| 20 Views
Kecurangan Beras Premium, Adalah Bukti Lemahnya Negara Dalam Mengatasi Regulasi
Oleh : Dewi yuliani
Kecurangan beras baik dalam timbangan dan kualitas atau jenisnya sudah terjadi beberapa waktu ini. masyarakat dan negara menderita kerugian besar. Mirisnya pelakunya adalah Perusahaan besar, dan negara sudah memiliki regulasi. Terdapat berita dari JAKARTA, KOMPAS.com - Fenomena pengoplosan bahan pangan kembali menyeruak, di mana makanan pokok masyarakat yang menjadi sasaran.
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkapkan, beras oplosan beredar bahkan sampai di rak supermarket dan minimarket, dikemas seolah-olah premium, tapi kualitas dan kuantitasnya menipu.
Ditambah lagi belakangan ini persoalannya bukan hanya beras oplosan saja, tetapi juga harga beras yang terus mahal meskipun stok berlimpah atau distribusi beras SPHP (program Stabilitas Pasokan dan Harga Pangan) yang tidak tepat sasaran. Meluasnya persoalan ini sangat tidak cukup jika disolusi hanya dengan melakukan edukasi kepada pedagang atau penegakan sanksi. Sementara mengabaikan akar persoalannya. Lebarnya celah tindak penipuan ataupun praktik curang lainnya berpangkal dari tidak berperan utuhnya pemerintah dalam bingkai negara demokrasi kapitalisme untuk mengurusi pangan.
Mulai dari hulu hingga ke hilir, peran pemerintah hanya sebagai regulator dan fasilitator. Sedangkan pelaku langsung dalam pengelolaan pangan adalah korporasi para kapital dan pedagang swasta. Ini menyebabkan orientasi pengelolaan hanyalah bisnis dan sebesar-besarnya keuntungan, kemaslahatan rakyat diabaikan. Di tengah kelemahan peran negara itu pulalah, mafia pangan semakin tumbuh subur dan sulit diberantas.
Oleh karena itu, perlu kita ketahui bahwasannya negara berpandangan, perlu ada perubahan paradigma dan konsep pengelolaan pangan yang bervisi untuk sepenuhnya melayani kebutuhan rakyat dan mengukuhkan kedaulatan negara. Paradigma dan konsep inilah yang ditawarkan oleh sistem Islam.
Praktek kecurangan adalah suatu keniscayaan dalam kehidupan yang jauh dari aturan agama. Semua demi keuntungan, bahkan hingga menghalalkan yang haram dan melanggar regulasi. Hal yang dianggap biasa dalam sistem sekuler kapitalisme. Berlarutnya persoalan ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan juga sistem sanksi. Juga erat kaitannya dengan sistem Pendidikan yang gagal mencetak indivoidu yang Amanah dan bertakwa.
Selain itu juga ketidak hadiran peran negara dalam mengurusi pangan, karena pengelolaan hulu ke hilir dikuasai oleh korporasi yang orientasinya bisnis. Penguasaan negara terhadap pasokan pangan tidak lebih dari 10%, sehingga tidak punya bargaining power terhadap korporasi. Hal ini berimbas pada pengawasan dan penegakan sangsi.
Bagi pejabat atau penguasa, Islam mengharuskan mereka Amanah dan juga bertanggung jawab dalam menjaga tegaknya keadilan. Apalagi penguasa adalah pelayan rakyat, sebagai raain dan junnah bagi rakyatnya.
Dalam islam tegaknya aturan didukung oleh tiga hal. Ketakwaan individu, control masyarakat dan tegaknya aturan oleh negara yang akan terwujud dengan sistem sanksi yang tegas dan menjadi efek jerah. Islam juga memiliki qadi hisbah yang akan memeriksa dan memastikan regulasi terkait hal ini berjalan dengan baik dan sesuai aturan.
Islam juga menetapkan negara harus hadir secara utuh untuk mengurusi pangan mulai produksi-distribusi-konsumsi. Bukan hanya memastikan pasokan tersedia, namun juga mengurusi rantai tata niaga sehingga tidak terjadi kecurangan seperti ini serta konsumsi untuk memastikan pangan benar-benar sampai kepada seluruh ind rakyat.
Aturan yang ada dalam Islam adalah sepenuhnya berdasarkan wahyu yang diturunkan Allah Swt. sehingga terbebas dari kepentingan manusia dan tentunya sempurna. Ia meyakini, konsep Islam ketika diterapkan akan mewujudkan keadilan dan kesejahteraan.
Yang terakhir adalah didalam Islam di bawah institusi Khilafah diangkat para kadi muhtasib yang akan berkeliling ke pasar-pasar untuk mengawasi dan menindak langsung setiap ada kecurangan terjadi. Patroli yang dilakukan oleh para kadi ini tidak hanya menjadi solusi kuratif, tetapi juga sebagai preventif yang akan menghilangkan berbagai kecurangan dipasar.
Selain itu juga ketidak adanya kehadiran peran negara dalam mengurusi pangan, karena pengelolaan hulu ke hilir dikuasai oleh korporasi yang orientasinya bisnis. Penguasaan negara terhadap pasokan pangan tidak lebih dari 10%, sehingga tidak punya bargaining power terhadap korporasi. Hal ini berimbas pada pengawasan dan penegakan sangsi. Kini saatnya kita sebagai pengemban dakwah harus kembali berjuang bersama dengan umat dalam menegakkan hukum Islam dimuka bumi ini agar tidak ada lagi kecurangan didalam bidang mana pun.
Wallahu'alam bishawab