| 28 Views

Tujuan Pajak, Wakaf dan Zakat Tidak Sama

Oleh: Lily
Aktivis Dakwah

Islam sebagai agama yang sempurna telah mengatur seluruh aspek kehidupan terkait pengelolaan keuangan sebagaimana yang ada dalam Al-Quran, dimana pengaturannya telah dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW, para sahabat Khulafaur Rasyidin dan para khalifah dalam daulah Khilafah.

Begitu juga terkait bahasan pajak, wakaf dan zakat. Ketiga bahasan tersebut secara filosofis jelas sangat berbeda. Oleh karena itu ketika Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam acara Sarasehan Nasional Ekonomi Syariah Refleksi Kemerdekaan RI 2025, Rabu (13/8/2025), mengatakan kewajiban membayar pajak sama seperti menunaikan zakat dan wakaf karena ketiganya memiliki tujuan yang sama, yakni menyalurkan sebagian harta kepada pihak yang membutuhkan sebagai bentuk kerancuan pemahaman yang dapat merusak arti maupun makna yang sesungguhnya juga cara mengumpulkannya.

Perbedaan Pajak, Zakat dan Wakaf
Dalam sistem kapitalis, pajak merupakan sumber pendapatan utama negara untuk membiayai fungsi-fungsi negara seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Pajak juga berperan dalam kebijakan fiskal untuk mengendalikan ekonomi, menyesuaikan tingkat defisit anggaran, mengurangi ketergantungan pada utang, dan mengarahkan pola konsumsi masyarakat.

Pajak juga didefinisikan sebagai kontribusi wajib setiap warga negara yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang. Untuk itu, warga negara akan mendapatkan kompensasi secara tidak langsung dalam bentuk hasil-hasil pembangunan dan pembiayaan untuk kepentingan umum yang menjadi prioritas negara dan jika menunggak akan dikenakan sanksi yakni bayar denda sekian rupiah sesuai kebijakan pemerintah.

Dalam sistem ekonomi kapitalisme, pajak merupakan sumber penerimaan utama. Kontribusi pajak dalam pendapatan negara mencapai 80,32% (BPS, 2023), sebuah angka yang sangat besar dan lebih besar dibanding Singapura yang relatif tidak memiliki SDA sebanyak Indonesia.

Adapun fungsi pajak dalam sistem kapitalis hanya 20% sebagai pembiayaan negara, yakni digunakan untuk membiayai proyek infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan program sosial, menjaga stabilitas ekonomi, pajak tinggi pada barang-barang tertentu untuk mengendalikan pola konsumsi masyarakat, misalnya pada produk nonesensial atau yang berdampak lingkungan, menutup defisit anggaran. Yang pasti, dalam sistem kapitalis pajak sebuah bentuk kezaliman yang dilakukan oleh penguasa, karena dikenakan kepada seluruh rakyat tanpa memandang kaya atau miskin dikenakan wajib pajak.

Dalam syariat Islam, pajak ditetapkan sebagai pungutan yang benar-benar diizinkan oleh syariat dan berdasarkan dalil. Yakni pungutan negara ketika dana di baitul mal lagi kosong diambil dari orang kaya atau yang mampu saja dalam keadaan darurat saja. Jadi pajak itu bukan sumber utama penerimaan negara, tapi hanya diwaktu tertentu saja.

Pengaturan Islam berkaitan dengan pos-pos penerimaan negara telah ditetapkan secara terperinci. Dalam kitab Al-Amwal karya Syekh Abdul Qadim Zallum dijelaskan bahwa di antara pos penerimaan negara adalah pos anfal, ganimah, fai, dan khumus; kharaj, jizyah; harta kepemilikan umum; harta milik negara; harta usyur; harta tidak sah dari penguasa dan pegawai negara; khumus, harta orang yang tidak memiliki harta waris, harta orang murtad, pajak, dan zakat. Secara keseluruhan terdapat dua belas pos penerimaan negara dan pajak tidak menjadi komponen utama apalagi andalan.

Dengan pengelolaan keuangan ala APBN syariah, negara memiliki pos penerimaan yang sangat banyak. Sebagai contoh, pemanfaatan pos harta kepemilikan umum saja. Jika SDA dikelola sendiri oleh negara, tidak diserahkan pada asing dan swasta, tentu hasil yang kembali kepada negara dapat digunakan secara optimal, bahkan berlebih. Indonesia memiliki kekayaan alam yang jumlahnya terbesar di dunia, seperti hutan terluas, gas alam, batu bara, emas, nikel, dan sebagainya.

