| 5 Views
LPG Langka, Dimana Peran Negara ?
Oleh : Ummu Mirza
Kelangkaan LPG mulai meresahkan rakyat, apa yang terjadi?
Dalam sepekan terakhir, gas elpiji atau LPG 3 kilogram mengalami kelangkaan di sejumlah wilayah, termasuk di Kelurahan Pasar Manggis, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan.
Berdasarkan pantauan Beritasatu.com di salah satu pangkalan elpiji 3 kilogram, stok gas melon subsidi itu sudah langka sejak seminggu terakhir.
Pemilik pangkalan gas LPG 3 kilogram Merry (56) mengatakan, kelangkaan ini karena stok yang diberikan agen terbatas, kemudian diperparah oleh masa libur panjang Isra Mikraj dan Imlek, yang menghambat proses pendistribusian gas ke pangkalan-pangkalan
“Kelangkaannya seminggu lebih karena ada tanggal merah atau Imlek kemarin,” kata Merry kepada Beritasatu.com, Jumat, (31/1/2025).
Merry menjelaskan, setiap minggu seharusnya sebanyak 1.500 tabung gas elpiji disuplai ke dari agen ke pangkalan miliknya. Namun, sepekan terakhir hanya 600-700 tabung saja yang disuplai, sehingga tak cukup memenuhi kebutuhan pelanggan.
Senada dengan itu Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengatakan, pengecer yang ingin tetap menjual elpiji bersubsidi harus terdaftar sebagai pangkalan atau subpenyalur resmi Pertamina.
"Jadi, pengecer kita jadikan pangkalan. Mereka harus mendaftarkan nomor induk perusahaan terlebih dulu," ujar Yuliot di Jakarta, Jumat (31/1/2025). Dikutip melalui Tribunnews.com
Pengecer yang ingin menjadi pangkalan dapat mendaftar melalui sistem Online Single Submission (OSS) untuk mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB).
"Nomor induk perusahaan diterbitkan melalui OSS. Kalau pengecer ingin jadi pangkalan, perseorangan pun boleh daftar," katanya.
Semakin hari keluhan rakyat semakin bertambah, kini LPG dikeluhkan langka di berbagai tempat. Hal itu karena terkait dengan perubahan sistem pendistribusian LPG yang mewajibkan pengecer beralih menjadi pangkalan resmi untuk bisa mendapatkan stok gas melon untuk dijual kembali. Namun Kebijakan ini justru semakin menyulitkan bahkan dapat mematikan bisnis rakyat kecil karna akan butuh modal besar untuk beralih menjadi pangkalan resmi dan pastinya akan memperbesar bisnis para pemilik modal.
Dalam sistem kapitalis Perubahan tersebut adalah wajar, dimana mereka akan mendukung penuh para pemilik modal sesuai kepentingan hingga memudahkan mereka untuk menguasai pasar dari bahan baku hingga bahan jadi. Sistem ini juga meniscayakan adanya liberalisasi (migas) dengan memberi jalan bagi korporasi mengelola SDA yang sejatinya milik rakyat.
Seharusnya negara tidak boleh menyerahkan pengelolaan migas ini pada perorangan/perusahaan karena Islam menetapkan migas termasuk dalam kepemilikan umum, dan mewajibkan negara untuk mengelola sumber daya tersebut untuk kepentingan rakyat, sesuai dengan fungsi negara sebagai raa’in.
Dari pengelolaan tersebut maka akan memudahkan rakyat mendapatkan haknya untuk mengakses berbagai kebutuhannya akan layanan publik, fasilitas umum dan sumber daya alam yang merupakan hajat publik, termasuk migas.
Maka rakyat tidak perlu bersusah payah dalam memenuhi kebutuhannya jika negara serius dalam mengelola migas sesuai standar Islam.
Wallahua'lam bisshawabh