| 27 Views

Inventarisasi Tanah Oleh Negara, Komoditas Baru Oligarki ?

Oleh : N. Istiqomah
Aktivis Muslimah

Rencana pemerintah untuk mengambil alih tanah terlantar banyak menuai kritikan dari pengamat. Ini bermula dari kebijakan terkait tanah terlantar. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengatakankan bahwa tanah yang sengaja tidak digunakan atau tanah terlantar selama dua tahun memiliki potensi untuk diambil alih negara. Hal ini juga telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 yaitu tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar

Keberadaan tanah terlantar yang akan dikelola oleh negara menurut pengamat tata kota, belum mempunyai konsep yang jelas mengenai pengelolaan dan pemanfatannya. Dan jika benar nantinya akan dikelola maka perlu kejelasan terkait siapa yang mengelola dan darimana modalnya.

Ambil alih tanah terlantar yang akan menjadi milik negara nantinya tidak serta merta dilakukan tanpa alasan, akan tetapi akan diperhatikan terlebih dahulu kondisinya,  serta alasan tentang kosongnya tanah tersebut. Jika pemilik tidak bisa memberikan penjelasan yang layak, maka kementerian akan mengirimkan surat peringatan sebanyak tiga kali. Apabila peringatan ini diabaikan, maka tanah itu bisa ditetapkan sebagai tanah telantar dan diambil alih negara.

Dalam konsep Kapitalisme, tanah akan dijadikan sebagai komoditas, bukan amanah publik. Pada faktanya tanah lebih banyak dikuasai korporasi besar terutama tanah dalam skema HGU dan HGB, sementara rakyat kecil untuk memiliki lahan tempat tinggal, bertani, atau berdagang sangatlah sulit. Posisi negara hanya berperan sebagai fasilitator bagi kepentingan para investor, tidak lagi menjadi pelindung hak rakyat. Terlebih lagi adanya penarikan tanah telantar disinyalir dapat memberikan peluang terhadap pemanfaatan tanah untuk oligarki

Di satu sisi, banyak tanah milik negara yang terbengkalai, dimana seharusnya tanah tersebut dimanfaatkan bagi kepentingan umum. Bahkan dalam pemanfaatan lahan terlantar, pemerintah belum punya program yang jelas. Sehingga kondisi ini dapat memberikan ruang terhadap penyalahgunaan dan pengelolaan lahan. Bahkan para pemodal mendapat kemudahan dalam menguasai lahan, sementara rakyat tetap sebagai korban.

Dalam pengelolaannya, tanah dikatakan bermanfaat jika memberikan keuntungan secara finansial. Penguasaan tanah yang timpang juga menjadi salah satu masalah dalam kapitalisme, dimana tanah banyak dikuasai segilintir pengusaha. Pada faktanya, tanah adalah sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Tanah dapat dimanfaatkan dan dikelola guna menyediakan kebutuhan manusia. Namun  kapitalisme menjadikan tanah sebagai komoditi bagi kepentingan bisnis dan investor.

Dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah), kepemilikan tanah terbagi menjadi tiga, yaitu individu, negara, dan umum. Dalam Islam tanah merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian, yaitu sektor pertanian, sektor industri, sektor perdagangan, dan sektor jasa.

Dalam Islam, pengelolaan tanah termasuk tanah terlantar dan tanah mati akan diatur dengan mekanisme tersendiri. Dikatakan menghidupkan tanah mati yaitu dengan mengelola dan memanfaatkan tanah tersebut.  Hal itu bisa dilakukan dengan menggunakannya untuk bercocok tanam atau berkebun. Serta mendirikan bangunan di atasnya dapat juga dilakukan, yaitu untuk tempat tinggal atau untuk keperluan yang lain.

Ketika negara memfasilitasi penguasaan tanah yang tidak dibenarkan oleh syariah terhadap milik individu maka hal ini dapat dikatakan sebagai tindakan kriminal. Bahkan saat negara memberikan kesempatan kepada individu, swasta, atau asing untuk menguasai tanah milik umum maka tanggungjawabnya akan lebih besar dihadapan Allah., karena tanah milik umum sejatinya adalah milik rakyat, dan yang dizalimi adalah seluruh rakyat.

Negara tidak akan memberikan ijin atau menyerahkan tanah negara untuk dikuasai individu/swasta tanpa batas. Tanah yang merupakan aset negara akan sepenuhnya dimanfaatkan bagi sektor strategis yang menyentuh kebutuhan rakyat seperti permukiman, pertanian, dan infrastruktur umum. Khilafah tidak akan menjual tanah ke asing atau dikuasai korporasi. Pengelolaan tanah bukan dalam rangka untuk memperoleh laba, melainkan untuk kesejahteraan dan keberkahan.


Share this article via

16 Shares

0 Comment