| 27 Views

Kisruh Pagar Laut, Bukti Oligarki Mencengkram Negeri

Oleh : Nina Nurhasanah
Aktivis Dakwah

Belum menemukan penyelesaian terkait kisruhnya pagar laut di Tangerang, warga melapor kepada Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten pada tanggal 14 Agustus 2024. Dan ternyata kasus ini baru mencuat ke publik di akhir tahun 2024. Wilayah pesisir 16 desa di 6 kecamatan di Tangerang telah dicaplok oleh deretan pembangunan pagar laut. Telah dilaporkan melalui data Bumi milik Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN) wilayah laut yang dicaplok mencapai 537,5 hektare. Pagar laut keberadaannya ternyata telah merugikan warga untuk mencari sumber nafkah yang berjumlah sekitar 3.888 orang nelayan dan 502 orang pembudidaya. Kerugian ditaksir sekitar mencapai Rp 8 miliar oleh para nelayan. Sepanjang 30.16 km pagar bambu sudah disegel oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada Kamis (9-1-2025). Penyengelan ini atas perintah bapak Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, ujar dari Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho Saksono. Pagar laut kini telah dibongkar mencapai 15,5 km oleh TNI AL yang dipimpin Danlantamal III Jakarta Brigadir Jenderal  (Mar) Harry Indarto Sampai Minggu (26-11-2025).

Menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Agung Sedayu Group diduga yang bertanggung jawab  membangun pagar laut dari bambu yang dijadikan batas area sebagai sasaran reklamasi untuk kepentingan PSN ini. Kawasan properti Pantai Indah Kapuk 2 (KIP 2) yang bersebelahan dengan lokasi pagar laut ternyata juga dimiliki oleh Agung Sedayu Group dan Salim Group milik Anthoni Salim.
"234 sertifikat HGB di wilayah pagar laut ternyata sudah dimiliki oleh PT Intan Agung Makmur dan 20 sertifikat dimiliki oleh Cahaya inti Sentosa" ungkap dari Menteri ATR/BPN Nusron Wahid. Beliau juga menambahkan bahwa dua perusahaan itu telah di bawah kendali PT Agung Sedayu dan beberapa entitas lain, baik secara langsung ataupun tidak langsung. PIK Tropical Coasland telah dibangun oleh Agung Sedayu Group yang kawasannya juga tidak jauh dari area pagar laut. Ini merupakan proyek strategis nasional (PSN) sejak Maret 2024. Warga setempat kini mendesak bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) agar PSN PIK Tropical Coasland segera dihentikan. Walaupun sudah dipanggil beberapa pihak yang terlibat, sampai saat ini para tersangka belum diumumkan oleh pemerintah atas pembangunan pagar laut.

Telah terjadi silang pendapat di kalangan pemerintah terkait kasus pagar laut, terutama terkait hal pembongkaran pagar laut, yakni perbedaan pendapat antara KKP dengan TNI Angkatan Laut. KKP tidak setuju atas pembongkaran dan meminta untuk menghentikan pembongkaran pagar laut dengan alasan pagar laut merupakan barang bukti yang dibutuhkan dalam penyelidikan, tetapi pihak TNI AL tetap membongkarnya. Perbedaan pendapat ini juga terjadi antara Menteri ATR atau BPN Nusron Wahid dengan Direktur Penanganan Sengketa Pertanahan Kementerian ATR/BPN  Eko Prianggodo. Bidang lahan dari pagar laut itu, Nusron memaparkan bahwa ternyata ada yang sudah tersertifikasi. Namun Mesran mengungkapkan bahwa penerbitan SHM dan SHGB pagar laut ternyata cacat prosedur dan material dikarenakan letaknya berada di luar garis pantai atau di atas laut. Dari sini secara otomatis bisa dicabut dan dibatalkan status hak atas tanahnya. 

Telah dinyatakan sebelumnya juga oleh Direktur Penanganan Sengketa Pertanahan Kementerian ATR/BPN Eko Prianggono, bahwa pagar itu masih berdiri di area laut yang keberadaannya tidak dalam penguasaan pihak mana pun. Dia pun meneruskan belum pernah ada sampai sekarang hak kepemilikan di area pagar laut. Kemudian Nusron Wahid menyatakan bahwa ini berlaku atas keberadaan sertifikat hak atas tanah di kawasan pagar laut yang telah memiliki SHGB dan SHM. Tetapi Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, merasakan keanehan atas di keluarkannya sertifikat karena menurut undang-undang tidak bolehnya ada sertifikat pada wilayah laut karena merupakan kepemilikan umum. Beliau memiliki dugaan adanya tujuan tersembunyi, yaitu membuat lahan baru. 

Melihat di antara para pejabat pemerintah yang memiliki silang pendapat, dari sini telah jelas menampakkan aturan yang lemah. Aturan ini berasal dari aturan manusia yang begitu rentan dipermainkan sampai kepada tindakan yang merugikan rakyat. Pihak-pihak yang mencari keuntungan sangat mudah untuk memasuki celah karena aturan manusia sarat akan kepentingan. Begitupun raksasa oligarki dengan mudahnya mengambil celah aturan yang ada demi memperoleh lahan dan memperluas bisnisnya. Sehingga lahanpun bisa didapatkan walaupun masih berupa laut. Lalu kemudian kedepannya oligarki akan membuat reklamasi melalui laut yang sudah tersertifikasi dan akan menjadi lahan yang siap dibangun. Mereka tidak puas dengan proyek properti di daratan dan akhirnya lautpun bisa dikaveling agar bisa dijadikan daratan demi lebih banyak lagi keuntungan yang bisa didapatkan. 

