| 158 Views

Mampukah Hanya dengan Memberi Diskon Mengatasi Masalah Umat?

Oleh : Mulyaningsih
Pemerhati Masalah Anak & Keluarga

Diskon, kata yang sangat disenangi oleh kaum hawa. Ya, wanita mana yang tak suka ketika sesuatu itu ada potongan harga? Tentu akan didekati dan buru, bahkan dikejar sampai benar-benar mendapatkannya. Itulah fenomena yang terjadi ketika diskon mulai merebak. 

Sebagaimana yang telah diberitakan oleh media bahwa awal tahun ini listrik mendapat diskon 50%. Dan 1 Januari sudah mulai berlaku, tentunya masyarakat membuktikan kevalidan info tersebut. Ternyata benar, potongan setengah alias 50% ada untuk listrik pra dan pascabayar. Masyarakat pastilah senang dan bahagia karena mendapat hadiah awal tahun yang tak sekadar janji belaka. Apalagi bagi emak-emak, setidaknya uang dapat disimpan untuk keperluan lainnya.

Dikutip dari kompas.com (03/01/2025) Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo menghimbau kepada seluruh pelanggan khususnya prabayar agar tidak tergesa-gesa membeli token listrik. Diskon listrik ini berlangsung sepanjang bulan dan dinikmati secara otomatis tanpa mekanisme yang berbelit sesuai kriteria. Diskon tersebut diperuntukkan pada pelanggan rumah tangga daya dari 450 VA, 900 VA, 1300 VA, dan 2200 VA. Hal tersebut sesuai keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) no 348. K/TL 01/MEM.L/2024. Namun sebenarnya ada pembatasan pembelian untuk masing-masingnya. Daya 450 VA maksimal dapat membeli token 67.000 dan untuk 900 VA maksimalnya 438.000. Sedangkan daya 1300 VA maksimal dapat membeli token 676.000 serta daya 2200 VA maksimal 1,1 juta per bulan. 

Negara dalam hal ini pemerintah melakukan usaha tersebut di atas sebagai kompensasi kepada seluruh masyarakat di negeri. Dengan adanya potongan harga maka tidak akan berpengaruh besar jika penarikan pajak sebesar 12% dilakukan. Diharapkan masyarakat dapat menerima kebijakan yang telah dirancang oleh pemerintah. Walaupun gonjang-ganjing kenaikan pajak ini belum fix, apakah mau memakai rasio 11/12 saja atau 12% yang dipakai. 

Melihat kebijakan demi kebijakan yang berlaku, tentunya kita sadar bahwa sistem yang diterapkan saat ini adalah kapitalis sekuler. Tak mengambil sisi  agama untuk mengatur kehidupan dan pastinya menggunakan asas manfaat. Asas manfaat tersebut tak lain adalah mencari pindi-pundi uang, jika tidak menghasilkan maka tentu saja tidak akan dijalankan. Hal tersebut sudah berjalan sejak sistem kapitalis sekuler diterapkan dalam kehidupan manusia. 

Dari sini kit anisa melihat dengan jelas bahwa tak ada pengurusan sejati pada pemerintah alias negara. Karena secara riil kita melihat bahwa potongan atau subsidi yang diberikan ternyata tidak murni. Ada sesuatu yang akan diterapkan kepada masyarakat, seperti kenaikan pajak yang InsyaAllah validasinya benar. Masyarakat dibuat senang terlebih dahulu, untuk kemudian akhirnya sedih dan menjerit. Pemerintah tampak begitu tega terus mempermainkan rakyatnya sendiri. Tak lagi memperhatikan apakah bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, yang penting pemasukan bagi negara bertambah. Itulah yang selalu dicari dan digenjot. Padahal dampak yang diterima oleh masyarakat begitu banyak ketika pajak dinaikkan. Yang terasa sekali adalah kenaikan harga pangan atau kebutuhan pokok serta BBM. Tak hanya itu, tentu harga yang lainnya akan ikut meroket pula karena BBM ikut naik. Nah, itulah kira-kira yang akan terjadi jika pajak dinaikkan. Pastinya rakyat yang bernama 'jelata' tak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup. 

Dari gambaran di atas, kita mempunyai pemikiran bahwa subsidi yang diberikan pemerintah sebenarnya sama saja alias tidak merubah keadaan. Hal tersebut tak mampu menjadi solusi atas persoalan kehidupan saat ini. Hal tersebut sebagai pemanis di tengah kebijakan pemalakan yang dilakukan oleh pemerintah. 

