| 12 Views
Kasus Keracunan MBG, Negara Tidak Boleh Abai

Korban keracunan MBG di KBB, Jawa Barat (ANTARA FOTO/ABDAN SYAKURA)
Oleh : Sihatun
Boyolali
Esposin, BOYOLALI--Sejumlah orang tua (ortu) di Kabupaten Boyolali menilai program Makan Bergizi Gratis (MBG) belum terlalu diperlukan. Mereka lebih memilih program pendidikan gratis 12 tahun dan kalau bisa hingga perguruan tinggi.
Salah seorang wali murid asal Kecamatan Ampel, Rahayu, menyampaikan memiliki anak dari SD hingga SMA/SMK sederajat. Menurutnya, selama ini menu makan bergizi gratis (MBG) memiliki menu yang variatif dan menarik.
Untuk kebanyakan siswa laki-laki habis, akan tetapi siswa perempuan tidak habis. Siswa pun juga diminta membawa wadah makanan ketika porsi tidak habis. Menurutnya, siswa tetap akan senang ketika mendapat makanan gratis. Namun, ketika dilihat lebih luas, siswa lebih butuh pendidikan gratis.
Selain itu, Rahayu menyampaikan menu MBG juga beraneka ragam seperti chicken katsu, ayam goreng, mi ayam, dan sebagainya. Akan tetapi, bahan untuk MBG tentu berbeda ketika masak banyak dan sedikit. Tapi kadang dikirimnya pagi makannya kan siang, tapi menunya tumis jagung. Jagung kan gampang basi, jadi kadang basi begitu. Kemarin juga ada mi juga, di sekolah yang cowok memang bahagia ya,” kata dia.
Walaupun begitu, ia tak setuju ketika anggaran besar digunakan untuk MBG. Rahayu menilai potensi kebocoran anggaran dengan MBG sangat besar. Semisal data jumlah siswa di sekolah bisa diutak-atik demi anggaran yang besar.
Tak hanya itu, penyaluran MBG juga belum merata. Sehingga, ada sekolah yang sudah dan ada yang belum. Keuntungan dari MBG juga hanya sebatas pihak-pihak tertentu dan kurang memutar perekonomian. Terlebih, masyarakat juga tidak mendapatkan transparansi anggaran MBG di tiap SPPG. Saya setujunya sekolah gratis saja, anak saya kan banyak. Jadi sekolah gratis sampai SMA/K kalau bisa sampai kuliah. Kalau sekolah gratis kan menyasar, potensi kebocoran enggak ada.,” kata dia.
Ia menilai pendidikan gratis tak memiliki banyak risiko, berbeda dengan program makan bergizi gratis dengan risiko keracunan massal seperti yang terjadi akhir-akhir ini. Tak hanya itu, ia mengusulkan justru program bisa dialihkan ke program pendidikan parenting ke orang tua untuk membentuk generasi emas 2045.
“Jadi orang tua memang butuh edukasi pola asuh yang baik untuk anak bahkan hingga gizi. Orang tua yang baik bisa membuat generasi yang baik,” kata dia. Ia menilai program MBG kurang tepat jika dilakukan di daerah dengan akses pendidikan dan ekonomi yang terjangkau dan mudah.
“Jadi jangan dipukul rata, MBG dipilah ke daerah terpencil, tertinggal, terluar, dan terdepan. Ya masa ada anak sekolah swasta bergengsi juga dapat MBG, dia juga punya catering juga. Mampu lah kalau sekadar makan,” .
Presiden Prabowo baru baru ini menegaskan bahwa program MBG telah menjangkau hampir 30 juta jiwa penerima manfaat hingga September 2025. Dalam pidatonya, ia mengakui adanya kasus Keracunan, namun ia menyebut bahwa penyimpangan atau kesalahan yang terjadi hanyalah 0,00017 persen dari total distribusi (cnbcindonesia.com, 29/9/2025).
Sekilas angka itu terlihat sangat kecil, tetapi fakta di lapangan berbicara sebaliknya, ribuan orang sudah menjadi korban keracunan MBG. Data resmi dari Badan Gizi Nasional mencatat 6.517 orang keracunan sejak Januari hingga September 2025.
Fenomena ini merupakan cerminan dari sistem yang mendasari kebijakan ini. Program pemerintah yang seharusnya menyejahterakan rakyat, justru membahayakan keselamatan anak-anak
Mengapa hal ini bisa terjadi?
Semua karena sistem yang diterapkan oleh negara. Sistem Kapitalis sekuler yang mengendalikan seluruh kebijakan, yang memisahkan agama dari kehidupan. Yang tujuan utamanya untuk mendapatkan materi/keuntungan tanpa memikirkan kemaslahatan rakyat. Pemerintah tidak menjalankan perannya untuk melindungi anak-anak dan masyarakat kecil, tetapi setiap kebijakan lebih mementingkan pemodal besar.
Program MBG hanya menambal luka, sementara tubuh bangsa terus digerogoti penyakit yang lebih parah, yakni ekonomi kapitalis yang menyerahkan hajat hidup rakyat pada pasar dan swasta.
Sementara dalam sistem Islam seorang penguasa atau pemimpin adalah pelindung bagi rakyat nya. Mereka bertanggungjawab atas rakyat yang dipimpinnya karena ia akan di mintai pertanggungjawaban di hari kiamat atas amanahnya.
Sebagaimana hadist Rosulullah " Sesungguhnya Al imam (Khalifah)itu perisai yang akan berperang dibelakang nya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan kekuasaannya". (HR Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud).
Dengan penerapan syari'at Islam secara menyeluruh, kesejahteraan, pendidikan dan kesehatan akan dijamin secara permanen oleh negara yang amanah. Karena negara betul betul menjalankan tugasnya sebagai pelindung umat dan bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat.
Negara juga memastikan anak-anak mendapatkan kebutuhan pokok, pendidikan gratis dan berkualitas, dan akses makanan sehat di sekolah melalui pengawasan langsung oleh negara.