| 20 Views

Tak Selamanya Bertahan Aman

Oleh: Haniyah
Santri Ideologis

Suasana bahagia dan enjoy menjalani pekerjaan ternyata merupakan hal yang penting. Sebab, bertahan secara terpaksa dengan suatu pekerjaan justru dapat menjadi tekanan tersendiri bagi para pekerja. Sekalipun banyak orang yang menganggap hal tersebut baik-baik saja. Fenomena tersebut diberi istilah "job hugging"  yang yang mana akhir-akhir ini sedang hangat diperbincangkan.

Kekhawatiran saat bekerja telah mencapai puncaknya di saat kondisi ekonomi semakin memburuk dan tingkat PHK yang juga meninggi. Alih-alih berani menghadapi risiko ketika mencari-cari pekerjaan yang lain, mereka lebih memilih bertahan, yang katanya lebih aman. Jennifer Schielke seorang CEO Summit Grup Solution ikut angkat suara terhadap kasus ini. Menurutnya job hugging menumbuhkan sebuah ilusi dari loyalitas para pekerja. Bahkan, bertahannya mereka lebih layak disebut stagnasi daripada loyal.

Jika kita analisis, fenomena jawab hugging ini merupakan akibat dari langkanya ketersediaan lapangan pekerjaan. Sehingga sedikitnya lapangan pekerjaan yang ada menjadi satu-satunya pilihan pekerja sekalipun tidak sesuai dengan bidang atau keterampilan yang mereka miliki. Lapangan pekerjaan sendiri menjadi langkah, sebab lepasnya tanggung jawab pemerintah dalam mengurusi hal tersebut, sehingga diambil alih oleh asing dan swasta .

Seperti inilah potret buram negara dan penguasanya dalam sistem kapitalisme. Alih-alih menjalankan tanggung jawab dan peduli terhadap urusan rakyat, mereka lebih sering sibuk memenuhi kantong masing-masing. Prinsip mereka dan kita peduli jika ada koin yang akan kembali. Praktik ekonomi non real dan ribawi pun gencar dilakukan dan bahkan menjadi salah satu pemasukan negara. Sebab, di situlah kemungkinan besar akan ada banyak keuntungan yang tidak hanya masuk ke kas negara namun juga berpulang ke kantong mereka.

Padahal nyatanya, justru praktek ekonomi seperti itulah yang akan menghambat gerak roda perekonomian dan hanya menyerap sedikit tenaga kerja.

Kapitalisme juga menerapkan praktik liberalisasi perdagangan. Artinya siapa saja bebas melakukan perdagangan dengan siapa saja. Sekalipun negara dengan rakyatnya. Sehingga hal ini juga menjadi faktor lepasnya peran negara dalam mengayomi rakyatnya. Tak terpungkiri Dalam hal apakah telah mendapat pekerjaan yang layak atau belum.

Padahal, seharusnya negara menjadi pengurus utama urusan rakyat. Termasuk salah satunya dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang layak dan sesuai dengan bakat dan keterampilan yang dimiliki oleh setiap individu warga negaranya. Negara dengan pemimpin seperti ini hanya akan didapatkan apabila negara menerapkan sistem kepemimpinan Islam. Sebab dalam sistem Islam pemimpin dijuluki raa'in dan junnah yakni pengurus dan pendukung. Pemimpin dalam Islam diwajibkan untuk menjalankan amanahnya dengan landasan iman dan taqwa. Sehingga dalam memimpin mereka selalu berada di koridor Syariah.

Negara Islam menyediakan lapangan pekerjaan dengan mengelola dengan mengelola sumber daya alam. Negara memperkerjakan rakyatnya dalam pengelolaan sumber daya alam tersebut dan hasilnya digunakan untuk menggaji rakyat yang dipekerjakan tadi. Selain menyewa SDA, negara juga menerapkan politik industrialisasi Ihyaul mawat (mengelola tanah yang sudah mati), memberikan tanah produktif untuk dimanfaatkan rakyatnya dan yang paling utama adalah memberikan bantuan modal, sarana dan prasarana untuk setiap rakyatnya yang membutuhkan.

Sistem Islam juga mewajibkan setiap individu untuk selalu menghadirkan ruh dan keimanan dalam setiap aktivitasnya, terutama dalam aspek pendidikan dan menjalani pekerjaan mencari nafkah. Sehingga, mereka menjalankan atau motivasi ibadah dan selalu berada dalam batasan Halal-Haram.

Sistem Islam Ini bukan sekedar rencana dan khayalan semata yang belum pernah terealisasi. Bahkan sistem Islam pernah menjadi penguasa dua pertiga dunia selama lebih dari tiga belas abad. Selama itu pula penduduk dua pertiga dunia hidup dalam kesejahteraan dan kecukupan tak terkecuali penduduk yang beragama non Islam. Lantas tak ingin kah kita mengulangi sejarah emas tersebut? Oleh karena itu, kini sudah saatnya kita berhenti berharap pada sistem sekuler- kapitalisme dan berganti kepada sistem Islam. Satu-satunya sistem yang diridhoi oleh Allah SWT.


Share this article via

9 Shares

0 Comment