| 107 Views
Dilema Efisiensi Anggaran: Penghematan atau Pengabaian Kesejahteraan Publik?

Oleh : Ummu Aura
Muslimah Peduli Umat
Dilansir dari Metrotvnews.com(16-2-2025) Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini menginstruksikan kebijakan efisiensi anggaran dalam tiga tahap dengan total penghematan sebesar Rp750 triliun. Tahap pertama telah menghemat Rp300 triliun, sementara tahap kedua direncanakan menghemat Rp308 triliun. Adapun tahap ketiga, penghematan akan dilakukan melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan target dividen mencapai Rp300 triliun.
Kebijakan ini disebut bertujuan untuk memberikan manfaat nyata bagi masyarakat. Sebagian dana yang berhasil dihemat, sekitar 24 miliar dolar AS, akan dialokasikan untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) guna mengurangi kelaparan, khususnya di kalangan anak-anak. Sementara itu, sisa dana sebesar 20 miliar dolar AS akan dikelola oleh Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara sebagai dana investasi.(kompas.com 16-2-2025)
Namun, kebijakan efisiensi anggaran ini menuai kritik karena dianggap memangkas anggaran pada sektor vital seperti perbaikan jalan rusak, pembangunan bendungan, serta irigasi yang terpaksa ditunda. Tidak hanya itu, penghematan ini juga berdampak pada pengurangan dana untuk pendidikan tinggi dan penelitian. Ironisnya, program MBG yang menjadi salah satu penerima alokasi dana justru menghadapi kendala, seperti pemberhentian distribusi MBG bagi ribuan siswa di Sumenep, Jawa Timur, pada 17 Februari lalu.
Ketidaktepatan dalam Efisiensi Anggaran
Efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah berpotensi tidak menyelesaikan masalah, justru memperburuk kondisi masyarakat. Hal ini disebabkan oleh pemangkasan anggaran yang tidak berbasis kajian yang matang. Beberapa anggaran besar yang seharusnya bisa dikurangi, seperti anggaran pertahanan untuk alutsista, justru tetap dipertahankan.
Hal ini menunjukkan bahwa kepentingan yang diutamakan bukanlah kesejahteraan rakyat, melainkan pihak-pihak yang memiliki kepentingan tertentu. Keputusan ini semakin menguatkan sistem korporatokrasi yang berkembang dalam tatanan ekonomi kapitalisme. Dalam sistem ini, peran negara dalam mengelola kebutuhan rakyat semakin berkurang, sementara kepentingan swasta semakin dominan.
Salah satu dampak nyata dari sistem ini adalah semakin berkurangnya subsidi bagi rakyat, terutama di sektor pendidikan dan kesehatan. Bahkan, beban pajak yang tinggi juga diberlakukan sebagai sumber utama pemasukan negara dalam sistem ekonomi kapitalis.
Solusi dalam Islam
Berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam menawarkan solusi kesejahteraan yang dikelola oleh negara berbasis hukum syariah. Dalam sistem Khilafah, penguasa berperan sebagai raa'in (pengurus rakyat) yang bertanggung jawab penuh atas kebutuhan masyarakat.
Dalam sistem ekonomi Islam, sumber pemasukan negara tidak bertumpu pada pajak atau utang. Negara memiliki berbagai sumber pendapatan yang telah ditentukan oleh syariah, seperti:
1. Sumber kepemilikan individu, seperti zakat, sedekah, hibah, dan warisan. Khusus zakat, penggunaannya harus sesuai dengan delapan golongan yang berhak menerimanya.
2. Sumber kepemilikan umum, seperti hasil tambang, minyak bumi, gas alam, dan sumber daya alam lainnya.
3. Sumber kepemilikan negara, seperti jizyah, kharaj, ghanimah, fa'i, dan 'usyur.
Dalam pengelolaan anggaran, Khalifah hanya berpegang pada aturan syariah dan tidak tunduk pada kepentingan segelintir elite. Setiap pengeluaran negara didasarkan pada prinsip keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
Berikut adalah enam prinsip utama dalam alokasi anggaran negara Islam:
1. Dana zakat hanya diperuntukkan bagi delapan golongan yang berhak, sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur'an.
2. Anggaran wajib untuk jihad serta bantuan bagi fakir dan miskin.
3. Pembiayaan gaji pegawai negara, hakim, tentara, dan aparatur pemerintahan lainnya.
4. Pembangunan sarana vital seperti jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit, masjid, dan penyediaan air bersih.
5. Dana darurat untuk menanggulangi bencana seperti gempa bumi, banjir, atau krisis pangan.
6. Pembangunan tambahan untuk meningkatkan kesejahteraan, selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Demikianlah konsep pengelolaan anggaran dalam sistem Khilafah yang menjamin kesejahteraan rakyat tanpa mengorbankan hak-hak mereka, berbeda dengan sistem kapitalisme yang cenderung menguntungkan segelintir pihak.
Wallahu'alam bishshawwab.