dan deposit yang tertinggi usia antara 31-40 tahun mencapai Rp 2,5 triliun. Angka-angka ini bukan sekedar angka namun dampak sosial dari persoalan besar kecanduan judi online ini adalah konflik rumah tangga, prostitusi, pinjaman online dan lain-lain. Meski demikian jumlah transaksi judi online mengalami penurunan sekitar 80% pada kuartal i-2025 bila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu. Tanpa intervensi serius, putaran dana dari perjudian online diperkirakan bisa mencapai Rp 1.200 triliun sampai akhir tahun 2025,ujar Ivan Yustiavandana,Kepala PPATK (Kamis,8/5/2025).

Bisnis.com, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), menggelar sosialisasi di SMAN 2 Purwakarta, Jawa Barat, dikarenakan Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah transaksi judi online dan pengguna pinjaman online terbesar di Indonesia, dengan nilai transaksi mencapai Rp 3,8 triliun, PPATK mencatat ada lebih dari 535.000 pemain judi online di Jawa Barat. Menkomdigi, Meutya Hafid mengatakan tingginya angka pemain dan transaksi judi online disebabkan oleh populasi Jawa Barat yang besar, sehingga perlu ditangani dengan serius, Oleh sebab itu pemerintah gencar melakukan sosialisasi agar masyarakat menggunakan internet secara positif sehingga angka transaksi judi online dapat ditekan.

Fenomena judi online yang menyasar anak-anak bukanlah hal yang kebetulan, kapitalisme menjadikan keuntungan sebagai tujuan utama meski harus merusak generasi muda, industri ini telah memanfaatkan celah psikologis dan visual untuk menarik anak-anak, inilah wajah asli kapitalisme rakus dan tidak mengenal batas moral, menghalalkan segala cara demi mendapatkan keuntungan yang sebanyak-banyaknya, walaupun harus menghancurkan masa depan generasi. Pemerintah tidak memiliki upaya yang serius dan sistemis dalam mencegah maupun mengatasi judi online, pemutusan akses dilakukan setengah hati dan tebang pilih, sementara masih banyak situs judi online lainnya tetap aktif dan merajalela dalam menghancurkan moral anak bangsa.

Hal ini semua telah cukup membuktikan bagi kita bahwa demokrasi kapitalisme tidak memiliki solusi hakiki dalam menyelamatkan generasi muda dari kriminalitas, orang tua khususnya ibu memiliki peran sentral dalam membentengi anak dari kerusakan moral termasuk jebakan judi online, namun sayang di sistem kapitalisme saat ini orang tua juga terbebani dengan ekonomi, tidak sempat untuk mendidik anak-anak bahkan tidak sedikit dari orang tua bahkan ibu yang ikut terlibat kecanduan dalam judi online, ingin kaya dan memiliki segalanya secara instan.

Kondisi ini sungguh miris dan memprihatinkan, anak-anak yang menjadi masa depan bangsa, menjadi rusak akalnya pikiran dan perilakunya karena terpapar judi online, sudah sepantasnya jika hal ini mendapatkan perhatian yang besar dari pemangku jabatan negeri ini, anak adalah masa depan bangsa ini dan merupakan tanggung jawab dari keluarga, masyarakat dan negara untuk melindunginya dari judi online yang semakin tumbuh subur di negeri ini. Kemajuan teknologi sudah tidak terbendung, di era digital yang serba bebas ini telah menyebabkan anak dapat mengakses segala hal dengan bebas.

Berharap pada sistem kapitalis untuk menyelamatkan anak dari judi online adalah mustahil, karena itu jalan satu-satunya adalah melalui tegaknya syariat Islam dalam naungan Khilafah, Judi merupakan perbuatan maksiat yang dilarang dalam agama, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta'ala dalam surat al-Maidah ayat 90 yang artinya "hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, berjudi berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan tanah, adalah termasuk perbuatan syaitan, Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan".

Dalam sistem Islam judi akan diberantas tuntas oleh penguasa, mulai dari pemain, bandar hingga pembuat situs-situs judi online. Negara mampu menutup akses secara menyeluruh dan mencegah konten-konten merusak lainnya, hingga tidak ada lagi celah untuk mengakses judi online maupun offline,digitalisasi hanya akan diarahkan semata-mata untuk kemaslahatan rakyat.

Orang tua khususnya ibu punya peran utama dalam membentengi anak dari kerusakan moral, masuk dari jebakan judi online. Keluarga muslim akan melahirkan anak yang kuat secara akidah dan tidak mudah bermaksiat. Sistem pendidikan Islam tidak hanya fokus pada akademik tapi juga membentuk pola pikir dan pola sikap agar sesuai dengan ajaran Islam. Anak-anak dididik untuk menjadikan halal dan haram sebagai standar dalam berperilaku, termasuk literasi digital sesuai batasan syariat. Peran keluarga, masyarakat dan negara dioptimalkan dalam menjaga anak dari kemaksiatan.

Hanya Khilafah yang akan mampu mendidik dan membina generasi dengan pemikiran Islam, berakidah kan Islam dan berkepribadian Islam yang kukuh, serta menjadi generasi yang tangguh yang akan membangun peradaban Islam, sebagaimana yang telah dicontohkan sepanjang sejarah, bahwa Islam telah sukses mencetak generasi yang gemilang dengan segudang prestasi dunia dan akhirat, Islam hanya melahirkan generasi yang Rabbani bukan generasi pecandu judi online.

Wallahu a'lam bish showwab.


Share this article via

8 Shares

0 Comment