| 60 Views

Wacana Kampus Kelola Tambang, Integritas Akademiknya Dipertaruhkan

Oleh : Aktif Suhartini, S.Pd.I., 
Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok

Melalui rapat paripurna pada Kamis, 23 Januari 2025, perguruan tinggi menjadi salah satu pihak yang diusulkan mendapatkan Wilayah Izin Usaha Tambang (WIUP). Namun, usulan tersebut ada yang setuju/pro dan ada yang menolak/kontra (kompas.com, 25/1/2025).

Bagi yang kontra, jika disetujui apakah kebijakan tersebut tidak mengkhawatirkan perguruan tinggi? Karena perguruan tinggi akan terlena dari misi utamanya sebagai lembaga pendidikan dan dapat melupakan dari misi awalnya. Kampus harus fokus menghasilkan karya akademik yang bermanfaat, mencetak generasi pemikir kritis dan agen perubahan, bukan justru terjebak dalam korporatisasi dan menjadi entitas bisnis semata. Jika itu terjadi, sangat memungkinkan kampus sebagai rumah intelektual akan semakin parau suaranya ketika terjadi ketidakadilan atau penyalahgunaan kekuasaan.

Ditambah juga, jika usulan kampus kelola tambang disetujui oleh perguruan tinggi dan terjun ke dalam sektor ini, maka jelas integritas akademiknya bakal dipertaruhkan. Karena temuan saintifik terkait dampak buruk aktivitas pertambangan terhadap lingkungan dan manusia di sekitar lokasi akan cenderung diabaikan, ini akan mengakibatkan kampus menjadi antisains.

Dan keterlibatan dalam aktivitas pertambangan dapat memunculkan erosi kepercayaan publik terhadap kampus. Logika kampus yang sejatinya dijalankan dengan prinsip nirlaba berpotensi dirusak dengan pola pikir bisnis, mengejar profit sebesar-besarnya dengan godaan pengabaian etika. Termasuk, tidak mempertimbangkan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan.

Melibatkan diri dalam industri kontroversial, baginya jelas akan mencoreng reputasi kampus yang selama ini dibangun, industri ekstraktif sudah terbukti mengakibatkan kerusakan lingkungan, sebagaimana aktivitas pertambangan yang juga sering menyebabkan konflik, penggusuran, dan dampak negatif pada masyarakat lokal.

Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), salah satu pihak yang menolak keras, karena jika tujuan pemerintah memberikan izin tambang dianggap sebagai salah satu solusi atas pembiayaan tinggi setiap kampus. Maka hal ini sangatlah tidaklah masuk akal, dan jika berharap kampus bila mengelola usaha pertambahan akan memberikan efek uang kuliah akan semakin murah. Maka pendapat itu semua harus dipikirkan ulang atau bahkan kita harus berasumsi jangan-jangan yang tambah kaya justru para elite dan pemilik kampusnya. Jangan sampai kampus hanya mendapatkan izin, tetapi kegiatan penambangannya dilakukan oleh pihak lain. Bukankah itu semua bisa saja terjadi, ehm.

Jika memang pemerintah ingin membantu kampus dalam pendanaan, masih banyak cara lain yang bisa dipilih, seperti memanfaatkan SDA yang berlimpah dialokasikan untuk meningkatkan fasilitas pendidikan bukan dikuasai oleh oligarki. Salah satunya dengan meniadakan pajak lembaga dan mempermudah kampus membuka usaha yang bersih lain. Yakinlahlah apabila negara ini percaya bahwa kampus punya posisi strategis untuk peradaban Indonesia ke depan, maka jangan tarik kampus ke gagasan yang dapat mengalihkan kampus dari misi mulianya. Lupakan saja gagasan pemberian izin pertambangan ke kampus yang membocorkan energi dan kehebohan yang tidak perlu.

Jika hal itu terjadi, kemanakah peran negara dalam upaya menciptakan generasi emas yang mandiri siap dengan segala tantangan, apabila kebutuhan pendidikan diserahkan kepada swasta. Selain itu, hal ini juga menunjukkan terjadinya disfungsi negara yang seharusnya berperan sebagai raa'in dan junnah yang bertanggung jawab atas pemenuhan publik atas kebutuhan akses ke perguruan tinggi dan pengelolaan tambang sebagai harta milik umum.

Apabila kita ingin berpendapat, jujur kampus berorientasi mengejar materi dampak dari kapitalisasi pendidikan. Dalam sistem kapitalisme, pembiayaan ditanggung orang tua atau personal sehingga menjadi sangat berat dan menutup peluang mahasiwa yang miskin mengenyam pendidikan tinggi. Kampus sebagai lembaga pendidikan harusnya fokus membentuk syaksiyah Islamiyah dan generasi unggulan dengan karya terbaik untuk kontribusi kepada umat.

Sungguh sangat berbeda dengan sistem Islam yang menetapkan pembiayaan kampus ditanggung oleh negara dari kas kepemilikan umum, termasuk pertambangan. Negara wajib mengelolanya untuk dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk sarana umum termasuk layanan pendidikan. Dan sudah pasti Islam mengharamkan pengelolaan pertambangan oleh individu atau swasta sebagaimana yang terjadi hari ini. Tambang milik umum, wajib dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk berbagai pelayanan negara untuk rakyat. Ingin memiliki generasi emas yang berkualitas, maka hanya sistem Islam solusinya.


Share this article via

111 Shares

0 Comment