| 33 Views
Merdeka di Atas Kertas

Oleh : Ummu Tazkia
Menjelang peringatan 80 tahun kemerdekaan RI, ironi besar menyelimuti berbagai sektor kehidupan. Di bidang ekonomi, situasi semakin mengkhawatirkan. Data dari Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan hampir 1 juta pekerja terkena PHK, dengan industri tekstil menjadi yang paling terdampak (metrotvnews.com, 13 Agustus 2025). Sementara itu, fenomena warga yang terpaksa "makan tabungan" masih berlangsung (cnbcindonesia.com, 8 Agustus 2025), akibat penghasilan stagnan atau menurun di tengah harga-harga yang terus melambung. Kondisi ini membuat kelas menengah rentan terjerumus ke jurang kemiskinan (tirto.id, 9 Agustus 2025).
Di bidang pemikiran, potensi generasi justru diarahkan untuk mengokohkan kapitalisme. Program deradikalisasi, kampanye Islam moderat, hingga intensitas dialog antaragama (kemenag.go.id, 12–13 Agustus 2025) menjadi agenda yang menjauhkan umat dari cara pandang Islam yang utuh. Hal ini menjadikan umat tidak mampu berpikir shahih sesuai tuntunan syariat.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa meski Indonesia telah merdeka dari penjajahan fisik, sejatinya kita masih terjajah secara hakiki. Kemerdekaan yang sejati seharusnya tampak pada kesejahteraan rakyat — terpenuhinya kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Kemerdekaan juga tampak ketika umat Islam dapat berpikir dan hidup sesuai dengan Islam, bukan sekadar bebas secara politik namun terbelenggu secara ekonomi dan ideologi.
Akar masalah dari kondisi ini adalah penerapan sistem sekuler kapitalisme yang berpihak pada kepentingan segelintir kapitalis, bukan rakyat. Akibatnya, kekayaan menumpuk di tangan sedikit orang, sementara mayoritas rakyat kian sulit hidup.
Islam menawarkan solusi hakiki melalui penerapan sistem Islam kaffah. Negara dalam Islam mengelola kepemilikan umum — seperti tambang, hutan, laut, dan energi — untuk kesejahteraan rakyat, bukan diserahkan pada swasta. Negara menjamin kebutuhan pokok setiap individu, membuka lapangan kerja lewat industrialisasi, menyediakan tanah bagi yang mau mengelolanya, serta memberi santunan kepada fakir miskin dari baitulmal.
Sejarah mencatat bagaimana Rasulullah ﷺ membangun Negara Madinah yang menyejahterakan rakyat tanpa menindas. Rasulullah ﷺ mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar sehingga kebutuhan hidup mereka terpenuhi. Beliau juga menjamin keamanan pasar dari praktik curang dan monopoli. Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. melanjutkan kepemimpinan ini dengan tegas memerangi kemurtadan demi menjaga kesatuan negara. Umar bin Khattab r.a. bahkan terkenal dengan kisahnya yang memanggul gandum sendiri untuk memberi makan rakyat yang kelaparan di malam hari, menunjukkan pemimpin dalam Islam bukan hanya pengatur, tapi pelayan rakyat.
Untuk meraih kemerdekaan hakiki, dibutuhkan perubahan mendasar. Perubahan itu harus mengarah pada tegaknya sistem Islam yang dipimpin oleh jamaah dakwah ideologis, yang akan mengubah kondisi dari cengkeraman kapitalisme menuju penerapan syariat Islam secara total.