| 8 Views
Pemangkasan Anggaran Bukti Buruknya Pengelolaan Anggaran
![](https://cendekiapos.id/storage/posts/February2025/5fZ2BlfUgnO2XtQBXnj9.webp)
Oleh : Wanti Ummu Nazba
Pada 22 Januari 2025, Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) 1/2025 mengenai Efisiensi Belanja Negara dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025. Inpres ini ditujukan kepada anggota Kabinet Merah Putih, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, para Kepala Lembaga, pemimpin kesekretariatan lembaga negara, gubernur, bupati, dan wali kota.
Inpres tersebut menginstruksikan penerima untuk melakukan tinjauan terkait efisiensi anggaran belanja kementerian atau lembaga dalam APBN dan APBD 2025, serta Transfer ke Daerah (TKD). Anggaran yang dipangkas mencapai Rp306,69 triliun dari total belanja negara sebesar Rp3.621,3 triliun. Instruksi tersebut juga menekankan perlunya seluruh menteri dan pemimpin lembaga untuk mengevaluasi efisiensi anggaran mereka.
Presiden juga meminta para gubernur, bupati, dan wali kota agar membatasi belanja pada kegiatan-kegiatan yang tidak esensial seperti seremonial, studi banding, publikasi, seminar, dan FGD. Selain itu, mereka diminta mengurangi belanja perjalanan dinas hingga 50%, serta mengurangi anggaran honorarium. Pemerintah daerah juga disarankan untuk lebih selektif dalam memberikan hibah langsung.
Presiden Prabowo menegaskan bahwa pemangkasan anggaran ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas belanja, bukan disebabkan oleh penurunan penerimaan pajak. Fokus pemangkasan adalah pada pos-pos anggaran yang dianggap kurang produktif, seperti alat tulis kantor, perjalanan dinas, jasa konsultan, serta kegiatan seremonial.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa langkah ini diambil untuk meningkatkan efisiensi dalam belanja negara, baik di pusat maupun daerah, dan untuk mengoptimalkan alokasi dana pada program prioritas yang memberikan manfaat langsung kepada masyarakat. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk menjaga stabilitas fiskal dan mengurangi ketergantungan pada utang negara.
Namun, meskipun ada kebijakan efisiensi anggaran, masalah utama yang dihadapi adalah pemborosan anggaran yang telah terjadi dalam berbagai sektor. Praktik penyalahgunaan anggaran masih terjadi, dan laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan bahwa korupsi dengan modus penyalahgunaan anggaran adalah yang paling sering terjadi di Indonesia.
Sebagai contoh, dana yang dialokasikan untuk penanggulangan stunting di beberapa daerah, seperti yang disampaikan oleh Presiden Jokowi, ternyata sebagian besar habis untuk rapat, perjalanan dinas, dan biaya-biaya lainnya, bukannya untuk membantu penanganan masalah stunting itu sendiri.
Permasalahan
Korupsi dalam pengelolaan anggaran masih menjadi masalah besar, yang berpuncak pada kegagalan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem kapitalisme yang ada justru memperburuk keadaan dengan mendorong pajak yang tinggi dan utang luar negeri yang semakin membebani negara.
Kebijakan pengelolaan anggaran yang berorientasi pada kepentingan pribadi dan kelompok tertentu, seperti dalam proyek strategis nasional (PSN), memperlihatkan bahwa anggaran negara lebih banyak dimanfaatkan oleh oligarki daripada untuk kemaslahatan rakyat. Program ini ternyata tidak mampu memenuhi janji-janji pertumbuhan ekonomi yang seharusnya menguntungkan masyarakat.
Kondisi ini menggambarkan bahwa pemangkasan anggaran tidak akan memberikan perubahan signifikan selama sistem yang mendasarinya tidak diubah. Masalah utama adalah penerapan sistem kapitalisme yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi dan golongan, bukan kesejahteraan rakyat.
Berbeda Dengan Islam
Sebaliknya, dalam sistem Islam, penguasa adalah pelayan bagi rakyatnya, bertanggung jawab atas kesejahteraan mereka, sesuai dengan prinsip syariat Islam. Dalam Islam, anggaran negara dikelola berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh syariat, yang bertujuan untuk mengutamakan kemaslahatan rakyat.
Penguasa dalam sistem Islam memiliki tanggung jawab besar untuk mengelola anggaran negara dengan penuh amanah, berdasarkan hukum Islam, bukan hukum buatan manusia. Pengelolaan anggaran tersebut dilakukan dengan transparansi dan fokus pada kebutuhan rakyat, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan pembangunan sosial lainnya.
Sistem pajak dalam Islam juga berbeda, di mana pajak hanya dipungut dalam keadaan darurat, dan hanya dari orang yang mampu, yakni orang kaya, untuk menghindari beban berlebih pada rakyat. Selain itu, Khilafah tidak mengandalkan utang luar negeri yang berbunga ribawi, yang dapat merugikan kedaulatan negara.
Dengan mengutamakan keadilan dan amanah dalam pengelolaan anggaran, serta menegakkan sanksi yang tegas bagi pelanggaran, sistem Khilafah diharapkan dapat mewujudkan pengelolaan anggaran yang adil dan efisien, demi kesejahteraan seluruh rakyat tanpa beban utang dan pajak yang berat.
Wallahu 'alam