| 27 Views

Anak Jadi Korban, Negara Jangan Jadi Penonton

Oleh: Nuha Nabilah
Aktivis Muslimah

Beberapa waktu lalu, publik dikejutkan oleh adanya kasus penjualan bayi dengan jaringan internasional yang diduga terkait tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Jika kita menapak tilas peristiwa, ini bukan kasus yang pertama dan tampaknya juga bukan yang terakhir. Ketika angka kemiskinan tinggi dan ketimpangan sosial ekonomi masih terus ada, maka keberlanjutan pelaku kejahatan sulit diberhentikan.

Dikutip oleh beritasatu.com, polda Jawa Barat mengungkap sindikat penjualan bayi yang telah menjual sebanyak 24 bayi ke Singapura (15/7/25).

Di lain berita, ada pula temuan keterlibatan pegawai dukcapil dalam sindikasi perdagangan bayi yang terjadi di Bandung, Jawa Barat. (MediaIndonesia, 18/7/25). Masalah ini adalah salah satu masalah yang harus diberantaskan.

Kasus-kasus tersebut merupakan salah satu dari sekian banyak buah kemiskinan yang telah membelenggu leher masyarakat bawah bukan lagi soal moral individu yang dipertaruhkan, terlebih dari segi kemanusiaan. Seorang ibu rela mengorbankan anaknya untuk menjadi solusi bertahan hidup bahkan sejak dalam rahimnya.

Demikianlah jika menggunakan sistem yang keliru, yakni sekular kapitalisme. Memberikan kebebasan tanpa memedulikan baik-buruk, taat-durhaka, sehingga terlahirlah benih-benih kejahatan termasuk penjualan anak bahkan orang tuanya sendiri yang mempraktekkannya. Gawatnya lagi, sindikat penjualan bukan hanya dari sipil namun pihak berwenang pun terlibat, yang seharusnya menjadi wadah dalam menjaga keamanan dan perlindungan masyarakat. Beginilah jika tidak mengikuti aturan yang Allah tetapkan, yang terjadi adalah fitrah manusia sirna dan akal manusia lenyap, anak menjadi korban dari ketidakberdayaan orang dewasa—diperlakukan seperti barang dagang demi untuk mendapatkan uang.

Tindakan ini dengan sangat jelas dilarang dalam Islam, siapapun pelakunya akan dikenakan sanksi tegas. Faktanya, sistem hukum buatan manusia tidak memberikan jera bagi pelakunya, dalam banyaknya kasus, pelaku kejahatan adalah para resividis yang mengulangi kesalahan sama ataupun berbeda, ini membuktikan hukuman yang lemah bagi pelaku kejahatan. Dengan sistem Islam, hukum akan memberikan sikap jera sehingga tidak akan memunculkan pelanggar hukum mengulanginya.

Islam selalu menggunakan syariat berlandaskan aturan Allah dengan menjadikan anak sebagai aset generasi penerus bangsa, dipandang sebagai individu berharga, investasi pahala orang tua, ujung tombak peradaban dari sisi negara yang nantinya akan mewujudkan dan memimpin suatu peradaban mulia. Oleh sebab itu, anak harus dijaga dan dilindungi dengan penuh tanggung jawab, bukan hanya oleh orang tua, semua pihak baik dari pemerintah, lembaga penegak hukum, serta lingkungan dan masyarakat ikut andil dalam melindunginya.

Melalui hukum Islam, penerapan metode untuk kemaslahatan masyarakat yakni negara akan menjaga anak sejak dalam kandungan dengan pengaturan sistem nasab, menetapkan siapa saja dalam garis keturunan yang bertanggung jawab atas pemenuhan anggota keluarga. Dengan adanya struktur tanggung jawab yang jelas di dalam keluarga, pemenuhan kebutuhan akan terealisasikan dan kemiskinan bisa ditekan karena ada jaring pengaman sosial berbasis keluarga. Selain itu, negara juga wajib menyediakan lapangan pekerjaan dan sarana pendukung lainnya untuk menjamin kesejahteraan warganya.

Namun, tidak semua tindak kejahatan dapat dicegah hanya melalui penguatan struktur nasab dan penyediaan ekonomi. Pada kasus tertentu seperti Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), negara perlu wajib hadir melalui penegakkan hukum yang tegas. Dalam Islam, pelaku kejahatan seperti TPPO dikenakan sanksi yang berat sebagai bentuk perlindungan terhadap kehormatan jiwa dan martabat manusia.

Perdagangan orang yang khususnya adalah perdagangan anak sering dilakukan melalui penculikan dan kekerasan, lalu dieksploitasi, termasuk dijerumuskan ke dalam prostitusi, serta dalam beberapa kasus untuk dibunuh dan dijual organnya. Kejahatan ini merusak tatanan sosial dan membuat orang tua merasa tidak aman terhadap anak-anak mereka. Maka dari itu, hukuman melakukan tindak kejahatan yang berdampak merugikan, merusak kesusilaan dan moral manusia harus ditindak dengan tegas yang termuat dalam QS. Al-Maidah: 32-33 berbunyi:

Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barang siapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia. Sesungguhnya Rasul Kami telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi.

Hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di bumi, hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu kehinaan bagi mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat azab yang besar.

Dengan diberikan sanksi yang jelas dan tegas, maka pelaku kejahatan seperti ini tidak akan terjadi lagi. Negara akan menjadi tempat yang aman bebas dari tindak kejahatan dan mengupayakan kebutuhan dan hak-hak yang seharusnya diberi dengan baik.

Wallaahu a’lam bisshawab.


Share this article via

13 Shares

0 Comment