Tentu akan berbeda jika Islam diterapkan dalam kehidupan manusia. Dengan akidah yang kuat lagi kokoh, maka pemimpin yang ada akan senantiasa amanah menjalankan tanggung jawabnya. Karena mereka yakin bahwa semua akan ditanya di yaumil akhir kelak. Sehingga tak ada kata selain menjalankan dengan sungguh-sungguh serta berpatokan hanya pada hukum syarak saja. 

Pemerintah dalam Islam akan benar-benar menjadi periayah serta pengayom rakyatnya. Salah satunya mengecek sampai dengan person to person perihal kebutuhan pokoknya. Apakah semua sudah terpenuhi ataukah masih ada yang belum? Jika terdapat rakyat yang belum terpenuhi kebutuhan pokoknya maka negara akhirnya berkewajiban penuh membantu. Namun dipastikan jika keluarganya tidak dapat membantu. Kebutuhan pokok dalam Islam berkaitan dengan sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, serta keamanan. Nah, semua itu wajib dicek oleh pemerintah apakah setiap individu rakyat bisa mendapatkan atau belum. Sebagaimana teladan yang bisa kita dipelajari bersama yaitu Khalifah Umar bin Khattab. Beliau rela bersusah payah setiap malam melakukan sidak ke berbagai wilayah untuk mengetahui kondisi rakyatnya ketika malam hari. Apakah semua sudah tidur dan bisa makan atau ada yang kesusahan? Dan ternyata suatu saat Khalifah Umar mendapati satu keluarga yang masih menyala lampu rumahnya, padahal hari sudah mulai larut. Setelah diselidiki ternyata keluarga tersebut adalah seorang janda dengan dua anak. Mereka belum makan karena tidak mempunyai bahan-bahan untuk dimasak. Tanpa basa-basi, Khalifah Umar langsung mengambil sekarung gandum di baitul mal untuk diberikan kepada keluarga tersebut. Tak itu saja, beliau bahkan sambil memasakkan gandum tersebut sampai menjadi hidangan. Inilah gambaran sosok pemimpin yang begitu peduli terhadap rakyatnya. Takutnya kepada Allah melebihi segalanya hingga membuat dirinya selalu taat serta tunduk hanya pada perintahNya.

Berkaca pada kepemimpinan Khalifah Umar tadi, maka seharusnya pemimpin sekarang mempunyai sikap yang sama. Selalu memperhatikan rakyat kecil dan pastinya selalu bersandar hanya apada hukum Islam saja. 

Semua itu bisa berjalan dengan baik jika Islam hadir dalam kehidupan manusia. Dengan aturannya ayang lengkap maka mampu mengatasi seluruh perasaan kehidupan tanpa kecuali. Termasuk masalah pemasukan negara dan kebutuhan pokok rakyat. Dalam pandangan Islam pendapatan negara dengan didapatkan dari karaj, fa'i, pemanfaatan SDA bukan dari pajak, dan masih ada beberapa pos lainnya. Semua pendapatan tadi akan dikumpulkan di Baitul mal dan dikeluarkan sesuai kebutuhan rakyat atau umat. Seperti listrik, tadi, maka sebenarnya menjadi salah satu kebutuhan pokok yang wajib diberikan negara. Bahkan kalau dalam Islam listrik gratis alias free, jika membayar paling hanya biaya admin serta pengelolaan saja. Lantas bagaimana mendapatkan biayanya? Biaya diambil dari salah satu pos di Baitul mal. InsyaAllah dananya akan cukup untuk memberikan fasilitas listrik tadi karena sumber pemasukan negara dari 13 pos. Jadi tidak akan merasa bingung mengambil dana dari mana karena sudah tersedia. Rakyat pun tidak terbebani dengan pajak dan pajak. Dalam Islam pajak memang ada, namun tidak dijadikan sebagai pemasukan pokok atau utama. Dilakukan penarikan pajak jika kas Baitul mal benar-benar kosong. Pajak pun tidak ditarik ke seluruh rakyat, hanya yang kaya saja yang ditarik. Itupun sebatas keperluan Baitul mal saja, tidak aji mumpung atau lumayan. 

Alhasil, itulah konsep Islam yang begitu luar biasa dalam mengatur kehidupan manusia. Semua itu bisa berjalan ketika Islam diterapkan secara sempurna dalam kehidupan dalam bingkai Daulah Khilafah. Tentunya dengan pemimpin yang akan menjalankan amanah sesuai dengan kaca mata Islam. Dengan begitu maka kesejahteraan, kedamaian, dan keharmonisan akan terwujud dengan baik. Ditambah lagi Rida Allah akan datang pada kita semua karena ketundukan itu begitu nyata. Bahkan berkah itu selalu menghampiri, turun dari langit dan keluar dari bumi. Wallahu'alam.


Share this article via

94 Shares

0 Comment