| 198 Views

Makan Gizi Gratis Sulit Diperoleh di Negara Kapitalis

Oleh: Aktif Suhartini, S.Pd.I.,
Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok

Guna menekan angka stunting sekaligus upaya mendukung program pemerintah untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa, Presiden Prabowo Subianto menetapkan anggaran Makan Bergizi Gratis (MBG) sebesar Rp10.000,- per anak per hari. Awalnya pemerintah menaksir porsi per anak Rp15.000,-. Namun, ia mengatakan penyesuaian dilakukan setelah melihat anggaran (Republika.co.id, (29/11/2024).

Sebenarnya kegiatan ini sebelumnya merupakan kampanye Prabowo-Gibran sebagai program andalan untuk menarik suara rakyat. Mereka ingin memberi makan anak-anak dan ibu hamil demi memperbaiki kualitas SDM yang hidup kekurangan gizi di tengah negara yang memiliki SDA yang melimpah. Pemerintah sebenarnya ingin mengalokasikan anggaran makan bergizi gratis sebesar Rp15.000 per anak/ibu hamil per hari. Namun kondisi anggaran yang memungkinkan saat ini, Rp10.000,- per porsi. Sungguh ironis negara kaya memberi makan rakyatnya merasa terbebani.

Dengan sumber daya alam yang melimpah di Indonesia, apakah mungkin subsidi MGB turun sebesar Rp10.000? Turunnya anggaran MBG menjadikan pemberian makanan bergizi jauh dari harapan. Target perbaikan gizi tentu makin tidak realistis di tengah tingginya inflasi dan naiknya harga-harga bahan makanan.

Apabila alasan turunnya anggaran MBG yang telah ditetapkan, karena keterbatasan anggaran ini makin menunjukkan, negara kita tidak benar-benar memberikan solusi perbaikan gizi generasi, apalagi ada banyak proyek yang sebenarnya tidak membawa manfaat untuk rakyat. Kekayaan SDA Indonesia yang seharusnya bisa menjadi sumber pemasukan negara yang dapat mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Mengapa kebijakan ini terjadi di tengah negara yang memiliki SDA yang berlimpah? Seharusnya rakyatnya sejahtera sentosa tanpa harus mengalami stunting, karena ini  sudah menjadi kebiasaan pejabat demokrasi kapitalisme yang selalu membuat kebijakan dengan mengklaim untuk kesejahteraan rakyat, padahal sebenarnya memberikan banyak peluang usaha kepada banyak korporasi dan oligarki. Pengadaan makan siang gratis sudah barang  tentu akan menggandeng pihak swasta untuk mengelolanya. Tentu saja hal ini menjadi lahan bisnis kaum kapitalisme yang prioritasnya adalah keuntungan, bukan pelayanan kepada rakyat.

Demikianlah ciri khas negara demokrasi kapitalisme, negara berlepas tangan dalam mengurus rakyatnya. kondisi negara yang dinilai baik dalam pandangan neoliberal. Hanyalah negara yang berfungsi sebagai regulator dan fasilitator, yakni pembuat aturan bagi agenda korporat sebagai operator penguasa dan pebisnis hajat hidup umat. Negara hanya mencukupkan dengan mengurus seadanya kaum miskin, lalu dengan ringan mengklaim adanya penurunan kemiskinan. Oleh karenanya, makan gizi gratis sulit diperoleh di negara kapitalis.

Ironisnya, negara menunggangi isu generasi untuk menyukseskan proyek industrialisasi. Penguasa negeri ini membuat kebijakan untuk mencetak generasi yang berkualitas, tetapi kenyataannya melanggengkan hegemoni kapitalis. Lagi pula, program makan siang gratis hanya berfokus pada isi perut, bukan isi kepala. Tentu saja program ini tidak berpengaruh pada kualitas berpikir generasi.

Generasi tetap saja dijejali pemikiran kapitalisme sekularisme liberalisme sejak dini. Sebagus apa pun menu makan siangnya, apabila generasi hidup di alam kapitalisme, maka kualitas generasi sudah tentu selalu rendah. Sebab, mereka tidak akan memahami hakikat kehidupan yang baik dan benar. Sistem hidup seperti ini yang mengebiri generasi emas menjadi generasi cemas.

Sungguh sangat berbeda dengan negara yang dipimpin oleh negara Islam. Negara berkewajiban sebagai raa’in yang akan menjamin kebutuhan hidup rakyat secara keseluruhan, semuanya rakyat berhak mendapatkan kehidupan layak, tidak hanya pada generasi apalagi hanya siswa sekolah dan ibu hamil. Tanggung jawab penguasa menjamin kesejahteraan rakyatnya adalah tanggung jawab yang diberikan oleh Allah SWT.

Sudah seharusnya kita beralih menjadikan Islam sebagai standar hidup yang tinggi yang harus diwujudkan oleh negara. Negara dalam Islam akan mampu mewujudkannya karena negara memiliki sumber pemasukan yang beragam dan banyak yang akan mampu mewujudkannya.


Share this article via

77 Shares

0 Comment