| 26 Views

Blok Migas Dilelang, Hanya Khilafah yang Mampu Kelola Migas Secara Adil

Oleh: Siti Zulaikha, S.Pd
Aktivis Muslimah dan Pegiat Literasi

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) siap menawarkan 75 blok minyak dan gas bumi (migas), dengan potensi terbesar berlokasi di wilayah Papua dan Sulawesi. Dari 75 blok migas tersebut, sebanyak 61 area dilelang oleh pemerintah.

Yuliot menyampaikan bahwa 75 blok migas tersebut siap ditawarkan kepada perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) maupun badan usaha. Penawaran tersebut bertujuan untuk mempercepat peningkatan produksi migas di dalam negeri.

“Kami siap menawarkan wilayah kerja untuk 75 blok migas. Kalau dilihat dari sisi potensi, yang terbesar itu adalah di sekitar Papua, kemudian di Sulawesi,” ucap Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung dalam acara Sarasehan Nasional bertema, “Mendorong Keberlanjutan Industri Hulu Minyak dan Gas untuk Kemandirian Energi” di Jakarta, Selasa.

Sebanyak 20 blok migas berlokasi di wilayah Maluku-Papua, seperti Seram-Aru, Cendrawasih Bay II dan III, dan lain-lain. Antaranews.com, 8/7/2025

Melelang blok migas ke perusahaan dalam sistem ekonomi kapitalisme memang hal yang sudah lumrah, bahkan seperti itulah mekanisme pengelolaannya. Sistem kapitalisme melegalkan kebebasan kepemilikan, siapapun yang memiliki modal bisa menguasai apapun termasuk harta milik umum seperti migas. Alhasil sumber daya alam termasuk migas di liberalisasi.

Lelang menjadi instrumen legal perampokan sumber daya alam. Siapapun yang sanggup membayar mahal dan menjanjikan keuntungan besar, perusahaan itulah pemenangnya  agar kebebasan kepemilikan itu berjalan sempurna, kapitalisme menekan peran negara hingga aku hingga tunduk di bawah tangan para kapital. Negara hanya menjadi fasilitator kepentingan pemilik modal, bukan pengurus rakyat. negara justru akan kehilangan kedaulatan, akibatnya masyarakat tidak bisa merasakan manfaat pengelolaan migas.

Harga migas semakin mahal, karena perusahaan pasti mengambil keuntungan. Lapangan kerja juga dikuasai tenaga asing, sebab pihak yang mengatur adalah perusahaan bukan negara. Jadi swasembada energi yang dicanangkan sebenarnya hanyalah menjadi mimpi.

Sebagai sistem kehidupan, Islam telah menetapkan cara pengelolaan migas secara syar'i dan wajib dilaksanakan oleh negara. Jika negara tidak melakukannya, maka sejatinya negara telah melakukan kemaksiatan. Islam menetapkan semua jenis kekayaan alam termasuk migas yang jumlahnya melimpah adalah milik umum (milkiyah 'ammah).

Syariat ini didasarkan pada hadis dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma, ia berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, "Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara; air, padang rumput dan api. dan harganya adalah haram." (HR. Ibnu Majah)

Hadis ini menjelaskan barang-barang yang terkategori kepemilikan umum karena sifatnya yang marafiq al-jama'ah (sesuatu yang dibutuhkan publik/fasilitas umum)

Kemudian hadis dari Abyadh bin Hamal al-Muzniy, "Sesungguhnya seseorang bermaksud meminta (tambang) garam kepada Rasulullah maka beliau memberikannya. Tatkala beliau memberikannya, salah seorang laki-laki yang ada di dalam majelis berkata, 'Apakah anda mengetahui apa yang telah anda berikan kepadanya? Sesungguhnya yang telah anda berikan itu laksana (memberikan) air yang mengalir'. Akhirnya beliau bersabda, '(kalau begitu) Tarik kembali darinya." (HR. Tirmidzi)

Hadis tersebut menjelaskan bahwa Rasulullah menarik kembali tambang garam dari Abyadh bin Hamal karena jumlahnya sangat melimpah. Dalam hal ini tidak berlaku hanya untuk garam saja, namun berlaku pula untuk seluruh barang tambang. Sebab  dalam hadis tersebut terdapat illat yakni "Layaknya air yang mengalir". Maka semua barang tambang yang jumlahnya layaknya air yang mengalir artinya depositnya melimpah tidak boleh dimiliki oleh individu (privatisasi).

Berdasarkan dalil-dalil inilah seorang ulama sekaligus Amir kedua mutakhir Syekh Abdul Qodir dalam kitabnya Al anwarfi Daulah Al Khilafah sistem keuangan negara Khilafah menjelaskan bahwa harta milik umum adalah harta yang telah ditetapkan kepemilikannya oleh Asy'ari Allah dan rasulnya bagi kaum muslimin dan menjadikan harta tersebut sebagai milik bersama kamu muslim individu-individu dibolehkan mengambil manfaat dari harta tersebut tetapi mereka dilarang untuk memilikinya secara pribadi

Maka secara syar'i, blok-blok migas yang akan dilelang oleh pemerintah berkategori sebagai milkiyah 'ammah (milik umum) haram untuk dilelang dan diberikan kepada para perusahaan swasta untuk dikelola. Pengelolaannya diserahkan kepada negara sebagai wakil rakyat untuk mengeksplorasi, mengeksploitasi, mengelola hingga mendistribusikan hasilnya kerakyat.

Adapun mekanisme distribusi hasil migas rakyat dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung bisa berupa subsidi, dengan begitu masyarakat mendapatkan BBM, listrik dan sumber energi lainnya dengan gratis atau dengan harga terjangkau, yakni hanya membayar dari biaya produksi saja.

Menurut website esdm.go.id, biaya produksi BBM berkisar antara Rp.952-3.178/liter. Negara juga boleh menjual migas ke perusahaan atau ke luar negeri untuk mendapatkan profit profit inilah yang akan masuk ke pos kepemilikan umum Baitul Mal. Selanjutnya dana dari poster tersebut dapat digunakan oleh negara untuk menyediakan kebutuhan dasar publik, seperti pendidikan, kesehatan ataupun fasilitas lainnya secara gratis. Inilah mekanisme distribusi tidak langsung hasil pengelolaan sumber daya alam. Seperti inilah pengelolaan syar'i migas. sayang pengelolaan seperti ini tidak akan mungkin bisa dilakukan kecuali dalam negara Islam, yaitu negara Khilafah. Hanya negara Khilafah yang mampu bertindak sebagai raa'in (pengurus), berdaulat atas migas dan memberikan hasil pengelolaan migas benar-benar untuk rakyat, sehingga mereka bisa merasakan manfaat kekayaan alam bukan sekedar janji manis investasi.

Wallahualam bissawab


Share this article via

10 Shares

0 Comment