| 49 Views
Program Beras SPHP Diluncurkan, Mampukah Memberi Jaminan Pangan?

Oleh: Hanum Hanindita, S.Si.
Penulis Artikel Islami
Pemerintah telah resmi meluncurkan program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) Beras pada bulan Juli lalu. Program ini bertujuan menjaga daya beli masyarakat, mengendalikan inflasi, serta mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. (badanpangan.go.id, 18/07/25)
Hanya saja program ini tak mulus berjalan begitu saja. Ombudsman RI menyatakan jika masyarakat mengeluhkan mutu dari beras program SPHP yang dikelola Perum Bulog. Keluhan di antaranya terkait kadar air, penampakan dan aroma beras. Meskipun beras yang mutunya buruk dapat dikembalikan, Ombudsman menilai mekanisme pengembalian beras SPHP cenderung rumit bagi konsumen. Selain itu, Ombudsman juga mengkritik masalah distribusi beras yang tidak masif. Realisasi penyaluran SPHP saat ini baru tercapai sekitar 20 persen dari target yang ditetapkan. (cnnindonesia.com, 03-09-25)
Distribusi SPHP Belum Merata
Tingginya harga beras masih menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat. Apalagi beras termasuk kebutuhan pokok yang menjadi nadi kehidupan.
Pemerintah memang telah melakukan intervensi dengan mengambil langkah menyetabilkan harga beras dengan meluncurkan beras SPHP. Tetapi pada prakteknya penyaluran atau distribusi beras SPHP belumlah merata. Apalagi banyak keluhan dari masyarakat terkait kualitas beras SPHP.
Harga beras memang mengalami penurunan dengan adanya langkah ini, tetapi tentunya belum di semua daerah. Hanya wilayah yang sudah mendapatkan cukup distribusi. Namun, penurunan harga beras ini pun sifatnya sementara, sewaktu-waktu bisa terjadi kenaikan kembali.
Hal ini dikarenakan persoalan harga beras bersifat sistemis, yaitu meliputi tata kelola perberasan nasional dari hulu hingga hilir. Lembaga Bulog sendiri memiliki problem dari sisi tata kelola sehingga berasnya menumpuk di gudang. Hal ini terkesan yang penting stok beras terpenuhi. Padahal distribusi yang buruk menjadi penyebab menumpuknya beras di gudang Bulog. Inilah yang menyebabkan berlebihnya jumlah beras sehingga beras yang disimpan terlalu lama rentan mengalami penurunan kualitas. Sementara di pasaran harga beras melambung, padahal stoknya melimpah.
Bermainnya Praktik Oligopoli
Tingginya harga beras tak lepas dari praktik oligopoli yang berperan dalam mengerek harga. Berdasarkan data BPS dan Kementerian Pertanian, dari sekitar 180.000 unit penggilingan padi di Indonesia, hanya sekitar 10 persen yang tergolong besar. Namun, anehnya, mereka justru menguasai lebih dari 50% pasokan beras nasional. Artinya, meskipun jumlah pelaku penggilingan kecil lebih banyak, pasar beras malah dikuasai oleh penggilingan besar yang jumlahnya segelintir. Mereka pun biasanya terkoneksi dengan pedagang besar atau eksportir. Mereka dapat dengan leluasa mengatur pasokan, kualitas, dan harga pasar. Inilah yang menyebabkan harga beras tetap tinggi meskipun stok melimpah.
Pasokan beras SPHP pun tidak langsung masuk ke pasar, melainkan dimainkan oleh segelintir pemain yang menguasai tata niaga dari hulu hingga hilir. Sementara itu, pemerintah tampak tidak berdaya menghadapi para pemain besar yang menguasai pasar beras.
