| 11 Views

Darurat KDRT dan Kekerasan Remaja, Implikasi Penerapan Sistem Kapitalistik

Oleh: Ummu Syathir

Angka kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Indonesia terus merangkak naik dari tahun ke tahun.  Jumlah kasus KDRT tercatat sebanyak 1.146 perkara pada Januari 2025 dan terus mengalami peningkatan bertahap hingga mencapai 1.316 perkara pada bulan Mei. Meski sempat sedikit menurun menjadi 1.294 kasus pada Juni, tren kembali meningkat tajam pada Juli dengan jumlah tertinggi pada 2025, yaitu 1.395 perkara. Setelah itu, pada Agustus jumlah kasus turun kembali menjadi 1.314 perkara. https://goodstats.id (14/09/2025). Tingginya tren KDRT merupakan sinyal bahwa masyarakat sedang tidak baik-baik saja, menunjukkan banyaknya tekanan hidup yang tidak terselesaikan. Mayoritas korban KDRT adalah perempuan, namun sejatinya KDRT bisa menimpa siapa saja, seorang suami menyakiti bahkan membunuh isterinya begitu juga sebaliknya tak jarang kasus isteri menyakiti bahkan membunuh suaminya. Dampak KDRT ini tidak hanya menimpa korban secara langsung namun akan berimplikasi terhadap psikologis anak, anak-anak yang menyaksikan KDRT akan beresiko mengulangi siklus kekerasan tersebut ketika mereka memiliki power untuk melakukan yang demikian sehingga banyak kasus KDRT yang tidak hanya dilakukan oleh orang tua ke anak, namun juga anak melakukan KDRT ke orang tuanya, sebagaimana yang diberitakan dalam media online https://www.beritasatu.com, 16/10/2025: “Sakit hati disebut cucu pungut, remaja 16 tahun di Pacitan, Jawa Timur, membacok nenek angkatnya. Akibatnya, korban mengalami luka serius dan harus mendapatkan perawatan intensif di RSUD dr. Darsono Pacitan”. Dan masih banyak kejadian kasus serupa dimana anak merupakan pelaku kekerasan entah terhadap keluarga dekatnya maupun orang lain. 

Kapitalisme Liberal Menyuburkan Budaya Kekerasan

Berbagai persoalan yang dihadapi oleh negeri ini tidak lepas dari penerapan sistem demokrasi kapitalis yang diterapkan, berbagai solusi telah dilakukan oleh pemerintah untuk mencegah goncangan sosial yang diakibatkan oleh kemiskinan termasuk KDRT dan kekerasan remaja, namun solusi tersebut belum menunjukkan hasil sesuai harapan, bahkan menghasilkan masalah baru, ini diakibatkan solusi yang ditempuh tidak menyentuh akar masalah, kekerasan yang dialami oleh anggota keluarga bukanlah nasib buruk yang terjadi begitu saja, namun kebanyakan kasus berhubungan dengan masalah ekonomi, berhubungan dengan pemenuhan hak-hak dasar keluarga sebagai warga negara, meski telah dibuat regulasi mengenai Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang tertuang dalam UU No. 23 Tahun 2004, namun hal tersebut tidak akan mampu menghalau kekerasan yang terjadi dalam banyak keluarga negeri ini, sebab tidak menghilangkan akar masalah penyebab kekerasan dalam rumah tangga. Bahkan program pemerintah dalam Pemberdayaan Ekonomi Perempuan yang terus digaungkan karena dianggap mampu menyolusi pengentasan kemiskinan bangsa dan perempuan yang berpenghasilan secara mandiri akan memiliki nilai tawar dalam keluarga sehingga dapat menekan masalah keluarga jusrtu jargon ini membuat perempuan terjerumus dalam kubangan kapitalis yakni sebagai mesin ekonomi yang akan menjauhkan perempuan dari fitrahnya sebagai ibu bagi generasi.

