| 314 Views

Mengentaskan Kemiskinan dengan Penerapan Islam Kaffah

Oleh : Ummu Saibah
Sahabat CendikiaPos Media

Sungguh memprihatinkan keadaan kehidupan dewasa ini, tingginya angka kemiskinan yang mendominasi hampir 112 negara menggambarkan buruknya kehidupan di bawah cengkraman sistem kapitalisme. 

Berdasarkan laporan program pembangunan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) lebih dari satu miliar orang hidup dalam kemiskinan akut. Data yang diterbitkan oleh Prakarsa Kemiskinan dan Pembangunan Manusia (OPHI) dan UNDP menunjukkan bahwa dari 112 negara dengan populasi gabungan 6,3 miliar orang per tahun 2023 tercatat 1,1 miliar orang  dari 6,1 miliar orang menghadapi kemiskinan multidimensi yang ekstrim. Diantaranya 584 juta orang di bawah umur 18 tahun, 27,9% anak-anak, 13,5% orang dewasa. 83,2% tinggal di Afrika sub Sahara dan Asia Selatan, di India 2,34 juta dari 1,4 miliar penduduknya hidup dalam kemiskinan ekstrim. Diikuti oleh Pakistan, Ethiopia, Nigeria dan Republik Demokratik Kongo tercatat memiliki 1,1 miliar penduduk miskin. (Beritasatu.com 17-10-2024).

Tingginya tingkat kemiskinan ini membuat dunia internasional mencanangkan hari pengentasan kemiskinan yang diperingati setiap tanggal 17 Oktober mulai tahun 1992.

Penerapan Sistem Kapitalisme Akar Masalah Kemiskinan

Kondisi kemiskinan yang merata di seluruh penjuru dunia, menyebabkan kesengsaraan global.  Permasalahan Kesenjangan sosial, kelaparan, meningkatnya tindak kriminalitas, rendahnya taraf pendidikan juga berbagai penyakit yang berkembang akibat mahalnya biaya kesehatan menjadi momok bagi rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan, mirisnya hal ini tidak hanya terjadi di  negara-negara berkembang tetapi juga negara-negara maju. Walaupun dunia internasional sudah merespon permasalahan ini, salah satunya dengan menetapkan 17 Oktober sebagai hari pengentasan kemiskinan, namun faktanya program pengentasan kemiskinan tidak kunjung membuahkan hasil, padahal sudah berlangsung sejak tahun 1992.

Walaupun berbagai metode dan program pengentasan kemiskinan telah dicanangkan namun solusi yang diberikan  hanya bersifat sementara bahkan menimbulkan permasalahan baru. Hal ini menjelaskan bahwa sistem kapitalisme yang saat ini menguasai dunia telah gagal menemukan solusi permasalahan kemiskinan. Kegagalan tersebut disebabkan oleh beberapa hal diantaranya, pertama kebijakan yang diambil oleh negara dalam sistem kapitalisme terbukti lebih menguntungkan para kapital dan merugikan rakyat. Sehingga nasib rakyat kembali terabaikan.

Kedua dalam sistem kapitalisme negara tidak hadir mengurus urusan rakyat. Salah satu contohnya banyak Sumber Daya Alam (SDA) yang legal dimiliki dan diserahkan pengelolaannya kepada individu maupun korporat, hal ini  membuktikan bahwa negara abai terhadap tugasnya sebagai pengurus urusan rakyat. Karena sejatinya SDA adalah milik rakyat yang harus dikelola oleh negara dan dimanfaatkan  serta didistribusikan untuk kepentingan rakyat. Ketiga di dalam sistem kapitalisme ukuran kesejahteraan ditetapkan secara kolektif dengan pandangan perkapita. Cara pandang seperti ini menghasilkan data yang tidak valid, karena sistem ekonomi kapitalis menciptakan kesenjangan sosial si kaya dan si miskin, terdapat perbedaan pendapatan yang mencolok antara keduanya.
 
