| 32 Views

Gedung Ponpes Ambruk, Cermin Jaminan Fasilitas Pendidikan Buruk

Oleh: Annisa Siti Rohimah
Muslimah Pemerhati Umat

Mushola di Pondok Pesantren Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, roboh karena kegagalan konstruksi. Mushola tersebut diduga tidak mengantongi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) hingga menewaskan 52 orang santri.Menurut menteri pekerjaan umum (PU), Dody Hanggodo, hanya ada 50 ponpes yang mengantongi PBG. Padahal berdasarkan data dari Kementerian Agama, Ponpes di Indonesia berjumlah 42.391.

Karena di seluruh Indonesia hanya 50 ponpes yang memiliki izin mendirikan bangunan, yang lain belum, kata Dody kepada wartawan di Karangrejek, Wonosari, Gunungkidul, Minggu (5/10/2025), dikutip dari detikJogya. Sebagai respon dalam menanggapi ambruknya Ponpes, Kementerian Agama akan melakukan evaluasi atau tinjauan terhadap kelayakan dari semua bangunan pondok pesantren dan rumah-rumah ibadah.

Bangunan Ponpes ambruk disinyalir konstruksi bangunan tidak kuat, serta pengawasan buruk. Pembangunan yang lembaga pendidikan lakukan tentu tidak lepas dari ketersediaan dana sebagai upaya mewujudkan infrastruktur yang layak. Hanya saja, tidak sedikit lembaga pendidikan, termasuk ponpes, yang mengandalkan pendanaan semata dari para wali santri.

Ironisnya, kejadian ini kembali memperlihatkan lemahnya perhatian dan tanggung jawab negara dalam menjamin fasilitas pendidikan yang layak dan aman bagi masyarakat, khususnya di lembaga pendidikan keagamaan. Ketika bangunan pendidikan berdiri tanpa standar keselamatan yang memadai, dan pengawasan terhadap kualitas infrastruktur diabaikan, maka nyawa generasi muda menjadi taruhannya.

Tragedi Al Khoziny bukan sekadar kecelakaan konstruksi, tetapi cerminan dari kelalaian sistemik — di mana keselamatan peserta didik sering kali dikorbankan demi efisiensi anggaran atau lemahnya regulasi. Padahal, setiap anak berhak mendapatkan lingkungan belajar yang aman, sehat, dan manusiawi.

Ini membuktikan sudah sangat buruk dan banyak masalah kehidupan dalam bingkai sistem buatan manusia, yakni sistem kapitalis demokrasi. Jaminan kesehatan, jaminan pendidikan serta kesejahteraan masyarakat yang seharusnya menjadi tanggung jawab para pemimpin negeri ini tidak dilaksanakan dengan baik. Tidak ada lagi yang bisa kita harapkan dalam sistem ini.

Pemerintah sibuk memperkaya diri sendiri tidak memikirkan penderitaan rakyatnya. Hingga detik ini rakyatnya sibuknya berputar dengan waktu agar tetap hidup. Waktu silih berganti rakyat tetap selalu menjadi korban kezaliman para penguasa.

Dalam sistem Islam, negara berkewajiban mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan, mulai dari kurikulum, bahan ajar, metode pengajaran, sarana dan prasarana sekolah, hingga mengupayakan pendidikan dapat di akses rakyat secara mudah. 

Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda: "Seorang imam (Khalifah/kepala negara) adalah pemelihara atau pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya" (HR. Bukhari dan Muslim)

Negara memenuhi sarana dan prasarana yang dapat menunjang kegiatan belajar mengajar guru dan siswa. Semua jenjang pendidikan harus memiliki fasilitas yang sama. Negara berperan aktif dalam melengkapi sarana-sarana fisik yang mendorong terlaksananya program pendidikan. Sarana tersebut bisa berupa gedung sekolah, ruang kelas, musholla, asrama siswa, kantor guru, aula sekolah dan sebagainya.

Selanjutnya terkait pembiayaan, Islam menetapkan pendidikan menjadi tanggung jawab negara. Seluruh pembiayaan diambil dari Baitul Mal, yakni dari pos fa'i dan kharaj serta pos milkiyyah 'amah (kepemilikan umum). Jika harta di Baitul Mal habis atau tidak cukup untuk menutupi pembiayaan pendidikan, negara akan meminta sumbangan sukarela dari kaum muslim yang mampu.

Demikianlah, dalam sistem Islam, negara memiliki kewajiban memenuhi tanggung jawabnya dalam menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas untuk seluruh rakyat tanpa terkecuali.

Wallahu a'lam bisshawabb


Share this article via

7 Shares

0 Comment