| 152 Views
Polemik Kesejahteraan Guru Didalam Sistem Kapitalisme

Oleh : Resky Ilmar Rahmadayanti
Mahasiswa UM Buton
Dilansir dari CNN Indonesia -- Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti mengatakan Kemendikdasmen meneken kerja sama dengan Polri untuk menyelesaikan berbagai tindak kekerasan di lingkungan pendidikan lewat keadilan restoratif atau restorative justice supaya untuk melindungi para guru agar tak jadi terpidana. Hal ini ia sampaikan dalam upacara Hari Guru Nasional 2024 yang ditayangkan di kanal YouTube Kemendikdasmen, Senin (25/11).
"Terkait perlindungan guru, Kemendikdasmen menandatangani nota kesepahaman dengan kepolisian yang di dalamnya memuat kesepakatan agar masalah kekerasan dalam pendidikan diselesaikan secara damai dan kekeluargaan atau restorative justice agar guru tak jadi terpidana," kata Mu'ti.
Di sisi lain, Mu'ti juga berjanji akan berusaha meningkatkan kesejahteraan guru melalui sertifikasi. Peningkatan kesejahteraan ini menyasar para guru yang berstatus PNS dan PPPK maupun guru non-ASN."Dengan meningkatkan kesejahteraan para guru meningkatkan dedikasi dan kualitas pembelajaran," kata dia.
Realitanya perlindungan guru dari berbagai tindak kekerasan bukanlah salah satu dari sekian banyak masalah yang dihadapi oleh guru. Berbagai permasalahan membelit kehidupan para guru. Mulai dari kisruh guru honorer, bongkar pasang kurikulum, guru terjebak pinjol dan judol,hingga situasi ini diperburuk dengan adanya ancaman kriminalisasi dari para orang tua murid.
Disisi lain, guru hari ini juga didapati juga banyak melakukan tindakan yang kontraproduktif terhadap profesinya. Diantaranya guru menjadi pelaku bullying, kekerasan fisik hingga seksual, bahkan terlibat judol. Karut-marut persoalan guru pada hari ini adalah potret buram yang kian kelam dan sulit dijernihkan.
Bagaimanapun guru adalah korban sistem kufur kapitalisme. Meski guru memiliki peran yang sangat berjasa, penghargaan terhadap profesi ini tidak selaras dengan slogan-slogan dunia Pendidikan. Sering kali tidak diimbangi dengan kesejahteraan finansial. Banyak guru, terutama di daerah terpencil atau yang berstatus honorer, menghadapi kekurangan ekonomi yang tidak sepadan dengan jasanya.
Alih-alih berdaya dan sejahtera, para guru makin lama malah makin terdesak oleh keadaan yang ada. Sistem kapitalisme saat ini menjadikan guru mengajar hanya sebatas tuntutan profesi. Belum lagi aturan ataupun sikap orang tua dan anak didik yang seakan "mengkibiri" peran guru sebagai pendidik generasi. Kondisi seperti ini yang sedang dialami oleh guru sudah jelas akan berpengaruh pada pelaksanaan tugasnya dalam mendidik generasi.
Berbanding dengan peran dan posisi guru dalam Islam. Islam memberikan jaminan perlindungan keamanan ketika melaksanakan tugas dan memberikan gaji yang besar. Bahkan Islam benar-benar mewujudkan guru sebagai sosok yang “digugu” dan “ditiru”. Hal ini terkait erat dengan posisi Islam sebagai mabda‘ (ideologi).
Masa keemasan peradaban manusia terjadi saat ideologi Islam memimpin dunia dengan penerapan aturan Islam kaffah di dalam sistem kehidupan, termasuk pendidikan. Untuk mengembalikan masa keemasan itu, penyelenggaraan sistem pendidikan harus berlandaskan akidah Islam serta terintegrasi dengan sistem politik, ekonomi, dan sosial budaya yang bersumber dari syariat Islam.
Sejarah mencatat, gaji guru pada masa Khalifah Umar bin Khaththab ra. sekitar 4-15 dinar per bulan. Pada masa pemerintahan Khalifah Harun ar-Rasyid, gaji tahunan rata-rata untuk pendidik umum mencapai 2.000 dinar. Sedangkan gaji untuk periwayat hadis dan ahli fikih mencapai 4.000 dinar. Dengan harga emas murni yang saat ini mencapai sekitar Rp1.500.000 per gram dan berat satu dinar sama dengan 4,25 gram emas, gaji guru saat itu mencapai Rp12,75 miliar per tahun. Sedangkan pengajar Al-Qur’an dan hadis mencapai Rp25,5 miliar per tahun.
Guru mengemban amanah agung. Guru adalah cahaya di tengah gelapnya kehidupan ketika tanpa ilmu. Rasulullah saw. adalah seorang guru. Allah Taala berfirman, “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Al-Hikmah (As-Sunah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (QS Al-Baqarah [2]: 151).
Guru adalah pewaris dakwah para Nabi, serta pembina dan pencetak generasi masa depan yang mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan dan perilaku anak-anak didiknya, bahkan kecenderungan dan aspirasi mereka. Imam Al-Ghazali memuliakan profesi guru. Beliau mengatakan, “Siapa saja yang berilmu dan mengajarkannya, maka ia disebut ‘orang besar’ di segenap penjuru langit.”
Menjadi seorang guru sesuai tuntunan Islam adalah sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya Allah, malaikat serta penghuni langit dan bumi sampai-sampai semut yang berada di sarangnya dan juga ikan senantiasa memintakan rahmat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” (HR Tirmidzi).
Dengan demikian, betapa berat tugas guru dalam mendidik murid-muridnya yang akan meneruskan pembangunan peradaban di masa depan. Namun, dalam Khilafah, tugas berat itu diberi penghargaan sepadan yang salah satunya tampak dari tingginya gaji guru pada masa itu. Guru pun bisa fokus mengajar, mengembangkan ilmu, dan tidak perlu terbebani dengan biaya operasional atau tekanan ekonomi, apalagi sampai terlibat pinjol. Untuk itu, hanya dengan Islam visi untuk mewujudkan guru yang berdaya itu bukanlah cita-cita hampa, insyaallah.
Wallahualam bissawab.