| 40 Views

Kh*lafah Solusi Hakiki Untuk Bumi Palestina

Oleh : Ummu Aqilla
Aktivis Dakwah

Menerima perjanjian dengan Zionis Yahudi sama saja dengan mempertaruhkan nyawa dan hidup orang-orang tak bersalah, terutama anak-anak yang kondisi psikologisnya masih rentan dan butuh perhatian dan kasih sayang. Sebaliknya, yang terjadi di bumi Syam, terlebih lagi Palestina, Israel telah membunuh lebih dari 50.600 warga Palestina di Gaza sejak Oktober 2023. Sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak-anak. Di mana letak hati dan pikiran Zionis yang dulunya mengemis-ngemis tanah pada umat Islam, saat Sultan Abdul Hamid II menjabat sebagai khalifah? Mereka seperti batu, bahkan keji melebih iblis.

Harusnya, anak-anak tersebut belajar, tetapi karena genosida tersebut mereka kehilangan orang tua, teman, saudara, bahkan nyawa mereka sendiri.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan sedikitnya 100 anak telah terbunuh atau terluka setiap hari di Gaza sejak serangan dimulai kembali pada 18 Maret, bahkan saat Amerika Serikat menggarisbawahi dukungan berkelanjutan bagi Israel. 

Ini bukan lagi sekadar penjajahan, melainkan genosida yang berlangsung di depan mata dunia. Anak-anak, perempuan, orang tua, semuanya menjadi sasaran kekejaman yang dilakukan secara sistematis dan terus-menerus. Dunia menyaksikan, tetapi hanya sedikit yang benar-benar bergerak.

Gaza, salah satu wilayah di Palestina yang saat ini telah hancur, bahkan sudah hampir mendekati rata dengan tanah dikarenakan ulah penjajah Zionis Yahudi. Genosida yang mereka lakukan telah membuat begitu banyak korban jiwa.

Arogansi dan kebencian penguasa adidaya Barat sangat terlihat jelas pada Islam dan ingin menghancurkannya dengan membantai seluruh kaum muslimin. Tak sadarkah kita akan hal ini?

Di tengah situasi memilukan ini, ada janji tentang hak asasi manusia (HAM) dan berbagai aturan internasional yang seharusnya melindungi hak-hak anak. Namun kenyataannya, semua itu tidak mampu menghentikan atau bahkan mencegah penderitaan yang dialami oleh anak-anak Palestina  dan perangkat hukum soal perlindungan dan pemenuhan hak anak. Nyatanya, segala aturan tersebut tidak ada yang mampu menghentikan, apalagi mencegah  Semua hanya omong kosong belaka.

Kondisi ini seharusnya menjadi pelajaran bagi umat bahwa harapan tidak bisa digantungkan pada lembaga-lembaga internasional atau aturan hukum yang ada. Masa depan Gaza dan Palestina harus diraih oleh mereka sendiri.

Penjajahan memang menjadi metode kafir harb (kafir yang jelas memusuhi Islam). Penyiksaan, perampasan, kehancuran terjadi di depan mata. Sekat nasionalisme membunuh akidah kita sebagai seorang muslim. Apakah sifat wahn (takut mati) sudah menjangkiti umat Islam saat ini?

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa institusi-institusi dunia Islam, baik organisasi internasional, regional, maupun nasional, berulang kali gagal menunjukkan ketegasan dan keberpihakan nyata terhadap penderitaan rakyat Palestina selama ini. Kebrutalan zionis Yahudi, yang secara terang-terangan didukung oleh Amerika Serikat dan sejumlah negara besar di Eropa, terus berlangsung tanpa hambatan berarti. Mereka bukan hanya diberi ruang untuk menjajah, tetapi juga disokong dengan kekuatan militer, ekonomi, dan diplomatik yang menjadikan mereka nyaris tak tersentuh oleh hukum internasional atau kecaman publik global.

Hal itu akan terus terjadi jika kita masih berada dalam sistem kapitalisme. Sistem kufur ini tidak memiliki solusi yang menyejahterakan rakyat. Solusi yang diberikan dari sistem ini sebatas gencatan senjata, peringatan hari anak sedunia, atau bantuan-bantuan berupa pangan. Sementara, para pemimpin negara yang mayoritas Islam hanya berargumen dan menyatakan kecaman, tanpa ada aksi nyata melakukan pembelaan apalagi perlawanan. Nyatanya, tidak ada satu pun solusi yang berhasil dari sistem kufur ini karena luar biasanya sekat-sekat nasionalisme yang membatasi geraknya.

