| 497 Views
Debat Capres: "Utang Indonesia, Tidak Hanya Sebuah Angka"

CendekiaPos - Persoalan utang luar negeri Indonesia menghangat dalam debat calon presiden (capres) akhir pekan lalu. Dalam momen itu, Prabowo Subianto, calon nomor urut 2, menegaskan bahwa utang Indonesia saat ini berada pada level yang aman, dengan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang masih rendah. Namun, apa yang sebenarnya terjadi di balik angka-angka tersebut?
Prabowo mempertahankan bahwa rasio utang 50% terhadap PDB tidak menjadi masalah yang signifikan. "Kita bisa sampai 50% nggak masalah, kita tidak pernah default, kita dihormati di dunia," ujarnya dalam debat capres di Istora Senayan, Jakarta.
Data terbaru menunjukkan bahwa utang pemerintah Indonesia per November 2023 mencapai Rp8.041 triliun, atau sekitar 38,11% terhadap PDB. Meskipun angka ini meningkat dari tahun sebelumnya, rasio utang tersebut masih berada di bawah batas maksimal 60% yang diatur dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Perbandingan dengan negara-negara lain memberikan perspektif yang menarik. Jepang, misalnya, memiliki rasio utang yang mencapai 226,4% terhadap PDB, sementara Amerika Serikat (AS) menghadapi rasio utang lebih dari 100%. Meskipun angka ini bisa menjadi alarm bagi beberapa pihak, faktor internal dan kepemilikan utang oleh investor dalam negeri, seperti di Jepang, memberikan kestabilan.
Sementara itu, negara-negara tetangga ASEAN seperti Malaysia, Thailand, dan Filipina rata-rata memiliki rasio utang sekitar 60%, dengan Singapura mencatatkan tertinggi sekitar 168%.
Debat capres kali ini mengajarkan bahwa utang bukan hanya soal angka, tetapi juga konteks dan kebijakan yang mendukungnya. Kepemilikan utang oleh investor dalam negeri, ketersediaan sumber daya, dan stabilitas ekonomi menjadi faktor kunci dalam menilai dampak utang terhadap suatu negara. Sehingga, utang Indonesia tidak hanya sebatas statistik, melainkan juga cerminan kestabilan dan kepercayaan dalam menghadapi tantangan global.