Selain itu masih banyak pandangan yang salah terhadap solusi masalah kemiskinan, mulai dari pergantian kepala negara, pemberdayaan perempuan, hingga anggapan bahwa belajar di luar negeri merupakan salah satu cara untuk mengentaskan kemiskinan. Seperti yang dikemukakan sebuah studi yang terbit di Internasional journal of educational research volume 128, 2024. Study tersebut menyatakan bahwa lulusan yang kembali ke negaranya setelah belajar di luar negeri berdampak terhadap pengurangan kemiskinan, dampak ini terutama dirasakan di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Dunia internasional tidak menyadari sejatinya akar permasalahan kemiskinan adalah penerapan sistem kapitalisme itu sendiri. Penerapan sistem kapitalisme hanya menguntungkan oligarki saja, sehingga harta berputar di kalangan tertentu, tidak merata kepada seluruh rakyat dunia.

Islam Mengentaskan Kemiskinan

Islam bukan sekedar agama ritual saja, namun merupakan sistem kehidupan yang memiliki syariat Islam sebagai solusi yang akan memecahkan setiap permasalahan manusia. Sehingga dapat dipastikan bahwa penerapan Islam kaffah akan mengentaskan kemiskinan. Hal ini karena syariat Islam datang dari Allah Swt sebagai pencipta dan pengatur kehidupan.

Di dalam Islam harta harus didistribusikan secara merata dan tidak boleh hanya beredar dikalangan tertentu saja, hal ini sesuai dengan firman Allah Swt QS Al Hasyr (59) :7 yang artinya,
Apa saja harta rampasan (fa'i) yang diberikan Allah kepada Rasulullah-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan supaya harta itu jangan beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.

Sehingga Islam menetapkan pemimpin sebagai raa'in atau pengurus urusan rakyat, salah satu tugasnya adalah mendistribusikan harta hingga merata kepada seluruh rakyat. Maka tugas berat ini tidak akan terwujud tanpa adanya penerapan sistem Islam secara menyeluruh dalam setiap lini kehidupan. Pemimpin di dalam Islam berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan rakyat, kesejahteraan ditetapkan per individu, ukuran ini lebih riil sehingga data yang diperoleh pun lebih valid. 

Melalui berbagai konsep dalam sistem ekonomi Islam, negara akan mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat. Misalnya dengan pengaturan kepemilikan harta, syariat Islam telah menentukan harta yang boleh dimiliki individu, harta yang merupakan milik negara dan harta yang menjadi milik umum. Begitupun negara akan mengawasi setiap individu dalam mengelola hartanya, misalnya ada pemilik tanah yang enggan untuk mengelola tanah miliknya sehingga menjadi tanah yang tidak produktif maka negara akan menyerahkan tanah tersebut kepada individu yang mau mengelolanya, tentu dengan berbagai tahap seperti memberi peringatan terlebih dahulu , memberikan nasehat sampai pada langkah terakhir penyitaan oleh negara dan di serahkan kepada individu yang tidak memiliki harta. Hal ini akan membuka lapangan kerja baru sekaligus menjadikan rakyat lebih produktif.

Begitu pula negara akan mengelola SDA yang ada kemudian mendistribusikan hasilnya dalam berbagai bentuk baik untuk pembiayaan negara seperti gaji pegawai negeri, pembiayaan pendidikan dan  kesehatan untuk rakyat, maupun pendistribusian dalam bentuk pembangunan fasilitas umum seperti jalan dan lain-lain.

Demikianlah negara memastikan bahwa setiap individu rakyat memperoleh harta, pekerjaan untuk menafkahi keluarganya dan negara juga memastikan pembangunan merata ke pelosok negeri,  sehingga tercipta kesejahteraan  secara merata. Waallahu a'lam bishowab.


Share this article via

137 Shares

0 Comment