Jalur diplomasi yang selama ini digaungkan di level internasional, nyatanya tidak mempan. Pertemuan demi pertemuan, pernyataan demi pernyataan, tak satu pun yang benar-benar membungkam kebiadaban itu. Upaya boikot pun, meskipun membawa semangat solidaritas, belum mampu mengguncang akar kekuasaan dan kezaliman yang mereka bangun.

Sekretaris Jenderal Persatuan Cendekiawan Muslim Internasional (IUMS), organisasi yang sebelumnya dipimpin oleh Yusuf Al-Qaradawi, Ali Al-Qaradaghi, menyerukan kepada semua negara muslim pada Jumat (4/4), agar segera campur tangan secara militer, ekonomi, dan politik untuk menghentikan genosida dan penghancuran menyeluruh ini, sesuai dengan mandat mereka.

Jika ‘jihad’ hanya sekadar dijadikan fatwa, tentu tidak akan bergerak efektif bagi kemerdekaan Palestina, apalagi fatwa tidak memiliki kekuatan yang mengikat. Kekuatan militer yang seharusnya digunakan untuk jihad pun nyatanya dikuasai oleh para pemimpin yang justru berpangku tangan dalam menyikapi isu Palestina, padahal jihad defensif masif telah dilakukan oleh muslim Palestina di bawah komando kelompok bersenjata, yakni Hamas. 

Ini berbeda dengan Islam ketika memberikan solusi untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Dalam Islam, solusi yang paling efektif untuk masalah Palestina adalah dengan jihad dan khilafah. Khilafah Islamiyah akan mengurusi rakyat sesuai dengan tuntunan syari’at.

Sebagaimana sabda Rasulullah saw.

“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari)

Karena sejatinya, kewajiban jihad bukan hanya dimiliki oleh negeri-negeri ‘panas’ dengan peperangan. Ini karena setiap muslim bersaudara. Siapa saja yang meminta pertolongan dalam agama, maka wajib menolongnya. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah al-Anfal ayat 72, yang artinya:

“(Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan.”

Satu-satunya jalan keluar paling ampuh dan solusi nyata untuk menyelesaikan konflik Palestina tak lain berupa jihad melawan Zionis di bawah komando satu pemimpin kaum muslimin seluruh dunia. Kepemimpinan bernama Khilafah yang benar-benar akan mengirimkan pasukan dan senjata untuk berjihad inilah yang sangat diperlukan oleh muslim Palestina saat ini.

Karena itu, menghadirkan khilafah sudah seharusnya menjadi fokus utama dalam agenda kaum muslimin saat ini, terlebih bagi kelompok-kelompok dakwah yang bertekad untuk menolong Palestina. Khilafah yang berperan sebagai raain (pengurus) dan junnah (pelindung), tidak akan pernah membiarkan kezaliman menimpa rakyat. Jika kita kembali melihat sejarah, Khilafah terbukti berhasil menjadi benteng pelindung yang aman, dan memberikan support sistem terbaik bagi rakyat selama 13 abad.

Kepemimpinan Khilafah hanya bisa tegak atas dukungan mayoritas umat Islam sebagai buah manis dari penyadaran ideologis yang dilakukan oleh gerakan Islam yang tulus berjuang demi kehidupan Islam. Karena, sejatinya pemilik hakiki kekuasaan yang mampu memaksa penguasa untuk melakukan yang diinginkan umat adalah umat itu sendiri.

Itulah mengapa dalam sejarah penaklukan tanpa kekerasan terjadi, karena bukan muslim pun ingin diatur dalam naungan Islam. Sebagaimana yang pernah terjadi pada penaklukan Al-Quds oleh Khalifah Umar bin Khattab pada 20 Rabiul awal 15 H (5 Februari 636 M).

Sejatinya, berdikarinya Khilafah menyangkut seluruh problem kehidupan manusia di muka bumi ini, tidak hanya menyangkut problem Palestina saja. Maka, sudah menjadi kewajiban kita sebagai saudara muslim Palestina untuk berada dalam satu kepemimpinan, mengirim pasukan dan berjihad melawan Zionis Israel. Dengan begitu, kehidupan anak-anak Palestina dapat terlindungi, karena saudara seiman mereka tidak berpangku tangan ketika melihat anak-anak Palestina dan juga orang tua mereka dibantai.

Oleh karena itu, tidak ada gunanya berlama-lama dalam sistem kapitalisme yang semakin merajalela dan menyesatkan ini. Maka, sudah seharusnya negeri ini kembali ke Daulah Khilafah Islamiyah, kembali dari sistem kufur menjadi sitem Islam. Hanya dengan dakwahlah sistem Islam akan bangkit dan tegak kembali.


Share this article via

26 Shares

0 Comment