| 532 Views

Kepemimpinan Islam dan Pembebasan Palestina

Oleh : Ummu Saibah 
Sahabat Cendikia Pos Media

Lebanon memanas, serangan yang dilancarkan zionis Israel pada akhir September masih terus berlanjut. Pada 7 Oktober 2024, dini hari serangan Israel  menyebabkan 1400 jiwa meninggal dunia, banyak diantara para korban adalah warga sipil, petugas medis maupun pejuang Hizbullah. Sementara 1,2 juta orang mengungsi. (Voaindonesia.com 7-10-2024)

Berita ini membuat masyarakat dunia geram, setelah Gaza kini serangan zionis Israel melebar ke wilayah Lebanon sebagai basis milisi Hizbullah yang mendukung perjuangan Palestina.
Kegeraman masyarakat dunia semakin menjadi, pasalnya para pemimpin negara yang pro Israel tidak segera mengakhiri dukungan terhadap genosida, sementara para penguasa negeri  muslim khususnya yang berada di wilayah sekitar Palestina maupun Lebanon hanya tutup mata terhadap genosida yang masih terus berlangsung hingga kini.

Dibalik Diamnya Para Pemimpin Negeri Muslim

Arogansi Zionis makin kuat karena diamnya negara-negara di dunia termasuk para pemimpin negeri muslim, sehingga serangan makin masif dan merajalela. Padahal masyarakat dunia sudah bersuara, tetapi seolah-olah para pemimpin tidak mendengarnya, respon mereka hanya sebatas, mengutuk, mengecam atau menyerukan dihentikannya genosida. Tidak ada satupun dari mereka merespon seruan rakyat dengan  mengirimkan pasukan.

Solusi atas penjajahan Palestina tidak mungkin berharap pada negeri-negeri muslim, karena faktanya cengkraman sistem kapitalisme membuat negeri-negeri muslim tidak berdiri sendiri melainkan dikuasai oleh kepentingan musuh-musuh Islam. Begitu pula tidak bisa dibebankan pada kelompok milisi seperti yang ada di Lebanon. Hal ini jelas karena kelompok milisi tidak sebanding dengan militer sebuah negara, apalagi negara penjajah yang didukung oleh negara adidaya dan sekutunya.

Para pemimpin negeri muslim tidak bisa bergerak, sekat-sekat nasionalisme, yang sengaja dibuat oleh sistem kapitalisme telah memecah kekuatan umat Islam dan membuat persaudaraan umat Islam tidak terwujud, karena terpisah oleh negara yang memiliki batas teritorial dan juga kepemimpinan yang berbeda sehingga tidak memiliki hak untuk ikut campur dalam urusan negara lain. Ini tercermin dari sikap para penguasa yang hanya mencukupkan diri pada retorika saja dan sedikit senjata. Meski sebenarnya mereka memiliki kemampuan yang jauh lebih besar.

Hal ini mengindikasikan bahwa sebenarnya umat muslim memiliki kekuatan yang besar namun terpisah oleh nasionalisme dan batas teritorial, oleh karena itu diperlukan adanya seorang pemimpin muslim dan sistem pemerintahan yang mampu menyatukan kekuatan umat Islam,  melenyapkan sekat nasionalisme tersebut.

Fakta Sejarah Bersatunya Umat Islam dalam Satu Kepemimpinan Islam

Sejarah telah mencatat bahwa dahulu umat Islam memiliki satu negara yang dipimpin oleh seorang Kholifah. Kita mengenal istilah daulah Islam atau pemerintahan Islam di Madinah yang dipimpin oleh Rasulullah Saw, sepeninggal Rasulullah Saw, sistem pemerintahan tersebut  diteruskan oleh para sahabat yang dikenal dengan sebutan Khulafaur Rasyidin dan terus berlanjut sampai masa kesultanan dengan tetap mempertahankan sistem pemerintahan Islam dan penerapan syariat Islam, hal ini berlangsung selama kurun waktu hampir 1400 tahun, sampai berakhir masa pemerintahan kesultanan Ustmaniyah yang berpusat di Turki.

Wilayah kekuasaan daulah Islam seluas negeri-negeri muslim yang tersebar hampir 2/3 wilayah dunia, daulah islam memiliki kekuatan militer yang besar, unggul dalam ketahanan tentaranya, kecanggihan persenjataannya dan  ditakuti dunia,  keberadaannya berfungsi sebagai perisai umat Islam sehingga umat islam bisa hidup dan beribadah secara aman di seluruh penjuru dunia.

Tidak hanya itu walaupun memiliki kekuatan yang besar namun tentara daulah Islam juga terkenal dengan welas asih, hal itu tidak lepas dari syariat Islam tentang jihad dan perang. Sehingga wajar bila tidak pernah terjadi pembantaian apalagi genosida oleh pasukan daulah Islam saat melakukan pembebasan terhadap sebuah negeri. Contohnya saat Sultan Muhammad Al Fatih membebaskan Konstantinopel, sama sekali tidak terjadi pembantaian padahal saat itu banyak lansia, wanita dan anak-anak yang berlindung di dalam Hagia Sophia.

Selain itu fakta sejarah juga mencatat bahwa pembebasan Baitul maqdis (palestina) hanya dilakukan pada masa pemerintahan islam, yaitu pada masa kepemimpinan Umar bin Khattab Ra dan yang kedua pada masa kepemimpinan Salahuddin Al Ayyubi dari kesultanan dinasti Ayyubiyah.

Fakta sejarah ini seharusnya menginspirasi para pemimpin negeri muslim untuk menyatukan kekuasaan dan kekuatan demi terwujudnya perdamaian dunia.

Lebih tepatnya, tegaknya daulah Islam atau pemerintahan Islam harus diperjuangkan semua muslim, oleh sebab itu penting membangun kesadaran umat bahwa masalah palestina adalah eksistensi entitas Israel yang hanya dapat dilawan dengan persatuan umat Islam dalam satu kepemimpinan Islam seperti yang pernah terjadi pada masa Rasulullah Saw, Umar bin Khattab Ra dan Sultan Salahuddin Al Ayyubi .

Waallahu a'lam bishowab.


Share this article via

112 Shares

0 Comment