| 61 Views
Kesehatan Tidak Merata dan Merakyat ?
Oleh : Ummi Mirza
Sehat merupakan impian semua orang terutama mereka yang sedang dilanda sakit.
Program Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN menghadapi risiko beban jaminan kesehatan yang lebih tinggi dari penerimaannya. Muncul saran agar iuran naik, tetapi berdasarkan perhitungan terbaru, iuran BPJS naik hingga 10% pun tidak cukup dan masih berpotensi menyebabkan defisit dana jaminan sosial. Kepala Humas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Rizzky Anugerah menjelaskan rasio beban jaminan kesehatan terhadap penerimaan iuran JKN sampai Oktober 2024 telah mencapai 109,62%, yang berarti beban yang dibayarkan lebih tinggi dari iuran yang didapat. BPJS Kesehatan mencatat penerimaan iuran sebesar Rp133,45 triliun, sedangkan beban jaminan kesehatan sebesar Rp146,28 triliun. "Jika berkaca dari kondisi rasio klaim tahun 2024 yang sudah mencapai 109,62%, sepertinya kenaikan iuran sebesar 10% tidak mencukupi untuk menutup kebutuhan biaya layanan kesehatan dan berpotensi akan terjadi defisit hingga gagal bayar," kata Rizzky kepada Bisnis, Jumat (6/12/2024). Dikutip melalui Bisnis.com
Sejalan dengan itu Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), Suyuti Syamsul, menegaskan kebutuhan dokter saat ini masih banyak. Lantaran apabila mengikuti rasio baru, setiap seribu penduduk, memerlukan satu orang dokter.
Dengan penduduk Kalimantan Tengah berjumlah sekitar 2,7 juta jiwa, sehingga memerlukan 2.700 dokter. Namun saat ini, jumlah dokter hanya ada 800 orang, sehingga masih memerlukan sekitar 1.900 dokter lagi untuk mencapai ideal.
"Lulusan dari Fakultas Kedokteran di Universitas Palangka Raya, rata-rata dalam satu tahun sebanyak 50 atau paling banyak misalnya 100 orang, itu artinya Kalteng membutuhkan 18 tahun lagi untuk bisa mencapai jumlah dokter sesuai dengan angka ideal tersebut," ujarnya, Selasa (1/10/2024). Dikutip melalui rri.co.id
Terbukti problem Kesehatan saat ini masih banyak seperti fasilitas dan tenaga kesehatan tidak merata, berbiaya mahal/komersialisasi dan lainnya sehingga alih-alih mendapat layanan terbaik, tidak semua warga negara bisa mengakses layanan kesehatan.
Self-Mediaction atau Pengobatan Mandiri adalah upaya pengobatan pada suatu gangguan atau gejala tanpa adanya konsultasi pada tenaga kesehatan terlebih dahulu. Fenomena mengobati sendiri ini cenderung banyak terjadi di wilayah perdesaan dibanding perkotaan. Langkah ini diambil sebagian orang untuk meminimalisir rasa sakit yang diderita.
Kepemimpinan sekuler menjadikan penguasa abai terhadap perannya sebagai raa’in. Karena bersandar pada manfaat maka dalam kebijakan hanya untuk meraup keuntungan bukan meriayah.
Kesehatan merupakan pemenuhan dasar. Pelayanan kesehatan dalam sejarah Islam meliputi tiga aspek yaitu budaya hidup sehat, kemajuan ilmu serta teknologi kesehatan dan penyediaan infrastruktur dan fasilitas kesehatan.
Budaya hidup sehat seperti menjaga kebersihan sehari-hari, puasa Senin Kamis, makan makanan yang bergizi, pola makan diatur seperti sepertiga air, sepertiga makanan dansepertiga udara. mengkonsumsi kurma, buah, madu, susu kambing dan hababbtusauda danlainnya. Teknologi yang canggih tidak akan efektif menyehatkan masyarakat jika tidak diimbangi dengan kesadaran untuk hidup sehat. Kemudian negara membangun infrastruktur pencegah penyakit dan juga fasilitas untuk yang sakit. Negara juga memberikan beasiswa pendidikan kedokteran dan perawat agar kompeten dan penuh integritas untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan.
Dengan begitu negara mampu memberikan fasilitas pelayanan kesehatan yang layak, murah dan merata dimana setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau. Begitu juga dengan informasi dan edukasi yang seimbang dan bertanggung jawab tentang kesehatan. Masyarakat berhak mendapatkan pencegahan dengan pemberdayaan hidup sehat, pengobatan dan pengendalian penyakit tanpa pusing memikirkan mahalnya biaya kesehatan.
Wallahua'lam bisshawab.