Penerapan sistem ekonomi kapitalis di negeri ini, menciptakan kemiskinan terstruktur, melimpahnya kekayaan SDA seharusnya dapat menjadikan masyarakatnya terbebas dari beban ekonomi yang menimbulkan kegusaran yang berakibat seseorang dapat terjebak pada tindak kekerasan, penerapan sistem ekonomi kapitalis memberikan kebebasan kepada pengusaha untuk mengeruk sumber daya alam dan menikmati sebagian besar keuntungannya, Negara hanya memperoleh sebagian kecil keuntungan berupa pajak dan royalti, disisi lain tingkat korupsi yang terus meningkat, rakyatpun terus terhimpit dengan berbagai pajak yang merupakan sumber pemasukan APBN, disisi lain jumlah lapangan kerja yang tidak memadai membuat para lelaki sulit mencari kerja.

Begitu juga banyaknya kasus tindakan kekerasan yang dilakukan oleh anak remaja tidak hanya menggambarkan kegagalan pendidikan dalam keluarga namun lebih dari itu merupakan sebuah efek domino dari tekanan sosial yang dihadapi oleh keluarga, tekanan ekonomi menjadi salah satu yang paling dominan penyebab terjadinya KDRT dalam sebuah keluarga, kebutuhan hidup yang terus melonjak sementara penghasilan stagnan bahkan banyaknya kasus PHK membuat ruang konflik dalam keluarga semakin lebar, ditambah keimanan masyarakat mengalami degradasi akibat tergerus oleh arus sekularisme liberal yang telah lama mendidik masyarakat negeri ini, menjadikan budaya patriarki melekat erat. Disisi lain pendidikan berbasis sekularistik meminggirkan islam sebagai aturan kehidupan, agama yang mengajarkan nilai-nilai luhur hanya dipelajari dalam pelajaran formal dengan jumlah jam yang minim, moderasi beragama terus digaungkan dan diterapkan sementara nilai-nilai kebebasan dijunjung tinggi dalam segala aspek, tontonan aksi kekerasan dijajakan secara bebas diera digitalisasi, yang berdampak buruk bagi otak remaja. Industri hiburan kapitalisme selain mengajarkan gaya hidup hedonisme juga banyak berbalut kekerasan yang membajak akal remaja dalam peyelesaian masalah.

Islam Solusi Terbaik

Islam merupakan sebuah ideologi yang mengatur segala aspek baik keluarga maupun negara. Keluarga merupakan penyatuan dua insan yang memiliki visi misi bersama, islam sebagai agama yang sempurna memiliki konsep yang khas mengenai keluarga, disanalah pembentukan pertama karakter anak, islam memandang perempuan sebagai mitra laki-laki dalam kehidupan domestik dan publik, dalam rumah tangga keduanya saling support dalam mendidik generasi. “Suami adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia pasti dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Dan isteri adalah pemimpin rumah tangga suaminya, dan ia pasti dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya ”(HR.Bukhari), dalam hadis ini menunjukkan bahwa baik suami maupun isteri keduanya bertangungjawab dalam membangun keluarga yang harmonis. Peran ayah bukan saja sebagai pemberi nafkah namun juga sebagai nahkoda rumah tangga yang mengarahkan anggota keluarganya pada kebaikan yakni islam, sebagaimana yang diperintahkan Allah Swt.:”Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu (QS at-Tahrim [66]: 6).

Islam juga menganjurkan seorang suami untuk mempergauli isterinya dengan baik sebagaimana sabda Rasulullah Saw. dari Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda: Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya dan orang yang paling baik diantara kalian adalah yang paling baik akhlaknya terhadap isterinya (HR. At-Tirmizi). Oleh karena itu keluarga harus berdiri diatas pondasi yang kuat yakni akidah islam, pemikiran islam mesti tertancap kuat dalam diri kedua orangtua yang kelak memberikan pembelajaran islam pada anak-anaknya, sehinnga mereka tumbuh menjadi pribadi yang tidak hanya pintar secara intelektual namun juga cerdas secara spiritual. 

