| 79 Views
Retret Kepala Daerah VS Efisiensi Anggaran

Oleh : Ummu Alvin
Aktivitas Muslimah
Pelantikan lebih dari 500 kepala daerah hasil Pilkada 2024 telah selesai dilaksanakan di istana negara Jakarta pada hari Kamis (20/2/ 2025), usai pelantikan tersebut para gubernur, bupati dan walikota yang terpilih akan mengikuti retret yang diadakan di Borobudur Internasional Golf and Country Club tepatnya di kawasan akademi militer lembah tidar Magelang Jawa Tengah, selama 7 hari.
Adapun dari tujuan retret tersebut dilaksanakan adalah agar para kepala daerah mengikuti berbagai pembekalan intensif untuk memperkuat pemahaman mereka tentang tugas pemerintahan dan pembangunan daerah serta untuk membangun ikatan emosional serta kerjasama antar kepala daerah dan diharapkan juga ada keselarasan antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
Kebijakan ini menuai kontra dari publik, pasalnya retreat untuk kepala daerah menelan biaya Rp 13,2 miliar, dan dilaksanakan justru di saat kebijakan presiden yang melakukan efisiensi anggaran hingga Rp 306,7 triliun. Jelas di sini terlihat bahwa kebijakan efisiensi anggaran oleh presiden Prabowo kontra produktif dan tidak peka terhadap kebutuhan masyarakat, sedangkan beban besar justru dianggarkan negara untuk menyediakan pelatihan bagi kepala daerah.
Sungguh sangat disayangkan oleh banyak pihak karena retret ini tidak akan membawa manfaat karena saat ini masih banyak yang lebih penting untuk dipersiapkan bagi masyarakat khususnya menjelang hari Ramadan, di mana diketahui setiap Ramadan harga-harga bahan pokok akan melonjak, bagaimana kesiapan stok makanan hingga pengaturan dalam mudik lebaran. Sungguh efisiensi anggaran yang dilakukan oleh negara berdampak langsung pada kurangnya perayaan pada rakyat, sementara untuk pejabat terlihat jor-joran dalam mengeluarkan anggaran APBN.
Kurangnya pelayanan negara pada rakyat sesungguhnya telah membuktikan abainya negara akan tanggung jawabnya sebagai pengurus rakyat, negara hanya memposisikan dirinya sebagai operator dan fasilitator untuk korporasi. Peran ini juga semakin kuat ketika diterapkannya desentralisasi kekuasaan atau penerapan otonomi daerah.
Inilah sisi buruk negara yang menerapkan sistem kapitalisme, negara sebagai pelayan para kapitalis dan tidak memperdulikan ketika banyak rakyatnya yang hidup dalam kesusahan, dan untuk para pejabat justru melakukan retret yang mana di dalamnya tersedia berbagai fasilitas yang mewah dengan menggunakan uang anggaran di tengah efisiensi anggaran demi mensukseskan program MBG dll. Sungguh pejabat kapitalis tidak memiliki empati pada rakyat nya yang hidup dalam kesusahan.
Lain halnya jika sistem Islam yang diterapkan, penguasa dalam Islam adalah raa'in dan junnah atau pengurus dan pelindung bagi rakyatnya yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah subhanahu wa ta'ala. Setiap kebijakan yang diambil oleh penguasa senantiasa berorientasikan pada kemaslahatan rakyat, penguasa hanya akan membuat kebijakan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya dan memenuhi berbagai kebutuhannya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam Islam pejabat daerah adalah pembantu Khalifah, dan mereka yang terpilih adalah orang-orang yang memiliki syaksiyah Islam dan punya kapabilitas dan jauh dari konflik kepentingan. Aturan yang diterapkan adalah aturannya Allah yang sudah pasti dan mengikat semua pihak baik pejabat maupun rakyat, dengan penerapan aturan Allah maka akan menjadikan kehidupan sejahtera sehingga terwujud rahmat bagi seluruh alam.
Wallahu a'lam bishowab.