| 16 Views
Kapitalisme: Biaya Kesehatan Mahal di Tengah Beban Mental
Oleh : Susi Ummu Musa
"Didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat"
Makna pribahasa tersebut adalah kesehatan fisik berpengaruh besar terhadap kesehatan jiwa seseorang. Orang yang sehat akan lebih bersemangat dalam menjalani kegiatan sehari-hari dibandingkan dengan orang yang kurang sehat.
Peribahasa ini berasal dari bahasa Latin, yaitu men sana in corpore sano. Ungkapan ini diciptakan oleh Decimus Iunius Juvenalis, seorang penyair dari Aquino yang dikenal mempopulerkan aliran satir dalam kesusastraan Romawi klasik abad ke-2 Masehi.
Namun gambaran pribahasa itu tidak sesuai lagi dengan keadaan saat ini dimana banyak orang yang masih sehat secara fisik tapi jiwanya sakit.
Bahkan yang memang dalam kondisi sakitpun jiwanya semakin sakit.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Dr.Celestinus Eigya Munthe menjelaskan masalah kesehatan jiwa di Indonesia terkait dengan masalah tingginya prevalensi orang dengan gangguan jiwa. Untuk saat ini Indonesia memiliki prevalensi orang dengan gangguan jiwa sekitar 1 dari 5 penduduk, artinya sekitar 20% populasi di Indonesia itu mempunyai potensi-potensi masalah gangguan jiwa.
“Ini masalah yang sangat tinggi karena 20% dari 250 juta jiwa secara keseluruhan potensial mengalami masalah kesehatan jiwa.
Hal ini terjadi karena beberapa hal yang mendominasi salah satunya faktor ekonomi yang semakin sulit serta akses yang semakin membuat rumit.
Alhasil kondisi rakyat sudah pasti semakin rumit dan sulit.
Untuk menjalani gaya hidup sehat seperti yang dianjurkan mengkonsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna saja rakyat sudah tidak terpikir kesana, yang penting besok bisa makan apa tidak itulah yang dipikirkan.
Sehingga untuk masalah kesehatan rakyat harus pasrah dengan keadaan sebab biaya Kesehatan saat ini tidak gratis alias mahal.
Bisnis.com, JAKARTA — Program Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN menghadapi risiko beban jaminan kesehatan yang lebih tinggi dari penerimaannya. Muncul saran agar iuran naik, tetapi berdasarkan perhitungan terbaru, iuran BPJS naik hingga 10% pun tidak cukup dan masih berpotensi menyebabkan defisit dana jaminan sosial.
Kepala Humas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Rizzky Anugerah menjelaskan rasio beban jaminan kesehatan terhadap penerimaan iuran JKN sampai Oktober 2024 telah mencapai 109,62%, yang berarti beban yang dibayarkan lebih tinggi dari iuran yang didapat. BPJS Kesehatan mencatat penerimaan iuran sebesar Rp133,45 triliun, sedangkan beban jaminan kesehatan sebesar Rp146,28 triliun. "Jika berkaca dari kondisi rasio klaim tahun 2024 yang sudah mencapai 109,62%, sepertinya kenaikan iuran sebesar 10% tidak mencukupi untuk menutup kebutuhan biaya layanan kesehatan dan berpotensi akan terjadi defisit hingga gagal bayar," kata Rizzky kepada Bisnis, Jumat (6/12/2024).
Miris!, maka benar sehat itu mahal disistem Kapitalis Sekuler seperti yang saat ini diterapkan ditengah tengah kita.
Kondisi ekonomi yang sulit membuat peserta BPJS mengalami penurunan iuran hingga gagal bayar dan akhirnya masyarakatlah yang akan mengalami kesusahan.
Disamping itu akibat akses kesehatan yang tidak merata hingga ke pelosok desa membuat rakyat melakukan self- medication, Menurut World Health Organization (WHO), mengobati secara mandiri atau self-medication adalah upaya pengobatan pada suatu gangguan atau gejala tanpa adanya konsultasi pada tenaga kesehatan terlebih dahulu. Fenomena mengobati sendiri ini cenderung banyak terjadi di wilayah perdesaan dibanding perkotaan.
Berdasarkan data di bawah, proporsi penduduk perdesaan yang pernah melakukan self-medication cenderung meningkat pada tahun 2022, tetapi menurun pada 2023 dengan perbedaan yang tidak terlalu signifikan, yakni sebesar 3,5%.
Seperti inilah sistem Sekuler Kapitalis yang meriayah rakyat tidak dengan sungguh sungguh, akibatnya banyak hari ini rakyat yang merasa sehat badannya namun rapuh jiwanya karena banyaknya problem yang menimpa.
Wallahu a lam bissawab