| 23 Views
Keadilan Gaza: Panggilan darurat Bagi Dunia

Oleh: Nuril Ma’rifatur Rohmah
Muslimah Peduli Generasi
Gaza kembali menjadi saksi bisu tragedi kemanusiaan paling memilukan di era modern. Di bawah tekanan blokade berkepanjangan, serangan militer yang terus menghujani, serta pembatasan distribusi bantuan pangan, warga Palestina, khususnya anak-anak dan perempuan telah terjebak dalam krisis kelaparan yang mematikan. Bukan hanya kehilangan rumah dan keluarga, akses kebutuhan dasar seperti makanan, air bersih, dan obat-obatan sulit mereka dapatkan.
Tragedi ini bukanlah akibat bencana alam, melainkan buah dari konflik politik yang terus berlangsung tanpa ujung. Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar: di mana keadilan, rasa tanggung jawab, dan empati dunia terhadap rakyat Palestina?
Data dari WHO mengungkap bahwa lebih dari 50 anak telah meninggal karena malnutrisi sejak blokade diberlakukan. UNRWA—badan PBB untuk pengungsi Palestina—melaporkan bahwa dari 242.000 balita yang diperiksa, satu dari sepuluh mengalami kekurangan gizi. Mereka bukan sekadar angka. Di antaranya ada Ahlam, bayi berusia tujuh bulan yang terus mengungsi bersama keluarganya demi mencari perlindungan. Tubuhnya kini melemah akibat trauma, air tercemar, dan kekurangan makanan. “Ahlam mungkin bertahan… tapi apakah ia benar-benar selamat?” ujar Juliette Touma, Direktur Komunikasi UNRWA. (CNBCindonesia.com 23/7/25)
Sungguh ini panggilan darurat bagi dunia. Kondisi rakyat Gaza yang semakin memburuk. Berdasarkan laporan Lembaga Penyiaran Israel (KAN), rakyat Gaza tidak hanya menghadapi kelaparan ekstrem, di sisi lain militer Israel dengan sengaja menghancurkan puluhan ribu paket bantuan yang merupakan bahan pokok makanan dan obat-obatan. Sebanyak 2,3 juta jiwa kini hidup dalam kondisi kritis akibat pengepungan sistematis selama lebih dari 21 bulan. Banyak di antara mereka yang hanya makan rumput, pakan ternak, atau bahkan tidak makan sama sekali.
Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa 122 warga yang mayoritas anak-anak, meninggal karena kelaparan. Parahnya lagi, sekitar 11,5% anak-anak mengalami malnutrisi akut berat, angka yang menurut standar internasional tergolong bencana besar.(CNBCindonesia.com, 23/7/25)
Krisis kelaparan di Gaza juga tidak terlepas dari dominasi sistem kapitalisme global yang mendukung penjajahan dan memperlakukan bantuan sebagai komoditas. Islam menolak sistem zalim ini. Dalam pandangan Islam, kekayaan dan sumber daya seperti makanan, air, dan tanah merupakan hak rakyat dan harus dikelola serta didistribusikan secara adil oleh negara. Tidak boleh dimonopoli apalagi diblokade.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Kaum Muslimin berserikat dalam tiga perkara: air, padang rumput, dan api.” (HR. Abu Dawud)
Lain hal nya dengan peradaban Islam yang memiliki sistem konkret dalam mengatasi kelaparan. Tidak hanya mengandalkan bantuan internasional, tetapi melalui mekanisme pemerintahan yang adil, tanggap, dan sesuai arahan syariat.
Kelaparan bukan hanya persoalan pangan, tapi juga bukti kegagalan sistem kepemimpinan dan distribusi kekayaan. Islam memiliki solusi struktural yang telah terbukti dalam sejarah. Seperti hal nya yang terjadi di masa Khilafah Utsmaniyah beberapa wilayah seperti Hijaz dan Palestina pernah mengalami krisis pangan karena cuaca ekstrem dan blokade musuh.
Sultan Utsmani, mengirim logistik dalam jumlah besar ke Makkah dan Madinah. Kemudian membangun rel kereta Hijaz untuk mempercepat distribusi. Dan mengandalkan lembaga wakaf untuk suplai makanan, obat, dan air. Khilafah bersifat tanggap, terpusat, dan bertanggung jawab penuh atas kesejahteraan rakyat.
Apa yang menimpa Gaza adalah bentuk kezaliman besar yang harus segera diakhiri. Penderitaan rakyat Palestina hanya bisa dihapus melalui perubahan sistemik menyeluruh. Dunia telah gagal, dan sistem global saat ini terbukti tak mampu memberikan keadilan. Solusi sejati hanya dapat ditemukan dalam syariat Islam yang kaffah, melalui tegaknya Khilafah Islamiyah yang akan membebaskan umat dari penjajahan, kelaparan, dan ketidakadilan.
Wallahu a’lam bisshowab