Untuk hutan yang dimanfaatkan sebagai lahan sawit, misalnya, ternyata 60% lahan sawit yang menjadikan Indonesia sebagai pengekspor terbesar di dunia dikuasakan kepada swasta melalui Hak Guna Usaha (HGU). Untuk ini, negara cukup puas memungut 7,5% dari harga CPO yang diekspor.

Sementara itu, nilai ekspor CPO Indonesia 2023 sebesar US$23,97 miliar atau setara Rp389.632 triliun (kurs Rp16.260). Dari nilai tersebut, negara hanya memperoleh Rp27,3 triliun dan bagian besarnya untuk swasta. Andai potensi ini dikelola negara, betapa banyaknya pemasukan negara. Belum lagi pemasukan negara dari sektor tambang, Indonesia menjadi pengekspor batu bara terbesar di dunia dengan nilai ekspor sebesar US$34.592.077.000, sebuah angka yang sangat besar.

Zakat
Zakat dalam Islam adalah kewajiban mengeluarkan sebagian harta tertentu oleh umat Muslim yang telah memenuhi syarat, untuk diberikan kepada 8 asnaf yang berhak (mustahik) sebagai salah satu rukun Islam.

Adapun zakat yang dikeluarkan berbeda jenisnya. Zakat fitrah sekitar 2,5 kg atau 3,5 liter per jiwa, berupa makanan pokok seperti beras, dikeluarkan pada bulan Ramadan menjelang Hari Raya Idulfitri. Adapun zakat mal, dikeluarkan dari harta yang mencapai nisab (batas minimal harta yang wajib dizakati) dan haul (masa kepemilikan selama satu tahun hijriah), meliputi berbagai jenis harta, seperti emas, perak, uang, hasil pertanian, hasil ternak, hasil pertambangan, dan harta perdagangan. Besaran zakat mal umumnya 2,5% dari nilai total harta yang dimiliki, namun ada jenis zakat lain yang berbeda.

Harta zakat sebagai salah satu jenis harta yang diletakkan di baitul mal, yang dikumpulkan hanya dari orang-orang Islam, tidak diambil dari orang-orang kafir. Zakat dalam Islam adalah salah satu bentuk ibadah dan dianggap sebagai salah satu rukun Islam.

Zakat memiliki fungsi spiritual untuk menyucikan diri dan harta, serta fungsi sosial untuk membantu fakir miskin dan memberdayakan ekonomi masyarakat. Adapun tujuan zakat untuk membersihkan dan menyucikan harta, mendekatkan diri kepada Allah, mengatasi kesenjangan sosial, membantu mengurangi kesenjangan ekonomi dan meningkatkan solidaritas serta kepedulian sosial di antara umat Muslim.

Pengumpulan zakat tidak dilakukan karena ada tidaknya kebutuhan negara dan kemasyarakatan umat, seperti harta-harta lain yang dikumpulkan dari umat. Zakat merupakan jenis harta khusus yang wajib diserahkan ke baitul mal, baik ada kebutuhan maupun tidak, dan tidak akan gugur dari seorang Muslim selama diwajibkan dalam hartanya diwajibkan atas seorang Muslim yang memiliki satu nishab, sementara zakat tidak wajib bagi orang kafir tapi tetap diwajibkan atas anak-anak dan orang gila.

Wakaf
Dalam Islam, wakaf adalah menghibahkan harta benda milik pribadi kepada lembaga atau masyarakat umum agar manfaatnya dapat dinikmati secara berkelanjutan untuk kebaikan bersama. Wakaf merupakan amal jariyah yang pahalanya terus mengalir bahkan setelah pewakaf meninggal dunia, selama harta tersebut masih digunakan untuk kebaikan. Adapun anjuran berwakaf terdapat dalam beberapa ayat Al-Qur'an, seperti dalam surah al-Hajj ayat 77 dan surah Ali Imran ayat 92.

Oleh karena itu, antara pajak, zakat dan wakaf tidak bisa disamakan seperti yang dikatakan Bu Menteri. Dengan kata lain, zakat tidak bisa dihapus dan tidak bisa diganti oleh pajak. Pajak hanya boleh dan dipungut sementara dan darurat, bukan sebagai kewajiban rutin.


Share this article via

10 Shares

0 Comment