| 96 Views
Penutupan Pabrik Bata, Imbasnya 233 Pekerja Kena PHK Massal
CendekiaPos - Dalam pukulan berat terhadap industri manufaktur lokal, PT Sepatu Bata Tbk (BATA) mengumumkan penutupan salah satu pabriknya di Purwakarta, Jawa Barat. Keputusan ini mengakibatkan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang mempengaruhi 233 pekerja, menghentikan sumber penghasilan mereka secara mendadak.
Keputusan Berat di Tengah Kondisi Sulit
Keputusan penutupan dan PHK ini diumumkan oleh Firman Desa, Ketua Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Disnakertrans Jawa Barat, dalam program Evening Up CNBC Indonesia. "Berdasarkan data yang kami terima, seluruh tenaga kerja di pabrik tersebut terkena PHK," ungkap Firman.
Firman juga menambahkan bahwa penutupan ini merupakan langkah terakhir yang harus diambil karena pabrik tersebut telah mengalami kerugian berturut-turut sejak 2020, dengan penurunan permintaan yang signifikan untuk produk-produk Bata.
Negosiasi Pesangon: UU Ketenagakerjaan vs. UU Cipta Kerja
Dalam situasi yang sudah sulit, negosiasi pesangon antara buruh dan manajemen Bata menambah ketegangan. Firman menjelaskan bahwa ada perbedaan pendapat yang signifikan antara buruh dan perusahaan mengenai besarannya. Buruh mendesak agar pesangon dihitung berdasarkan UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, yang cenderung memberikan kompensasi lebih tinggi dibandingkan dengan hitungan menurut UU Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023.
"Kami memberikan waktu negosiasi hingga 8 Mei untuk mencapai kesepakatan. Jika tidak ada kesepakatan, kami siap memfasilitasi perhitungan pesangon," ujar Firman. Dia menambahkan bahwa apabila hasil negosiasi mencapai jalan buntu, akan ada pertimbangan untuk menggunakan Perjanjian Kerja Bersama yang berlaku di perusahaan, yang bisa jadi berbeda dengan kedua UU tersebut.
Dampak Sosial dan Ekonomi yang Luas
Penutupan pabrik Bata dan PHK massal tidak hanya mempengaruhi para pekerja yang kehilangan pekerjaannya, tetapi juga memiliki dampak luas terhadap ekonomi lokal di Purwakarta. Kejadian ini menjadi simbol dari tantangan yang dihadapi oleh industri manufaktur di Indonesia, yang tengah berjuang melawan berbagai hambatan seperti digitalisasi pasar, perubahan preferensi konsumen, dan tekanan ekonomi global.
Pertanyaan besar yang mengemuka adalah bagaimana cara industri dan pemerintah lokal menangani dampak jangka panjang dari penutupan seperti ini dan apakah ada strategi yang bisa dilakukan untuk mencegah kejadian serupa di masa depan, serta bagaimana menjamin hak dan kesejahteraan para pekerja yang terkena dampak.
Kasus PT Sepatu Bata Tbk menjadi cerminan dari realitas pahit yang dihadapi oleh banyak pekerja di industri tradisional, dimana adaptasi dan inovasi menjadi kunci bertahan di era globalisasi dan digitalisasi yang terus berkembang.
(C10)