Namun keluarga ideal hanya bisa tercipta jika ada support system dari negara tempat mereka hidup, dalam islam negara wajib memastikan terpenuhinya hak dasar masyarakat mulai dari keamanan, sandang, kesehatan dan pendidikan, sebagaimana hadis: “Imam/ khalifah/ kepala negara adalah pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas pengurusan rakyatnya).” (HR al-Bukhari). Khalifah setelah Rasulullah Saw. juga telah menunjukkan sikap peduli terhadap pemenuhan dasar masyarakat. Dalam kitab Al-Amwal karangan Abu Ubaid, diceritakan bahwa Khalifah Umar bin al-Khaththab pernah berkata kepada pegawainya yang bertugas membagikan sedekah, “Jika kamu memberi, cukupkanlah..”, beliau juga mengawinkan kaum muslim yang tidak mampu, membayar hutang-hutang mereka, dan memberikan biaya kepada para petani agar mereka menanami tanahnya.

Islam mengatur kepemilikan harta untuk mencegah penumpukan kekayaan pada segelintir orang, “Agar harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian.” (QS Al-Hasyr [59]: 7), dalam islam sumber daya alam melimpah seperti barang tambang merupakan kepemilikan umum yang mesti dikelola oleh pihak Negara, hasilnya dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat dalam bentuk terpenuhinya hajat hidup mereka berupa pendidikan, kesehatan dan fasilitas umum lainnya, sehingga keluarga tidak akan dipusingkan dengan urusan biaya pendidikan, kesehatan dan akses fasilitas umum lainnya,; “Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api” (HR Ibnu Majah). Haram dimiliki oleh individu terlebih lagi oleh pihak asing, dengan tegas Allah  Azza Wajalla berfirman: Sekali-kali Allah tidak akan memberikan jalan kepada kaum kafir untuk menguasai kaum Mukmin (An-Nisa’:141).

Dalam islam negara memastikan setiap laki-laki dewasa, terutama yang punya beban tanggung jawab nafkah dipundaknya diwajibkan mencari nafkah, ”hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya.”(Ath-thalaq:7). Disisi lain negara wajib menyediakan lapangan kerja bagi mereka yang membutuhkan, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah; ketika ada seorang laki-laki Anshar mendatangi Nabi saw. Dia meminta kepada beliau… beliau memberi dua dirham satu dirham untuk beli makan ia dan keluarganya dan satu dirham untuk membeli kapak…. Kemudian Nabi saw. bersabda kepada laki-laki Anshar itu, “Pergilah. Carilah kayu bakar dan juallah.”(HR.Ibnu Majah). 

Bahkan nafkah atas orang fakir yang tidak memiliki kerabat yang mampu menafkahinya akan menjadi tanggung jawab Negara.  Ketentuan ini didasarkan pada sabda Nabi saw.: “Siapa saja yang meninggalkan harta, itu adalah hak ahli warisnya. Siapa saja yang meninggalkan orang lemah (yang tidak punya anak maupun orangtua), itu adalah urusan kami” (HR al-Bukhari dan Muslim). Demi menjamin Baitul Mal melaksanakan pemenuhan nafkah tersebut, syariah menetapkan pos-pos pengeluaran untuk (pemberian) nafkah tersebut sebagai bentuk perhatian khusus.  Syariah menetapkan di dalam Baitul Mal pos seperti zakat untuk orang-orang fakir. Allah Swt. Berfirman: “Sungguh zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin…” (at-Taubah : 60).

Sehingga para ayah tidak terlalu terbebani pikiran dan tenaganya dengan biaya kehidupan yang sangat tinggi seperti saat ini, disisi lain ibu bisa menikmati perannya sebagai pengatur rumah tangga, pendidik generasi tanpa harus dipusingkan dengan kesempitan ekonomi, beban ganda dan kekerasan. Dengan demikian kehidupan terpuruk akan terus dialami umat manusia selama sistem demokrasi sekuler yang menjadi landasan dalam mengatur kehidupan, saat nya kita memperjuangkan tegaknya kembali sistem islam dalam bingkai Negara islam yang menerapkn islam secara kaffah.


Share this article via

0 Shares

0 Comment