| 311 Views
Pagar Laut Mencengkram Rakyat, Oligarki Berkuasa

Oleh : Ummu Aqila
Aktivis Dakwah
Sejak awal Januari publik telah dihebohkan dengan temuan pagar laut misterius sepanjang 30,16 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang, Banten. Wujud pagar laut di Tangerang itu berupa bambu-bambu yang ditancapkan ke dalam dasar laut.
Sejumlah pihak berwenang turun tangan dalam menangani pagar laut tersebut, mulai dari pemerintah daerah setempat hingga pemerintah pusat. Terdapat pihak yang mengakui memiliki peran dalam pembangunan pagar laut itu, sedangkan pihak lainnya membantah.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menemukan fakta kalau lokasi pemagaran laut tidak pernah berbentuk daratan. Maka, bisa dipastikan pagar laut tersebut ilegal.
Diketahui, KKP sudah menyegel lokasi pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km) yang berdiri di 6 kecamatan di Kabupaten Tangerang. Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Humas dan Kominikasi Publik, Doni Ismanto mengungkap dugaan pelanggaran pemagaran laut.
Dia menemukan dalam 30 tahun terakhir lokasi pagar laut 30,16 km tadi bukan berbentuk daratan. Serta lokasi tersebut didominasi oleh tumpukan sedimentasi.
Pemerintah sampai saat ini masih meraba-raba siapa yang bertanggung jawab atas pemasangan pagar laut di perairan utara Tangerang, Provinsi Banten. Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, serta Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, kompak mengatakan bahwa mereka masih melakukan penyelidikan terkait polemik pagar laut tersebut.
Pernyataan para pejabat negara terkait pagar laut misterius di Kabupaten Tangerang terkesan aneh. Pasalnya, pagar laut bukanlah sesuatu yang tidak kasatmata. Pagar tersebut terbuat dari bambu dengan ketinggian hingga 6 meter. Dengan segala potensi yang dimiliki negara, pemerintah seharusnya sangat mudah menelusuri pelaku di balik pemasangan pagar laut tersebut. Namun, pemerintah seolah-olah menutupi atau membiarkan sesuatu terjadi begitu saja. Dugaan ini diperkuat dengan sikap pemerintah yang baru menanggapi laporan mengenai pagar laut setelah viral, padahal laporan sudah dibuat oleh masyarakat sejak Agustus 2024.
Polemik pagar laut di Tangerang ini menjadi contoh kompleksitas permasalahan dalam pengelolaan wilayah pesisir. Tumpang tindih kepentingan, ketidakpastian hukum, dan kurangnya koordinasi antar pihak terkait menjadi penyebab utama munculnya polemik ini. Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi, partisipasi masyarakat, serta kepastian hukum dalam setiap proyek pembangunan agar tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat dan lingkungan.
Masyarakat dan organisasi lingkungan khawatir bahwa pembangunan ini hanya mengutamakan kepentingan ekonomi tanpa memperhatikan dampaknya pada lingkungan dan sosial. Pagar laut ini diduga berdampak pada perubahan arus laut dan ekosistem pantai, serta dikhawatirkan mengganggu mata pencaharian nelayan. Nelayan tradisional kesulitan mengakses laut untuk mencari ikan karena terhalang oleh pagar laut.
Hal ini menimbulkan konflik antara pengembang, masyarakat, dan nelayan terkait dengan pemanfaatan wilayah.
Dalam sistem kapitalisme, negara seringkali kehilangan kedaulatan dalam mengurus urusan umat karena prinsip kebebasan kepemilikan yang dijunjung tinggi.
Dalam sistem kapitalisme, bukan hal yang mengherankan jika penguasa tidak bergerak cepat dalam menyelesaikan kesulitan warganya. Sebab, sistem kapitalisme menjadikan negara tidak memiliki kedaulatan penuh dalam mengurus urusan umat. Kedaulatan negara tergadaikan karena adanya prinsip kebebasan kepemilikan dalam sistem kapitalisme. Kebebasan ini memungkinkan para kapitalis memiliki kekayaan hingga kekuasaan yang melebihi negara.
Kondisi ini menunjukkan bahwa kapitalisme dapat menggerogoti kedaulatan negara dan menyebabkan negara tidak dapat bertindak secara independen dalam mengurus urusan umat. Negara hanya menjadi alat bagi para kapitalis untuk mencapai kepentingan mereka.
Akibatnya, negara tidak memiliki kuasa untuk menindak para kapitalis yang perbuatannya menyengsarakan rakyat. Negara hanya menjadi regulator yang bergerak sesuai dengan arahan para kapitalis, bahkan menjadi penjaga kepentingan mereka. Keberadaan negara kapitalisme membuat kepemimpinan penguasa hari ini cenderung populis otoritarian. Sikap mereka jauh dari kata ramah kepada rakyat. Rakyat yang jelas-jelas mengalami penderitaan tidak mendapatkan perhatian serius dari penguasa, yang justru lebih sibuk melakukan pencitraan di muka umum.
Islam memiliki serangkaian aturan dan mekanisme dalam pengelolaan laut. Dalam sistem ekonomi Islam dijelaskan bahwa laut termasuk dalam kategori barang milik umum. Hukum pengelolaan laut tidak boleh diberikan kepada individu, baik untuk membangun pagar atau batas. Laut juga tidak boleh dikuasai oleh negara untuk diprivatisasi atau dinasionalisasi.
Negara yang menerapkan sistem Islam, yaitu negara Khilafah, merupakan negara yang memiliki kedaulatan penuh dalam mengurus negara dan menyejahterakan rakyatnya. Kedaulatan penuh ini membuat negara tidak akan tunduk di bawah korporasi atau intervensi negara mana pun.
Laut termasuk milik umum karena secara karakteristiknya tidak mungkin dimiliki oleh individu. Dalilnya adalah ketika Rasulullah SAW ditanya oleh para sahabatnya:
Wahai Rasulullah, bolehkah kami membangun rumah untuk tempat berteduh bagimu di Mina?" Maka Rasulullah SAW menjawab, "Tidak boleh," kata Rasulullah. "Mina itu adalah tempat bagi orang yang datang terlebih dahulu." (HR. Imam Abu Dawud).
Oleh karena itu, polemik pagar laut bertentangan dengan pengaturan laut menurut perspektif Islam.
Pemanfaatannya dilarang secara berlebihan sehingga merusak lingkungan. Pengelolaannya juga harus transparan dan akuntabel tanpa korupsi sehingga jika ada pelanggaran dlm pengelolaannya maka akan dikenai sanksi yang sesuai baik di dunia maupun di akhirat, karena pelanggaran yang dilakukan disini tergolong sebagai maksiat yang harus dikenai sanksi dan juga dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT.
Kedaulatan ini terjadi karena Allah dan Rasulullah menetapkan bahwa keberadaan sebuah negara wajib menjadi raa’in (pengurus) dan junnah (perisai) bagi rakyatnya. Dua peran ini membuat negara Khilafah kokoh berdiri tanpa intervensi dari pihak mana pun, sehingga bisa fokus membuat kebijakan yang akan memberikan kemaslahatan dan kesejahteraan bagi rakyatnya.
Maka, untuk menyelesaikan persoalan pagar laut, solusinya adalah dengan berpegang teguh kepada syariat Islam secara kaffah.