| 57 Views
Pembajakan Potensi Pemuda Oleh Sistem Demokrasi

Oleh : Nur Chusnul Ramadhan
"Berikan aku sepuluh orang pemuda, maka aku akan mengguncang dunia. " Demikian penggalan pidato milik presiden pertama Soekarno yang amat tersohor. Kalimat ini menggambarkan betapa besar peran pemuda dengan idealisme yang dimilikinya mampu merubah sebuah keadaan, sebab pemuda adalah agen perubahan.
Tidak heran banyak peristiwa dan perubahan besar terjadi melibatkan para pemuda.
Besarnya potensi pemuda menjadi harapan besar untuk perubahan. Sayangnya potensi yang demikian besar hanya terarah pada perubahan yang dangkal dan tidak menyeluruh dengan konsep ala demokrasi.
Sebagaimana Program Tular Nalar, yang digagas oleh Love Frenkie bersama Google.org, menyelenggarakan “Sekolah Kebangsaan” di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Halu Oleo. Program ini berhasil menggandeng sekitar 100 mahasiswa, yang merupakan pemilih pemula, sebagai peserta utama. Acara ini mengusung misi : memperkuat literasi digital dan pemahaman demokrasi generasi muda, terutama menjelang Pilkada 2024.
Menurut Fera Tri Susilawaty, penanggung jawab acara, Program Tular Nalar ini memang sengaja mengangkat mahasiswa FISIP sebagai pionir literasi digital. “Kami ingin membekali mereka dengan pemahaman mengenai pentingnya menjadi pemilih yang bijak, serta keterampilan digital yang relevan untuk zaman sekarang,” ucapnya. Harapannya, para mahasiswa dapat menjadi agen perubahan, berperan aktif menjaga nilai-nilai demokrasi serta melawan hoaks di media sosial (Kendari News, 28/10/2024).
Dimasa pilkada saat ini pemuda masa kini diarahkan pada perubahan semu dan parsial. Suaranya dipakai sekadar mendukung keberlangsungan sistem rusak demokrasi. Sebagai pemilih pemula mayoritas mahasiswa, peluangnya disasar oleh banyak pihak oleh kontestasi pilkada.
Sementara itu, mayoritas pemuda juga apolitis. Dengan mudah mengikut saja ketika diarahkan menjadi pemilih cerdas. Tanpa memahami hakikat penyaluran suara mereka. Akhirnya mereka menjadi sasaran empuk para pengusung demokrasi untuk menyesatkan mereka dengan ide-ide demokrasi dan turunannya.
Akibatnya, mahasiswa tidak tergambarkan fakta politik yang shohih dalam Islam. Semestinya pemuda membuka mata dan pikiran. Menyadari bahwa demokrasi adalah sistem rusak dan merusak. Walaupun dengan dalih kesejahteraan rakyat, aspirasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Faktanya tidak memberikan perubahan . Justru yang terjadi adalah hanya menjadi semboyan yang terus membodohi rakyat, menambah penderitaan rakyat. Tanpa terkecuali generasi muda.
Pasalnya, gerakan dan perubahan yang digagas mengusung ide nasionalisme yang tidak sejalan dengan konsep dasar perubahan dalam Islam yang mengarahkan pemuda pada persatuan kaum muslim diseluruh dunia tanpa tersandera oleh sekat dan batas teritorial dan paham kebangsaan yang mengikis persatuan.
Selain itu perubahan yang diusung lewat demokrasi justru akan kian mengukuhkan dominasi sistem kufur dalam kehidupan generasi muda muslim.
Pasalnya subtansi demokrasi adalah kedaulatan di tangan rakyat sehingga rakyat bebas memilih aturan, bebas menentukan benar dan salah. Masyarakat akhirnya bebas dalam berakidah, berpendapat, berperilaku, dan dalam kepemilikan.
Untuk itu, dibutuhkan solusi hakiki terhadap permasalahan-permasalahan ini.
Para mahasiswa harusnya dilibatkan sebagai agen dakwah Islam dengan mengajak generasi muda khususnya generasi milenial dan gen-z untuk menjadi pionir perubahan menuju islam Kaffah mengajak taat kepada Allah dan Rasul-Nya, termasuk berjuang mengikuti metode perubahan yang dicontoh Rasulullah dan para sahabat. Meninggalkan segala paham yang merusak citra positif pemuda muslim sebagai agen dakwah Islam.
Seharusnya ikrar yang disampaikan para pemuda muslim ialah ikrar untuk memegang ajaran Islam kafah dengan teguh. Bukan berikrar untuk menjalankan paham demokrasi yang datang dari Barat. Pemuda muslim memilih Islam sebagai ideologi dan meninggalkan paham demokrasi. Pemuda muslim bangga menjadi duta Islam penegak Khilafah Islamiah.
Dalam kerangka perjuangan mengembalikan sistem kehidupan Islam inilah seharusnya umat Islam, termasuk generasi muda bangkit dan bergerak mengambil peran. Generasi muda muslim secara keseluruhan harus bersinergi melakukan perubahan mendasar. Perjuangan para pemuda tidak boleh lagi terus berkutat pada perubahan mengusung demokrasi dan nasionalisme.
Sebab demokrasi dan nasionalisme bukanlah paham yang bersumber dari wahyu yakni alquran dan hadis, paham tersebut justru menjerumuskan pemuda pada perubahan yang keliru. Pemuda muslim harus mengarahkan pandangannya pada perubahan yang revolusioner bukan pada perubahan semu.
Berangkat dari cita-cita luhur diatasi maka sejatinya generasi muda muslim senantiasa siap melakukan pembinaan diri dengan kajian Islam kafah sebagai amunisi mewujudkan cita-cita perjuangan kebangkitan umat, juga siap terlibat dan berkontribusi aktif dalam menyampaikan Islam kafah sebagai solusi atas problematika dunia.
Karena itu, sudah saatnya generasi menyadari perannya yang hakiki sebagai agen perubahan. Dengan Islam Kaffah dan politik Islam yang shohih. Seperti halnya Islam mendudukan peran pemuda untuk kebangkitan Islam. Menjadi ulama yang berkepribadian Islam.
Wallahu A'lam