Membela kedaulatan wilayah dan nasib rakyat dalam kondisi ini sudah seharusnya tanggung jawab negara. Namun malah sebaliknya, para oligarki kapitalis dibiarkan oleh negara menggerogoti dan menguasai wilayah umum yang seharusnya milik rakyat. Dalam memuluskan jalan para kapitalis menguasai laut justru dijembatani oleh para "oknum" pejabat negara dan menjadi bagian dari oligarki penguasa. Hal ini bisa dilihat dari begitu mudahnya sertifikat HGB dan SHM keluar untuk laut, padahal secara hukum seharusnya milik umum. 

Tidak tegasnya sikap negara dan tampak sekali berpihak pada para kapitalis, ini menunjukkan negara tidak memiliki kedaulatan dan tergadaikan karena prinsip kebebasan kepemilikan yang merupakan wajah asli dari sistem kapitalisme. Dalam buku yang berjudul Capitalism (1970), ditulis oleh Ayn Rand, disebutkan bahwa kapitalisme adalah suatu sistem sosial yang berbasiskan pada pengakuan atas hak-hak individu, termasuk hak milik, karena semua kepemilikan adalah milik individu (privat). Maka dari itu kapitalisme memiliki pandangan bahwa laut bisa dimiliki individu. Disebutkan juga oleh Ayn Rand bahwa tegaknya kapitalisme berada di atas tiang utama, yakni kebebasan individu, kepentingan diri (selfishness), dan pasar bebas. Akhirnya, negara tidak bisa melarang individu (korporasi) untuk menguasai wilayah laut. Mengingat kebebasan individu yang wajib di jamin oleh negara yang menjadi dasarnya. Kemudian kebebasan individu dalam kepemilikan, manusia didorong agar bisa melakukan akumulasi modal (kapital) yang tanpa merasa puas dan tanpa henti. Eksploitasi yang melampaui batas terhadap alam dan sesama manusia merupakan akibat dari keserakahan akumulasi kapital. Dari sini timbul ketidakseimbangan ekologis (lingkungan) dan antropologis (antar manusia) (Jurgen Habermas, Legitimation Crisis, 1988).

Negara tidak bisa menghukum mereka, meski lingkungan rusak dan rakyat sengsara akibat ulah para kapitalis yang mencaplok laut. Gurita kekuasaan para kapitalis telah membelenggu negara  oleh doktrin kebebasan individu hingga tidak bisa melindungi rakyatnya. Akibatnya rakyat melawan sendirian dalam menghadapi korporasi, walaupun rakyat mengalami intimidasi dan dalam posisi yang lemah. Namun tetap negara tidak bisa menjadi perisai (junnah), tidak juga menjalankan perannya sebagai pengurus (raa'in). Negara malah menjadi penjaga kepentingan kapitalis, bergerak sesuai arahan para oligarki kapitalis.

Ini sangat jelas sekali berbeda dengan profil negara dalam Islam. Di mana negara yang memiliki kedaulatan penuh untuk mengurus urusan negara dan menyejahterakan rakyatnya. Kedaulatan dalam pandangan Islam berada di tangan syariat, bukan berada di tangan manusia. Kepemimpinan seharusnya sesuai syariat, baik dari segi ucapan, perilaku maupun dalam membuat kebijakan, semua harus tunduk pada syariat. 
Dari sini korporasi tidak mampu membuat negara Islam tunduk karena memiliki kedaulatan penuh. 

Di dalam siatem Islam, penguasa dilarang menyentuh atau mengambil harta milik umum apa pun alasannya (Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah, Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah Jilid II hlm. 163).
Harta milik umum telah diakui dalam syariat Islam. Harta yang keadaan asalnya terlarang bagi individu tertentu untuk memilikinya. Harta yang terkategori milik umum juga telah dijelaskan oleh Syekh Abdul Qadim Zallum rahimahullah dalam buku Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah (Sistem Keuangan Negara Khilafah Hlm. 87).

Rasullulah SAW bersabda :
"Mina adalah milik orang-orang yang lebih dahulu sampai" (HR. Imam Abu Dawud dan Ahmad). Hadis ini bermakna, bahwa Mina adalah milik bersama di antara kaum muslimin dan bukan perseorangan sehingga orang lain dilarang memilikinya atau menempatinya. 

Dari sini, bahwa jelas sekali laut adalah terkategori milik umum atas seluruh rakyat. Sehingga tidak satu pun individu maupun korporasi bisa menguasai atau memiliki laut, apalagi sampai memagari laut. 

Dalam hadis yang lain, Rasulullah SAW bersabda :
"Tidak ada penguasaan (atas harta milik umum) kecuali bagi Allah dan Rasul-Nya. " (HR.Bukhari). Yang artinya penguasaan atau dalam kasus ini adalah pemagaran atas harta milik umum itu dilarang, kecuali oleh negara. Jika hukum tersebut dilanggar maka negara akan memberikan sanksi tegas bagi pelakunya karena pelanggaran ini merupakan kemaksiatan. 

Wallahu A'lam Bisshawwab


Share this article via

4 Shares

0 Comment