Tata Kelola Kapitalistik Akar Masalahnya
Tidak wajarnya harga beras yang tinggi di tengah stok melimpah bukan hanya terjadi kali ini saja. Kasus ini terus berulang karena penyelesaiannya tidak menyentuh akar persoalan. Buruknya tata niaga perberasan di tanah air berkaitan dengan tata kelolanya yang kapitalistik. Paradigma ekonomi dalam sistem kapitalisme hanya berfokus pada produksi dan abai terhadap distribusi. Hal ini dilakukan demi mengejar peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Padahal, harga yang tidak wajar hari ini telah membuktikan bahwa tingginya stok tidak otomatis menjamin harga beras menjadi murah. Sebab pada praktiknya di lapangan, distribusi yang tak lancar berpengaruh juga terhadap tingginya harga beras.
Begitulah yang terjadi jika kapitalisme menjadi asas dalam urusan ekonomi. Pemerintah hanya diposisikan sebagai regulator. Akibatnya, pemerintah tidak memiliki kekuatan dalam mengendalikan pasar dan lemah menghadapi pedagang yang menguasai perberasan. Buktinya, hingga hari ini mafia beras masih melenggang dengan bebas.
Tata kelola dengan prinsip kapitalisme telah menjadikan beras sekadar sebagai komoditas perdagangan yang berfokus pada pencarian keuntungan, bukan sebagai kebutuhan pokok utama yang harus dipenuhi untuk seluruh warga. Negara hanya memastikan stok aman, padahal harga beras tinggi disebabkan oleh distribusi yang tidak sehat akibat tata kelola yang kapitalistik. Jika akar masalah ini tidak diselesaikan, harga beras akan tetap tinggi. Jadi selama kapitalisme masih menjadi asas dalam tata kelola perberasan, program SPHP tidak akan efektif dalam menjamin kebutuhan pangan rakyat.
Islam Mewujudkan Jaminan Pangan
Islam memiliki cara pandang yang berbeda dalam urusan pangan rakyat. Dalam Islam, pemimpin adalah pengurus rakyat dan peran pemimpin dalam memastikan kesejahteraan rakyat sangat ditekankan oleh Rasulullah saw. dalam sabdanya, “Pemimpin adalah pengurus, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka dari sini, pemimpin negara wajib memastikan ketersediaan pangan (beras) di masyarakat dengan harga terjangkau hingga sampai ke tangan konsumen (rakyat), bukan hanya stok di gudang atau pasar. Untuk itu negara bertanggung jawab untuk melahirkan kebijakan yang mendukung produksi, distribusi, dan akses pangan yang merata bagi seluruh rakyatnya.
Agar jaminan pangan diperoleh rakyat, penguasa melalui sistem negara akan mengontrol jalur distribusi beras dari hulu hingga hilir dan memastikan tidak ada praktik yang haram dan merusak distribusi pasar, seperti penimbunan dan oligopoli. Negara tak hanya fokus pada menjual beras saja, tetapi menjalankan solusi sistemis mulai dari produksi, penggilingan, hingga distribusi ke konsumen. Negara pun menjamin jika beras yang diperoleh rakyat berkualitas terbaik dan layak makan.
Bagi masyarakat miskin, negara bisa melakukan pemberian bantuan beras gratis dengan jaminan diberikan secara tepat sasaran. Pendanaan untuk menjalankan program tersebut senantiasa tersedia dari baitul mal, sebab negara melakukan pengelolaan harta sesuai dengan mekanisme syariat sehingga memiliki kekayaan untuk menyejahterakan rakyatnya.
Dengan mengontrol produksi hingga rantai distribusi, menjaga mekanisme pasar yang sehat, mencegah praktik penimbunan, oligopoli dan memberikan bantuan pangan untuk rakyat miskin akan mewujudkan jaminan dan ketahanan pangan di dalam negara. Rangkaian mekanisme ini diterapkan dalam sistem ekonomi Islam.
Hal seperti ini hanya bisa dilakukan dalam negara yang menjadikan Islam sebagai asas dalam mengatur kehidupan. Negara ini adalah Khilafah Islamiah. Dengan model negara seperti ini, akan diberlakukan aturan Islam secara kaffah dalam segala bidang, bukan hanya dari ekonomi saja. Penerapan Islam secara kaffah dalam kehidupan akan menyejahterakan umat dari segala aspek.
Wallahua'lam bishowab.